14

1.1K 43 3
                                    

Koco memberitahu untuk ke pos 2 hanya membutuhkan waktu 2 jam, seharusnya tidak lama, dan di sana akan lebih baik daripada di sini apalagi kalau nanti turun hujan, Lika juga sependapat, hanya Andris yg seperti menolak karena firasatnya mengatakan tidak, semua kemudian diam-mereka menunggu keputusan Riski.

sebenarnya jika melihat apa yg Riski sudah lihat, dia condong setuju dengan Andris, melihat langit juga semakin gelap apalagi dia sejak tadi mendengar seperti ada yg membisikinya di telinga. "cah wangikuuuu.."

tapi melihat Lika yg menatap Riski terus menerus, anak itu kemudian berkata kalau dia setuju dan lebih baik pendakian berhenti di pos kedua.

Andris pun akhirnya mengalah, mereka melanjutkan perjalanan saat hujan rintik-rintik mulai perlahan turun.

apa pun demi Lika.

di sini Riski kemudian baru mengingat sesuatu, bukankah seharusnya kalau sedang mendaki gunung setidaknya ada satu orang poter yg bertugas membimbing mereka atau setidaknya menjaga mereka dari hal-hal yg mungkin tidak diinginkan.

Priyo kemudian menjawab, "Iya, nanti.. di pos keempat ada satu poter yg sudah menunggu mereka, di sana juga pendakian utamanya di mulai"

anehnya, selepas Priyo mengatakan itu dia bisa melihat sorot matanya seperti menyimpan sesuatu yg tidak menyenangkan.

karena hujan rintik sedang turun menyulitkan pendakian ini apalagi bagi Riski yg benar-benar buta teknik tidak seperti yg lain, mereka bisa tahu mana tanah yg bisa dilewati mau pun tanah yg membuat mereka tergelincir, Koco bahkan memberitahu, "gawe o irung gawe ndelok lemah sing--garing. ojok moto!!" (pakai hidung untuk melihat tanah yg kering jangan pakai mata!!)

meski pun Riski tidak mengerti, ia ditempatkan ditengah rombongan, jadi beberapa kali Koco dan Andris membantu secara bergantian saat tanah yg harus mereka lewati semakin curam.

mereka baru berhenti ditengah-tengah pendakian, tanpa terasa hari mulai semakin gelap, Riski menghela nafas semakin sering, belum pernah rasanya dia sampai selelah ini.

Riski meminum air bersama Koco dan lagi-lagi dia melihat Priyo dan tiga orang yg lain sedang berbicara serius.

mereka seperti sengaja menjauhi dirinya bersama Koco, hal ini tentu saja membuat Riski mulai jengkel sebenarnya apa yg sedang mereka lakukan, bukankah mereka mendaki bersama, seharusnya tidak perlu ada rahasia diantara mereka, anehnya Koco yg biasa sensitif dengan hal ini, nampak tidak perduli, Koco bahkan memberi wejengan Riski kalau hal seperti ini biasa, orang-orang melakukan itu untuk menentukan siapa yg memimpin, dan Koco mau pun Riski pasti mereka anggap sebagai anak bawang.

Riski yg tidak tahan kemudian mendekat, mereka bergerombol sedang membicarakan sesuatu dibalik pohon besar, di sana langkah Riski kemudian terhenti saat dari tempatnya sedang berdiri dia bisa mendengar Pryo sedang berbicara. "pos 1 sampe pos 2, omahe nyai kan?"

"Nyai?" batin Riski, ia tidak mengerti siapa yg dimaksud oleh nyai ini.

Andris kemudian berkata, "pos 1 sampai pos 3 , nyai biasanya bisa naik sampai situ"

Puteri kemudian ikut berbicara, "Kampung e nang ndi?"

"Pos 4 paling" jawab Lika, mereka semua terdengar serius..

"kampung, nyai?"

ketika Riski sedang menguping, tiba-tiba suara itu seperti kembali, "cah sing wangi.. nggone sopo" (anak yg wangi, punyanya siapa)

Riski hanya diam, sekujur tubuhnya semakin menggigil, entah karena hujan atau karena suara ini.

tapi Riski kemudian berusaha melawan dirinya, ia kemudian bisa mengendalikan tubuhnya tapi sialnya Priyo dan yg lain memergokinya, "kowe lapo nang kene?" (kamu ngapain di sini?)

Riski tidak bisa menjawab,

Puteri kemudian melindungi Riski, "wes-wes, gak popo, gak popo"

akhirnya Priyo meninggalkan Riski menuju ke tempat Koco, Andris hanya diam, sorot matanya nampak bersimpati, sementara Lika, dia tidak melihat Riski sama sekali, hanya Puteri yg sejak tadi ada untuknya

"ayo siap-siap, diluk engkas sampe" (ayo siap-siap, sedikit lagi sampe)

Riski kali ini ditempatkan dibelakang Priyo, ditengah-tengah perjalanan yg semakin sulit ini, Riski masih mendengar suara itu, suaranya tipis seperti suara mbah-mbah tua tapi ada suara tertawa dibalik bisikan itu, beberapa kali Riski melihat ke orang lain tapi tidak ada yg merasa semakin mereka bergerak maju rasanya semakin jauh ke tempat yg mereka tuju, baik Koco dan yg lain mulai merasa letih, Puteri bahkan menggelengkan kepala setiap kali Lika melihatnya seperti mereka sedang menjalin komunikasi

Priyo meminta berhenti lagi, kali ini kabut mulai turun hujan masih rintik-rintik, Riski kemudian untuk kali pertama mengatakannya, "mas kaya e salah dalan" (mas sepertinya salah jalan)

Priyo sontak bingung, salah jalan? mana mungkin, tempat ini hanya memiliki satu jalur.

Lika pun mendekat, "kok iso ngomong ngunu?"

"kok bisa kamu ngomong gitu?"

Riski kemudian menunjuk pohon yg besar, "nang kunu, dalane sak walike uwit iku" (di situ, jalannya selepas melewati pohon yg itu)

Priyo dan yg lain saling menatap satu sama lain, bahkan Koco hanya memandang Riski janggal.

Koco yg melihat pohon itu kemudian mendekati Riski sebelum menampar pelan pipinya, "kowe ngelindur ta blok? lak podo ae seh dalane wong kene wes mari ngeliwati wet iku, moso kudu mbalik?" (kamu ngelidur ya blok? bukannya sama saja jalannya, ornag kita sudah melewatinya tadi, -masa kita harus kembali?)

Riski bingung menjelaskannya, intinya mereka harus kembali tapi dari sisi kiri pohonnya bukan dari kanan seperti tadi.

Puteri nampaknya yg mengerti maksud Riski, dia kemudian meminta yg lain melakukannya meski terasa konyol.

semua orang kembali, setelah mereka berada di balik pohon besar yg menyerupai trambesi, Riski yg memimpin jalan melewati jalur kiri, mereka pun melangkah bersama-sama, Riski sempat melirik Lika yg sekarang nampaknya mulai tertarik dengan Riski, persetan, dia hanya mau wanita ini.

tapi seperti yg Koco katakan, jalannya sama saja, "bangsat!! podo ae blok!!" katanya, tapi Riski belum berhenti berjalan, dia memutar sekali lagi yg otomatis membuat yg lain tambah bingung, "loh loh kowe kate balik maneh ta?" (loh loh kamu mau balik lagi ta?)

tapi Riski tetap--melanjutkan langkahnya, baru lah setelah itu mereka semua tidak bisa berkata apa-apa lagi, saat memutar seharusnya mereka sampai di posisi semula sebelum melewati pohon tapi nyatanya jalan ketika Riski mengitari pohon ini, jalan itu berubah.

Riski menemukan jalan ke pos 2.

KEMBANG LARUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang