Ferdi menghubungi abangnya. Pria itu merasa harus menceritakan apa yang ia rasakan kepada seseorang sebelum menjadi gila, pilihannya jatuh kepada Angga karena tidak mungkin ia bercerita kepada Zidan yang tidak tahu akar masalah sebenarnya. Hanya Angga yang tahu bagaimana hubungannya dan Bela.
"Kenapa lo manggil gue ke sini, Fer?" Angga menyodorkan segelas kopi, mereka bertemu di kafe dekat rumah Ferdi.
"Bela." Cukup satu kata mampu membuat Angga membelalak. Abangnya itu tahu persis apa yang membuat Ferdi menolak perempuan-perempuan yang dikenalkan ibu mereka, tentu karena mantan pacar yang amat disayangi Ferdi.
"Lo ketemu Bela?" Ferdi mengangguk.
"Kok bisa?" Kini Ferdi menatap abangnya frustrasi.
"Bukan bisa lagi, Bang. Gue bahkan akan setiap hari ketemu sama dia."
"Kok bisa?" Angga masih bertanya dengan pertanyaan yang sama.
"Dia sekretaris gue sekarang," jawab Ferdi lemah.
"Lo. Gila." Angga menggeleng-geleng. "Istri lo tahu?"
"Mala nggak tahu kalau Bela mantan gue. Dia udah tanya tapi gue terpaksa bohong." Ferdi mengacak-ngacak rambutnya. Angga jelas tahu kenapa Ferdi sefrustrasi ini. Namun, yang Angga tidak tahu adalah kenapa Ferdi mau memperkerjakan Bela sedangkan adiknya itu bisa saja menolak? Setahunya Ferdi amat selektif.
"Lo beneran gila. Gimana kalau sampek istri lo tahu?"
"Menurut lo, gue harus gimana?" tanya Ferdi pasrah.
"Kasih tahu istri lo."
"Gue udah telanjur bohong." Angga tidak bisa menjawab lagi. Dia menghempaskan punggungnya ke sofa. Pria itu menatap adiknya sambil menggeleng-geleng heran.
"Lo." Angga menjeda ucapannya. "Masih cinta sama Bela?" Tepat sasaran, Ferdi terusik dengan pertanyaan itu. Seandainya tidak, seharusnya Ferdi bisa dengan mudah dan lantang menjawab tidak. Namun, Ferdi tidak mampu menjawab. Diam-diam dia sadar masih ada rasa yang tertinggal, yang membuat ia kemarin menerima Bela walau dia bisa saja menolak karena perempuan itu punya alasan kuat untuk tidak diterima—punya anak kecil.
"Lo gila, Fer." Angga tahu diamnya Ferdi adalah jawaban iya, jelas terlihat dari kebingungannya.
"Lo udah punya istri! Lo harus inget itu. Sekali aja lo main-main sama Bela, lo nggak akan bisa keluar." Angga memperingati adiknya dengan serius dan tegas. "Bagaimanapun dia cuma masa lalu lo."
Entah kenapa Ferdi merasa tidak terima dengan kata masa lalu, dirinya, dan Bela.
"Kalau lo nggak bisa bersikap profesional di sini, maka pecat Bela, itu kalau nggak mau rumah tangga lo berantakan. Minta maaf ke istri lo karena udah bohong. Seenggaknya, lo bisa bilang cuma takut aja dia marah kalau tahu soal Bela." Angga hendak berdiri dari duduknya, tetapi terhenti karena sebuah pertanyaan keluar dari mulut Ferdi.
"Apa lo pikir rumah tangga gue bakal baik-baik aja meski gue pecat Bela sekalipun? Kalau ternyata di hati gue masih ada dia?"
Rahang Angga mengatup kuat-kuat. "Sini lo ikut gue." Dia menarik Ferdi keluar, orang-orang melihat mereka heran, kasak-kusuk mulai memenuhi kafe. Angga mendorong Ferdi ke jalanan, tidak peduli dilihat orang lain.
"Lo jangan jadi bajingan, Fer. Yang mau nikah sama Mala sejak awal adalah lo. Lo harus tanggung jawab! Lo pikir pernikahan cuma main-main?" bentak Angga, pria itu menampar Ferdi sekali, menyadarkan Ferdi yang bahkan bergeming meski ditampar. Adiknya benar-benar butuh dipukul supaya sadar.
"Terus lo pikir gue harus apa?" Ferdi berteriak frustrasi. "Mau meneruskan rumah tangga tanpa kebayang-bayang Bela juga susah, Bang!"
"Apa rumah tangga gue bakal baik-baik aja nantinya saat gue menjalaninya dengan masih mencintai perempuan lain?"
"Cinta?" tanya Angga sinis. "Lo harus sadar, dia pergi ninggalin lo karena mau nikah sama cowok lain. Jelas-jelas sejak awal Bela emang berniat ninggalin lo karena nggak tahan sama ketidakpastian lo. Cinta kalian udah selesai di situ, Ferdi! Lo harus sadar."
"Itu salah gue! Gue yang salah, gue nggak buru-buru ngasih Bela kejelasan." Ferdi masih bersikukuh dengan pendapatnya. Ia merasa benar, dia tidak merasa salah sama sekali masih mencintai Bela. Terlebih ia berpikir perempuan itu telah berkorban begitu banyak untuknya.
"Sadar, bangsat! Bisa-bisanya lo ngomong begitu di saat ada perempuan yang nunggu lo di rumah."
Mala. Ferdi teringat Mala. Senyum gadis itu, wajah merah merona yang membuat Ferdi berdebar, dan tentu malam-malam yang sudah mereka habiskan. Ferdi menyayangi Mala, ia amat sayang dengan istrinya. Namun, dia juga ingin merengkuh Bela, menghilangkan kesedihan perempuan itu.
Bagaimana bisa dia mencintai dua orang dalam satu waktu? Ferdi berteriak frustrasi dan menendang angin.
--
Ferdi sampai di depan rumahnya. Magrib sudah berlalu setengah jam yang lalu, tetapi tangannya seolah berat membuka pintu dan masuk ke dalam rumah di mana istrinya berada. Hatinya yang gamang membuat Ferdi ingin menghilang dan menyendiri.
Pintu terbuka, Ferdi terkejut melihat Mala membuka pintu.
"Mas Ferdi? Kok nggak masuk?"
"Baru aja sampek kok." Ferdi berusaha memperlihatkan senyumnya. Mala, istrinya, tersenyum dan mengambil tangannya untuk dicium. Lalu mengambil tas Ferdi dan menggandeng pria itu masuk ke dalam rumah.
"Mas udah solat? "
"Ya Allah. Belum." Ferdi menepuk jidatnya lalu berlari ke kamar. Mala menggeleng-geleng, ikut masuk ke kamar dan menaruh tas Ferdi ke tempatnya. Ia juga menaruh baju kotor yang Ferdi buka begitu saja di atas ranjang mereka ke keranjang baju kotor.
"Mala, tolong handuk dong," teriak Ferdi dari dalam kamar mandi membuat Mala terkikik geli. Mala memberikan handuk pada Ferdi, pria itu dengan gamblangnya membuka pintu kamar mandi dan memperlihatkan tubuh telanjangnya.
"Ya Allah, Mas Ferdi!" Mala memekik.
"Apa sih, Mala? Kan, kamu udah pernah lihat." Ferdi terkekeh kecil.
Mala membalikkan tubuhnya. "Tapi, kan, malu." Ferdi semakin usil menggoda istrinya. Dia berjalan dan mendekat ke arah Mala, memeluk perempuan itu dari belakang.
"Mas jangan macem-macem ya. Buruan solat, keburu isya!" Ferdi terkekeh dan masuk lagi ke kamar mandi untuk mengambil wudu. Mala berusaha menetralkan detak jantungnya dan menyiapkan peralatan salat Ferdi. Saat Ferdi keluar dari kamar mandi, ia melihat Mala sedang mempersiapkan peralatan salatnya. Seketika hatinya merasa dipukul telak, Mala sebaik ini, kenapa dia masih harus memberikan ruang untuk perempuan lain?
Mala berbalik dan tersenyum manis pada Ferdi. "Solat dulu, Mas. Aku tunggu di bawah buat makan malem bareng. Tadi aku masak opor."
Kalau bisa, gue maunya juga cuma sayang sama istri. Nggak ada yang lain. Maaf, Mala, Mas mengkhianati janji pernikahan kita.
___
Menurut kalian selingkuh itu seperti apa sih? Yang kontak fisik dan menjalin hubungan serius, atau hati yang mendua juga termasuk?
Selamat membaca dan semoga Jumatmu menyenangkan, sebentar lagi Minggu :)
24 Juni 2022/6.42 AM
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Is Not Easy, But Sometimes Funny (Completed)
عاطفيةMala akan menghadapi mantan kekasih dari sang suami yang berkata ingin menjadi istri kedua. Ferdi pernah patah hati sebelum bertemu Mala, dia melajang selama lima tahun setelah ditinggalkan kekasihnya karena belum bisa memberikan kepastian tentang h...