Waktu terus berjalan, sampailah mereka pada titik hutan yg banyak ditumbuhi tanaman liar bersemak belukar, di atas sini, suhu udara semakin dingin dikarenakan hari juga mulai gelap, selain itu hujan juga tak kunjung reda, Riski menggigil sembari mengusap-usapkan tangan, Puteri kemudian memberitahu, beberapa menit lagi waktu SOROP akan segera dimulai..
Prio yg berada dibarisan paling belakang kemudian berjalan semakin cepat untuk menyusul yg lain, di sana di bawah pohon pinus, Prio kemudian menjelaskan permainannya,
“ojok onok siji sing wani-wani noleh nang mburi apa pun yang terjadi!! Sekali pun kowe krungu suara ne kancamu jalok tulung.. ojok direken, iling.. sampe aku ngomong aman, kowe kabeh kudu nuruti aku, nek igak..!! nek igak…” Prio sempat menelan ludah, “aku karo Lika ra jamin--kowe bakal iso mbalik dalam keadaan urip” (jangan ada satu pun orang yg berani-beraninya melihat kebelakang apa pun yang terjadi!! Sekali pun kalian mendengar suara temanmu sendiri minta tolong.. jangan diperdulikan, ingat.. sampai aku bilang aman!! Kalian semua harus menuruti-apa kataku, kalau tidak..!! kalau tidak..!! aku tidak bisa menjamin kalian bisa kembali dalam keadaan hidup-hidup)
Puteri, Andris, Koco dan Riski, semuanya kemudian mengangguk dalam kondisi saling melihat kepunggung masing-masing, Prio kemudian menjelaskan lebih lanjut, urutan pendakian ini dan tidak boleh dirubah posisinya, mereka semua harus saling menjaga satu sama lain, yg berada di depan adalah Andris dan Puteri, ditengah-tengah ada Riski dan Koco, sementara dibagian paling belakang ada Lika dan Prio. urutan ini tak boleh berubah sampai dipos keempat.
Mereka saling memberi botol minum yg tersisa, meneguknya sebelum wajah mereka melihat waktu SOROP yg pada akhirnya tiba. Mendadak angin dingin berhembus pelan menyapu badan mereka, tapi anegnya hembusan angin yg ini membuat degup jantung mereka berdetak semakin cepat, perasaan ini adalah seburuk-buruknya perasaan yang pernah Riski dan yang lain rasakan satu sama lain.
Dengan cepat, semua orang kemudian melangkah lebih cepat dan tegas dari sebelumnya, Riski hanya mendengar derap kaki teman-temannya saja, semua orang nampak ingin segera sampai ke pos keempat, Riski juga hanya bisa melihat punggung tiga orang yang ada dihadapannya, Riski terus tertuju pada punggung Puteri, Andris dan Koco, dia sama sekali tidak bisa melihat Lika dan Prio yg ada dibelakang, waktu itu kabut sudah mulai menyelimuti sela—sela pepohonan, Riski belum pernah merasakan kalau sekujur badannya saat ini kedinginan sekaligus ketakutan.
Beberapa kali juga Riski seperti melihat ada wajah-wajah manusia yg mengintip dari celah-celah pepohonan, mereka diselimuti oleh kabut yg tebal, bersama-sama mereka saling mengingatkan satu sama lain, “ra usah direken, lurus.. ndelok nang ngarep ae!!”
(tidak usah diperdulikan, lurus saja dan lihat kedepan!!) teriak Puteri, tapi sedikit demi sedikit, perasaan was-was dengan sosok-sosok yg memperhatikan mereka semakin kentara, mereka semakin menunjukkan eksistensinya, hujan mulai reda meski pun masih rintik-rintik, Riski mulai melepaskan penutup kepalanya, dia masih berjalan mengikuti punggung Koco yg ada dihadapannya, sebelum tiba-tiba saja dia mendengar dengan jelas suara jeritan Lika yg datang dari arah belakang, sontak hal ini membuat tubuh Riski berhenti bergerak. Riski mematung diam.
Melihat ada yg aneh pada tubuh Riski yg tiba-tiba diam, Lika cepat-cepat berkata “onok opooo!! Kowe ra usah noleh!! Ojok percoyo.. aku karo Prio gak popo…!!” (ada apaa!! Kamu gak usah berbalik!! Jangan percaya.. aku sama Prio baik-baik saja..!!)
setelah Lika mengatakan hal itu, tak lama kemudian terdengar suara tertawa yg seperti sedang menertawakan Riski..”Hihihihi…” suaranya seperti suara anak-anak kecil yg cekikikan, anehnya sepertinya hanya Riski yg bisa mendengarnya.
Lika kemudian bertanya, “kowe sempet mandek perkoro opo?” (kamu tadi sempat berhenti karena apa?)
Riski kemudian menjawab, “mau.. aku krungu koyok onok suaramu jerit, tak kiro awakmu jalok tolong” (tadi.. aku dengar kaya ada suaramu yg menjerit, ku kira kamu meminta tolong)
Lika kemudian berkata, “igak!! Aku gak jerit ket mau, tambah aku ra eroh nek onok suara, tapi aku paham awakmu pas sempet mandek pasti onok opo-opo, mangkane awakmu dideleh nang tengah”
Seketika Riski hanya bisa membatin, tipu muslihat sosok ini jauh lebih sulit dibandingkan Nyai yg menunjukkan wujudnya secara terang-terangan. Prio kemudian ikut berkata, “ojok sampe kowe ndelok Njaweh!! Percoyo karo aku, ojok kebujuk Ris karo demit siji iki”
(jangan sampai kamu terkena tipu dayanya!! Percaya sama aku, jangan sampai tertipu Ris dengan setan yang satu ini) Riski hanya bisa mengangguk setelah mendengarnya, bagaimana pun juga Riski bisa merasakan kalau sosok yg mereka bicarakan ini jauh lebih gelap dibandingkan Nyai.