Riski kemudian meminta semua temannya mundur, dengan gemetar Riski kemudian berkata, kalau pemuda yg ada didepannya ini meski pun memakai baju pendaki tapi aroma tubuhnya wangi sekali.. seperti aroma minyak kasturi, Riski tau dia bukan manusia..
"kulo.. kesasar, mboten saget mudun, oleh a kulo gabung kaleh njenenengan sekalean?" (saya tersesat, gak bisa turun, boleh saya ikut bergabung sama kalian?)
Riski melihat Lika, bulukuduk Riski merinding didekat anak laki-laki ini, wajahnya nampak tak memiliki emosi..
"saya masih manusia kok" katanya, tapi Riski tidak percaya, Lika dan Puteri saling memandang,
"kalu saya menolak pun rasa-rasanya mas juga pasti ikut kan?"
laki-laki itu tersenyum menyeringai, "nggih.. saya akan tetap memaksa untuk ikut kalian"
semua orang seketika terdiam..
Lika kemudian tak memperdulikan laki-laki itu, sekarang Lika menagih janji kepada Puteri, "nang ndi kampunge? nang ndi tiang e?" (di mana kampungnya? dimana dia?)
"kudu onok sing Nyamben aku sek Lik" (harus ada yg Nyamben aku dulu Lik)
Andris kemudian maju, dia berkata kalau seharusnya ini pekerjaan Prio, tapi orang itu sudah pergi dan tidak tau bagaimana keadaannya, sementara Lika juga tidak mengerti caranya..
Riski dan Koco sama bingungnya, apa yg dimaksud Nyamben ini..
Puteri akhirnya menunjuk Andris, memaksa bocah itu melakukannya apa pun resikonya, mereka sudah berjalan sejauh ini, naik atau turun sama berbahayanya, Andris nampak ragu, dia ingin menolak tapi Lika melotot kearahnya, anak itu pun akhirnya setuju melakukannya..
didepan bangunan itu, Andris menyalakan kemenyan yg dibawa oleh Lika, dia juga mengambil daun pandan, sementara Puteri melpas seluruh pakaiannya di depan semua orang, Koco pun sampai terngangah melihatnya, tidak ada yg tau apa yg mau dilakukan Puteri..
hanya menggunakan pakaian dalam ditengah suhu yg sangat dingin, Puteri kemudian memberi gestur orang yg seperti bersimpuh di depan tungku kemenyan yg mengepulkan asap, Andris yg berdiri dibelakangnya kemudian melilit leher Puteri sampai anak itu tersedak dan meronta-ronta..
Riski dan Koco sempat mau beraksi menghentikan Andris tapi dihentikan Lika, sementara wajah Puteri sudah kemerahan, matanya melotot keatas, sebelum.. dia rubuh tak sadarkan diri..
Andris membuang kain yg dia gunakan untuk melilit sekaligus daun yg ada didalamnya..
saat Riski bertanya apa yg dilakukan oleh Andris yg memilih diam dan masuk ke bangunan sendirian, tiba-tiba tersentak saat melihat Puteri menciumi tubuh Riski, dia seperti binatang yg mengendus, dengan wajah menyeringai dia berkata, "Kembang iki iso ndudui nang ndi mbakmu.. nduk"
(kembang ini bisa menunjukkan dimana keberadaan kakakmu.. nak)
Riski seketika menyadari, aroma tubuh Puteri sudah berbeda, jika ada wangi yg bisa mengalahkan minyak kasturi, itu adalah wangi tubuh Puteri yg membuat Riski menggigil karena merinding..
sorot mata Puteri lebih seperti sorot mata orang yg sedang kosong, teduh, sejuk tapi menakutkan.
Riski sampai harus menghindarkan dirinya dari pandangan Puteri dibelakang tubuh Koco, sementara Koco tertuju melihat tubuh Puteri yang begitu berisi sembari sesekali menelan ludah.
"ndak usah takut mas Riski, saya ndak ada keinginan buat makan kamu walau pun aroma badanmu manis"
Riski melihat Lika, anak itu hanya melihat Puteri dengan ekspresi yg dingin.
tak lama kemudian Koco yg baru sadar dari lamunannya menyuruh semua orang masuk ke pos bangunan.
Puteri berdiri bersama dengan Lika, mereka seperti sedang berbicara, lagi-lagi Riski mendapati tingkah Puteri yg sedikit aneh, sesekali mereka seperti sedang melihat kearahnya.
Riski merasakan sesuatu yg tidak mengenakan di dalam tubuhnya, tapi dia masih belum tahu apa itu.
Andris duduk dipojok sembari menekuk lutut, sejak apa yg tadi dia lakukan kepada Puteri, bocah itu seakan memilih menyendiri jauh dari semua orang, sementara Riski masih bersama dengan Koco, duduk sambil mempelajari situasi, kecuali Koco matanya tidak berkedip melihat Puteri.
"cah kui ayu yo asline, tapi kok ra waras, moso adem-adem ngene mek gawe ngunu iku?" (anak itu cantik loh aslinya, tapi ya kok sedikit gak waras, masa dingin-dingin gini pake pakaian kaya gitu?) ujar Koco kepada Riski, dari semua orang yg di sini Koco memang yg paling tidak peka.
"kancamu onok sing nggandeli, cah wedok sing ayu tapi asline rupane remuk sampek gak kekiro" (temanmu ada yg menggantikan, seorang perempuan yg sangat cantik tapi rupa aslinya hancur sampai tidak terkira)
Riski terhenyak, ucapan itu keluar dari pemuda asing yg ada disampingnya.
Riski baru sadar kalau ada pemuda ini sejak tadi, terkadang hawa keberadaannya samar.
"ngapusi kowe, cah ayu koyok ngunu kok diomong remuk, ndasmu iku remuk" (bohong kamu, anak cantik gitu kok dibilang hancur, kepalamu itu yg remuk)
pemuda itu hanya tersenyum kepada Koco.
"sinten asmane?" (siapa nama anda?)
pemuda itu melihat Riski, melambaikan tangannya meminta Riski mendekatkan telinganya, Koco yg melihat itu sedikit kesal dengan tingkah laku orang yg ndak jelas asal usulnya ini.
setelah pemuda itu selesai berbisik, Riski nampak pucat.
Koco menyenggol badan Riski, saat itu lah bocah itu baru sadar, Koco memberikan gestur apa yg dibisiki oleh orang aneh yg ada disamping mereka ini, ketika Riski melihat pemuda itu lagi, satu jarinya berdiri tepat didepan mulut seakan memberitahu agar Riski tidak mengatakannya.
Lika menyingkir dari hadapan Puteri, ia mendekati Andris dan lagi-lagi mereka seperti sedang membicarakan sesuatu.
Puteri yg sendirian kemudian menoleh melihat kearah Riski, ia tersenyum menyeringai lalu dengan tenang berjalan mendekati Riski, Koco masih tertuju pada tubuhnya.
"jancok mrene cok arek iki!! lapo iki.." kata Koco sambil menepuk-nepuk bahu Riski.
saat jarak diantara mereka terpaut beberapa langkah, Puteri berhenti lalu melirik pemuda yg juga sedang melihatnya, ada garis wajah yg jijik saat mata mereka bertemu.
tak lama pemuda itu pergi.
Puteri kemudian meminta Riski berdiri, ia mendekatkan wajahnya sambil berkata, "mari ngene nek sawut'e wes podo mudun, kabeh mlaku maneh yo, kampung e wes cidek, kowe karo Lika kudu gelem jamin cah-cah iki" (setelah ini kalau mendung sudah turun, semua jalan lagi ya, kampung--nya sudah dekat, kamu dan Lika harus mau menjamin anak-anak ini)
"Jamin?" Riski bingung dengan ungkapan itu, tapi Lika kemudian berkata, "iyo, aku karo Riski sing jamin" (iya aku dengan Riski yg akan menjamin)
Riski yg melihat Lika kemudian tak berkata apa-apa.