kereta yg ditempuh oleh Riski memakan waktu kurang lebih 10 jam, itu pun baru menginjak satu kota, karena ia harus segera bersiap untuk langsung naik ke kereta selanjutnya yg juga memakan waktu yg tidak sedikit, sejujurnya ini adalah perjalanan yg paling melelahkan bagi Riski.
mereka baru sampai di kota terakhir pukul 11 siang, setelah itu Lika baru bisa memimpin semua orang menuju ke suatu tempat yg tidak jauh dari stasiun terdekat, sebuah bengkel tua yg entah dimiliki oleh siapa, bengkel itu menampung mobil besar dan Lika menemui seseorang di sana.
"pak lek, iki aku?" katanya kepada seorang laki-laki yg mengenakan kaca mata hitam yg duduk sambil menyesap kopi, laki-laki itu membuka kacamatanya dan langsung mengenali Lika,
"loh kowe nduk, kowe lapo nang kene, kowe gurung paham tah ambek" (loh kamu nak, kamu ngapain di sini, -kamu masih belum paham ya sama) belum juga orang itu selesai berbicara, Lika sudah memotong pembicaraannya, "sak iki aku wes gowo kembang 'e" (sekarang aku sudah membawa bunga-nya)
setelah mengatakan itu, laki-laki itu kemudian memandang ke semua orang, ia nampak terkejut-terutama saat melihat wajah Riski.
"edan!!" ujar laki-laki itu, "ojok ngomong kowe bakal?" (stress!! jangan bilang kamu akan?) lagi-lagi belum selesai berbicara, Lika memotong ucapan orang itu, "wes, sak iki terno nang omahe mbah Kung, diomongno nang kono ae?" (sudah, sekarang antar kerumahnya mbah Kung, kita--ngomong saja di sana)
orang itu masih menunjukkan ekspresi yg gelisah, ia tidak berhenti melihat Riski, ini tentu saja hal yg sangat mengkhawatirkan, "kowe ra ngerti kapan kudu mandek nduk!!" (kamu itu gak juga paham kapan harus berhenti!!)
semua orang kemudian naik ke mobil jeep buntut milik orang itu.
Riski duduk disamping perempuan berambut pendek yg selalu tersenyum setiap kali Riski tanpa sadar melihatnya, Koco sendiri juga lebih banyak diam, tidak seperti Koco yg biasanya.