Selang beberapa hari setelah bertemu dengan Lika, Riski pulang lebih malam dari biasanya dikarenakan ia harus mengerjakan beberapa tugas kuliah yang mengharuskannya seharian berada di perpustakaan membuka buku-buku tua dengan pinset karena lembarannya yang begitu tipis,salah sedikit saja halamannya bisa robek, maklum buku-buku ini rata-rata berusia tua, salah satu koleksi berharga yang dimiliki perpustakaan kampus.
Sewaktu pulang ke rumah kontrakan, Riski baru mengingat jika ketiga temannya sedang pergi ke kota sebelah, katanya mereka ingin membuang stress sebelum mulai menjalani ujian akhir semester, itu berarti yang ada di rumah ini hanya lah Koco seorang diri.
Dengan menenteng tas, Riski mengambil kunci dari kantung celana jins miliknya, ia mendorong pintu lalu terhenyak sejenak ketika mendapati suasana rumah kontrakan yang terasa berbeda, entah karena lampu yg masih dalam kondisi dimatikan atau karena hal lain yang Riski tidak ketahui selain itu udara malam ini juga terasa lebih lembab dari biasanya.
Riski mencoba untuk tidak memperdulikan hal itu, karena di dalam kepalanya, Riski hanya berpikir mungkin saja Koco sedang pergi keluar makanya rumah nampak seperti ini.
ia pun berjalan menuju ke kamarnya.
Kamar tempat tidur Riski berada disebuah ruangan yang berada jauh disudut dekat anak tangga kayu yg ada di lantai dua, tak ada pikiran apa-apa di dalam benak Riski kecuali dia hanya ingin meletakkan tas miliknya kemudian pergi mandi.
Tapi Riski tidak bisa membohongi dirinya kalau ada perasaan yg terasa mengganjal yg entah kenapa membuat dirinya lebih waspada dari pada biasanya saat berada di dalam rumah ini, seperti ada sesuatu yg sedang mengawasi dirinya dari suatu tempat yg entah dari mana datangnya.
Riski berjalan dilorong rumah.
Rumah ini memang termasuk bangunan tua, maklum saja kalau tempat-tempat seperti ini nyaris tersebar disegala penjuru karena mungkin masih dalam satu area yg sama yg dekat dengan pemerintahan saat jaman kolonial dulu.
Selain itu hal yg membuat Riski dan kawan-kawannya terkejut saat pertama kali mengambil rumah ini sebagai kontrakan mereka, yaitu pemilik rumah yg meminta seluruh perabotannya agar tetap ada di sini dan Riski bersama dengan yang lainnya boleh menggunakannya sebagai fasilitas-yg terpenting tidak ada dari benda-benda itu yg rusak, tentu saja hal ini menguntungkan, itu lah kenapa pada beberapa titik tembok terdapat lukisan-lukisan tua lengkap dengan benda-benda antik yg biasa dilindungi dengan kaca di dalam lemari-lemari tua.
Untungnya selama Riski dan yg lain tinggal di tempat ini tak ditemukan hal-hal aneh yg terkadang sering dibicarakan oleh orang-orang sekitar setiap kali Riski mengatakan dimana mereka sebenarnya tinggal.
hanya saja malam ini rumah ini memang terasa lebih berbeda dibandingkan malam-malam biasanya.
Di sinilah keanehan terjadi sewaktu Riski melewati satu lukisan tua tentang seorang penari Bali, dimana Riski sempat melirik dan melihat bola mata wanita yang ada di dalam lukisan tersebut rasanya seperti mengikuti gerakan kemana pun Riski pergi, hanya saja Riski sudah terbiasa dengan hal ini karena ia percaya hal itu dikarenakan ilusi bias yang biasa terjadi saat orang-orang melihat lukisan-lukisan dengan objek manusia yang memiliki bentuk rupa.
Namun sejenak ketika Riski melangkah di jalan yg menuju kearah kamar tiba-tiba saja dari arah belakang Riski sempat mendengar seperti suara perempuan yg sedang tertawa.
Riski tentu saja menghentikan langkahnya dan melihat kearah belakang dimana Riski tidak bisa menemukan siapa pun yg berada di tempat ini kecuali dia seorang diri, selain itu suara tertawa itu terdengar menyerupai suara tertawa perempuan yang ditahan seperti “hi hi hi hi..”
Riski tak memperdulikannya dan kembali melanjutkan langkah kakinya menuju ke kamarnya.
di dalam kamar, Riski kemudian menggantung tas miliknya lalu membuka seluruh pakaian yang seharian ini dia kenakan, setelah itu dengan celana pendek dia berjalan menuju ke kamar mandi sambil menenteng handuk yg dia letakkan di atas bahu miliknya.