Pagi harinya, Riski terbangun dengan kepala yg terasa sakit, ia tidak bisa membedakan lagi apakah semalam dia bermimpi ataukah hal itu memang terjadi. Entahlah, tapi mengenai pesan itu rasa-rasanya ada bagian di dalam hatinya yang juga ragu dengan pendakian ini.
niat hatinya selepas matahari sudah bergerak naik, ia akan pergi ke rumah Lika untuk mengatakan kalau dia tidak bisa ikut dalam pendakian ini. semoga saja perempuan itu mengerti.
Sewaktu Riski berjalan di lorong rumah, Riski berusaha menghindari kontak mata dengan lukisan penari dari bali tersebut tapi nampaknya hal itu sulit dilakukan karena meski pun Riski mengalihkan pandangan ia sempat melihat kearah bola mata wanita yg ada di dalam lukisan, wanita itu terlihat seperti sedang tersenyum kearahnya.
***
Riski sampai di rumah Lika saat matahari ada di atas kepala, ia memarkirkan motor Rc-100 keluaran tahun 95'nya itu di halaman depan di bawah pohon jambu, ia sempat mendongak kearah pintu rumah yg anehnya, Lika seperti tau akan kedatangannya. wanita itu tersenyum menungguinya.
Riski mendekat, dan wanita itu menyambutnya, "monggo mas" katanya lembut, Riski bingung, aneh sekali tubuhnya seperti menolak keras untuk mengatakan maksud kedatangannya, di atas meja juga tersaji teh yg sama seperti sebelumnya dan sekali lagi mbak Nuk melotot dari ruang seberang Lika mendorong Riski agar meneguk teh itu, setelahnya dia berkata sangat senang setelah Riski setuju mau ikut pendakian ini dan hari ini juga ada yg mau Lika tunjukkan kepada Riski alasan kenapa dia sampai hati melakukan ini, singkatnya, Lika mengajak Riski pergi ke rumah yg ada dibagian dalam tepatnya di sekitar area dapur, mbak Nuk sempat menghentikan mereka, ia berbicara, "ojok nun, nek bapak eroh sampean ambek aku iso diajar non" (jangan non, kalau bapak tau anda atau saya bisa dihajar non)
tapi Lika menanggapi mbak Nuk dengan senyuman yg membuat wanita paruh baya itu ketakutan dan menyingkir, maka mereka kembali berjalan, tangan Lika mengapit tangan Riski menuntunnya ke sebuah ruangan yg benar-benar terlihat gelap.
bahkan sinar matahari pun tidak bisa menyusup masuk, Lika menyalakan lampu petromaks yg ada di dinding kemudian membawanya sembari menunggu Riski agar mengikutinya.
masuklah mereka kesalah satu pintu berwarna hijau muda yg dipenuhi goresan aneh didepannya.
"mas Riski eroh yo nek ibu iku kembar?" (mas Riski tahu kan kalau ibu itu kembar?)
Riski mengangguk sambil menahan hidungnya yg tiba-tiba mencium aroma yg busuknya setengah mati sampai Riski merasa mual saat berada di dalam ruangan itu.
"biasane nek onok keturunan kembar, nduwe anak sing kembar sisan mas, mas Riski eroh ambek info iki?" (biasanya kalau ada keturunan yg kembar, punya anak yg kembar juga mas, mas Riski tahu kan mengenai info ini?)
Riski hanya diam sembari menahan hidungnya,rasanya dia pernah mendengar tentang hal ini, tapi apa hubungannya dengan ini semua.
Lika tersenyum dibalik pendar cahaya lampu minyak yg dia bawa, jujur tiba-tiba Riski merinding di depan anak ini, Lika menarik satu tangan Riski memintanya mendekat ke bagian dalam kamar, aroma busuk yg tidak bisa Riski jelaskan membuat rasanya ia ingin berlari pergi tapi tertahan saat Riski melihat seonggok kain putih yg menutupi sesuatu di dalamnya.
Riski terdiam sejenak dalam hening.
Lika kemudian menarik kain yg menutupinya, di sana Riski bisa melihat apa yg ada di dalamnya, rupanya sosok yg nyaris sama persis dengan Lika hanya saja kulitnya berwarna putih sangat-sangat pucat, bagian hidungnya ditutup oleh kapas, dan dia terbungkus dalam balutan kain kafan.
"si mbak pernah mati suri kaya mas Riski, dia sudah dilarang naik ke gunung karena beliau itu memiliki aroma seperti kembang laruk, tapi si mbak gak mendengarkan kami waktu itu, saat ini si mbak ditemukan dalam kondisi begini, sudah dilakukan apapun untuk mengembalikannya, -tapi tidak ada yg berhasil, sampai kami pernah mendengar kalau sukmanya masih tersesat di sana, si mbak ngambil sesuatu di sana masalahnya tidak ada dari kami yg bisa melihat dimana si mbak berada, cuma orang yg pernah mati suri yg bisa melihatnya, karena itu, -saya butuh mas Riski buat menunjukkan jalannya nanti)
Riski yg mendengar itu sontak berjalan mundur menjauh dari Lika, "Mati aku" katanya berujar lirih, sejujurnya Riski masih terlihat bingung, dia tidak tahu harus merespon seperti apa, tapi Lika nampaknya menunggu respon anak itu, "piye carane aku eroh mbakmu? aku loh gak ngerti opo-opo?" (gimana caranya aku bisa tahu dimana mbakmu? aku loh tidak tau apa-apa?)
"sing munggah engkok wong-wong sing bakal mbantu awak dewe mas, engkok onok aku sisan sing bakal ngancani kowe, aku gak bakalan nianggalno njenengan, mohon mas Riski purun mbantu keluarga kulo, sakken, ibu wes gak onok, bapak ben bengi nangis terus mas"
"sing nolong iki sopo ae, koen iku yakin tah iso selamet yo opo nek tambah kowe utowo aku ra iso muleh, ojok gawe dulinan perkoro ngene iki, aku wes sering ketemu" (yg nolong itu siapa aja, kamu itu yakin bisa selamat, gimana kalau menambah korban, kamu atau aku gak bisa pulang, jangan membuat hal ini jadi perkara sepele, aku sudah sering bertemu yg seperti ini)
Lika untuk sejenak terdiam, suasana di tempat itu terasa sangat hening hingga rasanya tempat itu seperti kedap suara, "ya sudah kalau mas Riski akhirnya ndak mau, saya gak maksa, monggo mas Riski pulang, ngomong-ngomong hati-hati kalau pulang, mas Riski gak tau kan apa saja yg--sudah masuk kedalam perut?)
Lika menyeringai memberi jalan Riski untuk pulang, tapi anehnya Riski seperti tidak bisa pergi dari tempat itu, ia tidak mau meninggalkan Lika di sini sendirian.
"monggo mas" Lika masih menyeringai memberi jalan.
Lika kemudian mendekat, menyentuh pipi Riski, ia berbisik "ndak papa, ndak papa, yg nemenin kita bukan orang-orang sembarangan, mereka siap nanggung resiko, setiap malam jasad si mbak jadi rebutan banyak sekali makhluk yg tidak akan saya ceritakan, jadi mohon maaf kalau pakai--cara begini ya mas?"
Riski mengangguk, ia seperti menurut apa saja kata perempuan ini.
mereka kemudian keluar dari ruangan itu, setelah meninggalkan ruangan itu Riski terhenyak melihat seorang pria tua yg mengenakan kaca mata, kulitnya sawo matang dan menatap Lika serta Riski dengan sorot mata yg tidak bisa ditebak, Riski menyadari mungkin beliau ini lah bapak Lika
awalnya dia kira orang ini akan menolong Riski tapi kemudian dia berkata kepada Lika, "kabeh sing mok butuhno wes tak siapno nduk, ati-ati bapak mung iso ndungokno kowe" (semua yg kamu butuhkan sudah kupersiapkan ya nak, hati-hati bapak hanya bisa mendoakan kalian)