Koco berlari sembari kedua tangannya menarik celananya, ia menuju ke tempat Riski dan yg lain sedang berada, sontak semua orang menutup hidung, tapi Koco segera mengelak dia bilang kalau meski pun dia baru saja membuang air tapi tidak sebau itu sampai kalian semua menutup hidung.
sayangnya tidak ada yg menggubris apa yg dikatakan oleh Koco, mereka menutup hidung bukan karena bau taik dari pantat Koco tapi dari bau aroma yg keluar dari badan sosok besar tinggi berwarna hitam yg membuat Riski merasa badannya menggigil. benar, kalau sejak tadi Riski mencium bau yg wangi seperti kasturi, maka bau yg keluar dari badan mengerikan dari sosok pocong yg ganjil ini sangat busuk, lebih busuk dari bangkai mayat sembilan belas hari, bahkan Lika sampai mengalihkan pandangannya.
anehnya tak lama kemudian Koco baru mencium bau itu terlihat dari gestur wajahnya yg bingung. "cok, ambune opo iki? moso teko silitku?" (cok, bau apa ini? masa dari pantatku?) hal ini juga terjadi pada Andris, kecuali Riski, Lika, si pemuda asing dan tentu saja Puteri.
saat itu lah Riski baru saja menyadari kalau baik Koco atau Andris mereka tidak bisa melihat sosok mengerikan yg jauh berdiri diantara dua pohon yg sangat besar di depan mereka. di sini Riski melihat Puteri yg kemudian berjalan mendekat, gadis itu mendekati sosok itu.
Lika mendekati Riski yg disorot oleh yg lain, "mari ngene ewangono aku goleki mbak ku yo" (setelah ini bantu aku nyari mbak ku ya) Riski hanya mengangguk, saat itu riski masih belum mengerti sama sekali, tujuan dari pendakian ini karena nampaknya semua mulai kabur.
dari bisikan itu, Lika lalu menuju ke tempat Andris, dia mengatakan sesuatu kepada anak itu yg tak lama kemudian berbicara dengan Koco. Riski sempat melihat Koco menolak keras apa yg Andris katakan tapi kemudian wajahnya yg tegas tiba-tiba melunak saat Andris menjelaskan sesuatu setelah cukup lama mereka menunggu Puteri kembali, akhirnya yg ditunggu-tunggu datang, Puteri berjalan ke tempat Lika dan Riski lalu menjelaskan semuanya, dibalik sana lah jalan menuju ke tempat beliau, tapi..
semua orang diam, menunggu Puteri mengatakan..
"kabeh Pangukuk sing nang ndukur gunung, kepingin kembang laruk sing kene gowo, termasuk sing ngerabeni mbakmu" (semua penunggu yg di atas gunung, ingin mendapatkan kembang laruk yg kita bawa, termasuk yg menikahi kakakmu)
Puteri mengatakan itu dengan senyuman yg menakutkan.
"kabeh?" tanya Lika sedikit terkejut,
"iyo kabeh, jare.." Puteri melihat ke sosok yg hanya berdiri saja melihat mereka, "koen eroh lah sopo sing tak maksud"
wajah Lika yg sepenuhnya percaya diri tiba-tiba menjadi pucat, Riski tahu kalau ini diluar rencana Lika.
"mari ngelewati iku, koen bakal nemoni kampung sing tak maksud, munggah berarti kudu siap nerimo kabeh, tapi" (setelah melewati itu, kita akan melihat kampung yg ku maksud, naik berarti harus siap menerima semua, tapi) Puteri melihat pemuda yg dibelakang "akeh sing gak mbalik"
Lika mengangguk, dia sudah berjalan sejauh ini, mundur atau kembali tidak ada dalam kamusnya, dia pun segera menyanggupi yg disambut oleh sosok yg ada di tubuh Puteri dengan senyuman yg semakin sumringah, sedangkan Riski tiba-tiba merinding luar biasa.
Malam itu ditengah hujan yg turun, Andris dan Koco berdiri menjauh, sementara Puteri berjalan lebih dulu diikuti Lika dan Riski, sementara si pemuda berjalan terakhir, seperti yg Lika katakan, Andris dan Koco berhenti sampai di sini.
sedangkan empat yg lain melanjutkannya.
belum pernah rasanya Riski mencium aroma yg sebusuk ini saat dia berjalan mendekati sosok yg benar-benar luar biasa besar, konon Puteri memanggil sosok itu dengan Nyepuh, yg paling di tuakan, Puteri atau sosok yg di dalam puteri juga sempat menanyai Riski, apa yg dia ketahui-
tentang gunung dan semestanya?
Riski menjawab untuk mendaki dan melihat apa yg ada di bawah mereka sebagai ucap syukur, dan sosok yg ada di dalam tubuh Puteri tersenyum,
"pengetahuanmu soal gunung iki cilik yo le, nang gunung onok sing gak bakalan koen ngerti"
(pengetahuanmu tentang gunung ternyata kecil ya, di gunung ada sesuatu yg bahkan kamu tidak akan pernah mengerti)
mereka semua melewati jalan setapak yg diapit pohon tempat sosok pocong hitam yg berbau busuk itu berdiri, disekitarnya nyaris ratusan bahkan ribuan pocong-pocong lain mengawasi keberangkatan mereka, atau mungkin kepergian yg tidak akan menemui jalan pulang.
kalau pernah mendengar di pedalaman jauh di dalam alas, di atas tanah yg terus naik, fajar seharusnya tiba tapi di sini, saat kaki itu berpijak di atas bebatuan berlumpur dengan banyak sekali pohon dan semak belukar saat itu lah, Riski sadar, di tempat ini pagi tidak pernah ada.
udaranya begitu dingin nyaris menusuk tulang, sejauh mata memandang rumput setinggi mata kaki diinjak basah, banyak sekali akar pohon meliuk sepanjang perjalanan, suara gemerisik daun saat tertiup angin menambah atmosfer kalau Riski sudah berada di satu tempat yg lain..
Lika yg pertama bertanya, "nang ndi mbakku Ris?"
Riski tentu saja bingung, dia tahu Lika membawanya kesini untuk ini, untuk mencari kakaknya, tapi Riski benar-benar tidak tahu bagaimana cara menemukan kakak Lika yg wajah dewasanya saja belum pernah dia lihat, tapi sayup-sayup dari sela-sela pohon Riski melihat banyak sekali sosok manusia yg saling mengintip, saat Riski melihatnya wajah itu akan bersembunyi, saat Riski tidak melihatnya wajah itu mengintip, anehnya nampaknya hanya Riski yg tahu perihal ini semakin banyak pohon yg ada disekitar Riski, semakin banyak sekali wajah-wajah manusia, laki-laki, perempuan, nenek-nenek, anak-anak, mereka semua mengintip dan bersembunyi sembari melemparkan suara tertawa kecil yg membuat bulukuduk berdiri "Le, coba mok rasakno, coba mok amboni ambune arek iki.. koen kroso gak onok sing liane nang kene?" (nak, coba dirasakan, coba kamu cium aroma anak ini, kamu merasakan apa gak ada yg seperti dia di sini?) Puteri bertanya,
Riski menggelengkan kepalanya, dia tidak mencium apa pun.