18

1.1K 37 0
                                    

Pada tahun itu rokok masih menjadi barang yg sulit untuk didapatkan, pada umumnya orang-orang lebih suka membawa kertas linting lengkap dengan tembakaunya yg biasanya diletakkan dalam satu kotak kayu yang sama, seperti Andris dan Prio, mereka baru saja melinting rokok--kemudian menghisapnya tidak jauh dari pos kedua, Riski mencoba untuk tidur seperti Lika yg nampaknya sudah sampai dialam mimpi, sekujur badannya terasa sakit dan ngilu, mungkin karena lelah setelah mengalami kejadian janggal itu, bertemu dengan sosok yang mereka panggil dengan nama Nyai, terkadang Riski juga merasa heran..

terkadang Riski juga merasa heran.. bagaimana mungkin dirinya sudah melewati dua malam padahal jelas-jelas dari waktu pelarian tidak lebih dari beberapa jam saja, tapi kembali lagi ke'kepercayaan masing-masing, mungkin saja tanpa Riski sadari dia sudah masuk dan tersesat ke alam lain, tempat di mana yg ghaib benar-benar ada.

Tidak ada yg terjadi selama masa istirahat itu, siangnya ketika matahari sudah berada di atas kepala, Koco membangunkan Riski, dia menepuk-nepuk pipinya, dengan wajah setengah sadar Koco kemudian mengatakan, “Ayok ayok!! Sak iki munggah maneh mumpung jek awan, target kene dino iki iku gok pos keempat” (ayok ayok!! Sekarang naik lagi mumpung masih siang, target kita hari ini sampai ke pos keempat)

Dengan gestur sedikit malas Riski kemudian bangkit dari tempatnya tidur, dia melihat semua orang sudah bersiap-siap, wajah mereka nampak santai seperti tidak ada yg terjadi kemarin, Riski pun kemudian berdiri dan melihat Lika sedang berbicara dengan Puteri, rambutnya yg sekarang panjang sebahu nampak sudah dirapikan, mungkin Puteri yg melakukannya.

Riski pun mengangkat tas miliknya lalu memulai perjalanan naik bersama dengan yang lain.

Diperjalanan menuju pos ketiga yg kabarnya hanya ada satu tanah lapang untuk beristirahat membuat semua orang setuju jika target mereka hari ini adalah pos keempat, konon pos ketiga hanya gemah yg dibabat alas membuat Prio selaku orang yang memimpin menargetkan pos keempat.

Bahkan jika memungkinkan mereka mau langsung merangsek sampai pos kelima, tapi yg terpenting adalah kali ini mereka harus lebih waspada dari sebelumnya, tidak ada yang tahu kejadian apalagi yg sudah menunggu mereka.

Di sini Koco kemudian bertanya mengenai kejadian pada malam pertama, bagaimana bisa Riski melihat sepotong kepala perempuan padahal jelas-jelas yg dia ambil cuma sehelai rambut berwarna hitam, tapi kenapa bisa sampai seperti itu, sayangnya tidak ada yang mau menjawab pertanyaan-itu kecuali Puteri yg kemudian berkata kalau yang sudah terjadi biarkan saja terjadi, tidak ada lagi yg perlu dibahas dari kejadian itu, ini hanya kesalahpahaman saja, Koco hanya diam sewaktu mendengarnya, meski pun di dalam hatinya dia tidak puas dengan jawaban tersebut--tapi Koco pada akhirnya memilih untuk mengalah, dia pergi sembari sempat melirik kearah Riski yg kemudian menundukkan kepalanya.

Tanpa mereka semua sadari, waktu berlalu begitu cepat, dari matahari yg ada di atas kepala terus bergerak turun dan mereka semua berhasil mencapai pos ketiga tanpa ada halangan yg berarti, pada pos ketiga mereka semua sempat beristirahat, saat itu lagi-lagi tidak ada yg bisa memprediksi cuaca yg ada di atas gunung, langit yg sebelumnya cerah mulai berubah menjadi gelap, awan-awan mendung mulai berdatangan, merubah jalan pendakian ini menjadi lebih sulit lagi.

Pada sekitar pukul tiga lewat sepuluh menit, perjalanan kemudian dilanjutkan kembali. Hujan deras kemudian turun, semua pendaki sudah mengenakan mantel menutupi kepala mereka dari air hujan, Andris yang berada dibaris paling belakang kemudian berkata kepada yang lain, “sek sek!!"

(sebentar-sebentar) katanya sembari melihat kesekeliling, entah kenapa sejak tadi dia merasa kalau mendengar suara binatang yg meraung, Prio yg mendengar Andris kemudian turun dan mendekati anak itu, mereka berdua kompak diam sembari memasang pendengaran mereka masing-masing, Riski yg juga ikut melakukan hal yg sama pun mulai merasa aneh, lagi-lagi bulukuduknya berdiri tanpa ada sebab yg jelas, tapi.. mereka semua hanya mendengar suara gemersak dedaunan yang dihantam oleh air hujan, tidak ada suara raung binatang seperti apa yang dikatakan oleh Andris.

“jam piro sak iki?” (jam berapa sekarang?) tanya Prio tiba-tiba kepada yg lain, Puteri mengambil potongan arloji di dalam tas miliknya kemudian berkata kepada Prio, “jam telu liwat limolas” (jam tiga lewat lima belas menit) Prio nampak sedang berpikir sambil sesekali--dia menggedek-gedekkan kepalanya, “butuh pirang jam maneh gawe sampe nang pos keempat?” (butuh berapa lama lagi untuk bisa sampai ke pos keempat?)

Mendengar itu Lika kemudian menjawab, “nek lancar palingan butuh petang jam maneh” (kalau lancar harusnya butuh empat jam lagi?)

Prio mengangguk pertanda dia mengerti, kemudian dia meminta Andris berjalan didepan sementara Prio ada di baris belakang, tapi anehnya Prio mengatakan sesuatu yg mungkin akan terdengar sangat janggal bagi anak-anak yg lain.

“mari ki kene bakal ngelewati masa SOROP, nek iso mulai tekan kene ojok onok arek sing wani-wani noleh mburi? Ngerti!!” (sebentar lagi kita akan melewati masa PERALIHAN dari terang kegelap, kalau bisa mulai dari sini satu pun dari kita jangan ada yg melihat kebelakang? Mengerti)

Mendengar itu sontak wajah Lika nampak terkejut, dia menatap Prio sembari bergumam lirih kepadanya, “Njaweh onok nang kene?” (dia ada di sini?)

Prio kemudian membuka mantel dan menunjuk bagian leher, rupanya tidak hanya Riski saja yg merasakan perasaan tidak enak ini, tapi semua anak-anak yg mendaki sekujur tubuhnya merinding luar biasa. Bahkan Puteri yg ada pada barisan depan sempat menyentuh bagian belakang lehernya.

“Heee onok opo iki, sopo Njaweh iku?? Sopo sing dimaksud iki?” (Hee ada apa ini, siapa dia?? Siapa yang dimaksud ini??) tanya Koco, wajahnya nampak pucat.

Tapi nampaknya tidak ada yang memperdulikan pertanyaan Koco, justru semua orang malah tertuju pada Puteri yang berkata, “Kok isok loh, sak jane Njaweh onok nang nduwur dewe, lapo Njaweh iku mudun sampe semene?” (kok bisa loh, bukannya dia harusnya ada di tempat yang paling atas, ngapain dia sampai turun sejauh ini?)

Semua orang yg melihat Puteri kemudian tersadar akan sesuatu, dengan perlahan mereka semua kemudian beralih memandang kearah Riski,

“soale kembang sing iki wangine semerbak sampe kabeh teko siji nggal siji” (karena bunga yang satu ini wanginya benar-benar harum sampai semuanya datang satu persatu) kata Riski menirukan cara bicara Nyai kepada semua orang yang ada di tempat ini.

tidak ada lagi dari mereka yg berbicara, selepas Riski mengatakan itu.. rasa-rasanya semuanya sudah mengerti penyebab sosok yg paling dihindari di gunung ini sampai turun sejauh ini, Prio tetap mengatakan untuk tidak menoleh kebelakang, meski pun Prio tidak menjelaskan akibatnya.

“kurang sak jam maneh SOROP mas, piyeee opo lanjut opo leren sek nang kene?” (kurang satu jam lagi MASA PERALIHAN, gimana? apa tetap melanjutkan atau berhenti sebentar di sini?) kata Lika yg bertanya kepada Prio, sembari berjalan Prio seperti orang yg sedang melamun, dia tidak fokus dengan pembicaraan ini, sementara di atas Riski melambatkan langkah kakinya agar dia bisa menguping apa yg sedang Lika dan Prio sedang bicarakan.

“Lanjut Lik, tapi kabeh kudu paham nek situasine iki wes diluar kendali ne kene, piyee iki, Njaweh sampek mudun, asuu!!” (lanjut Lik, tapi semua harus paham dengan situasinya, ini sudah diluar kendali kita, gimana ini, Njaweh sampai turun, anjing!!) bentak Prio yg marah,
“Lah ya mas aku yo gak paham kok sampai bangsat sitok iki melu-melu mudun, sakjane lak gak ngene carane!! Opo gara-gara…” (Lah iya mas aku juga gak paham kok bisa si bangsat satu ini ikut-ikut turun, seharunya kan gak begini caranya!! Apa gara-gara..) Lika menatap punggung Riski.

Prio kemudian menjawab dengan suara yg setengah berbisik, “opo kene salah gowo kembang yo, Kembang laruk sing kene gowo iki ambu—ne wangi sak wangi-wangine kembang, mergo iku sing nang duwur siji gal siji pasti mudun”

(apa kita sudah salah bawa kembang, Kembang Laruk yang kita bawa ini aromanya—wangi sewangi-wanginya bunga, karena itu yang di atas pasti turun satu persatu)

Lika kemudian berhenti berjalan, Prio pun ikut berhenti. tapi Prio tak berani melihat kebelakang, dia menunggu Lika menyusul dirinya dan berbicara, “artine sak iki onok kemungkinan nek demit siji iku yo bakal teko.. onok kesempatan kanggo nolong si mbak?”

(apa itu artinya sekarang ada kemungkinan kalau setan yang satu itu juga akan datang.. ada kesempatan untuk bisa menolong si mbak?)

Prio mengangguk. “sakjane ngunu, sawise pos keempat, kene bakalan eroh nang ndi mbak mu disingitno rung tahun kepungkur iki”

(seharusnya begitu, setelah melewati pos keempat, kita akan tau di mana mbakmu selama ini disembunyikan selama dua tahun belakangan ini)

KEMBANG LARUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang