Perlahan

4.2K 400 10
                                    


Alia diam-diam melirik Kale yang memperhatikanya makan lahap. Ia sedikit risih, apalagi Kale terang-terangan tanpa malu sedikitpun.

"Jangan lihatin aku makan !" ujar Alia sebal dan Kale justru terkekeh lalu memakan kentang goreng.

Tiba-tiba Alia mendapat pencerahan, mungkin sedikit tanya jawab dengan Kale tidak masalah. Kalau pada akhirnya Kale mengakui soal perasaan sukanya pada Karin, Alia tinggal memberikan sedikit wejangan soal merelakan. Padahal dirinya sendiri juga belum bisa, payah.

"Ehm...kamu dulu satu sekolah sama Karin ya ?" basa-basi Alia dengan penuh pura-pura lalu meraih minum.

Kale mengangguk "satu kelas."

Alia menganggukkan kepala "pasti dia ceriwis ya ?" tanya Alia coba memancing.

Kale mengedikkan bahu "aku nggak terlalu memperhatikan. Mungkin iya."

"Kamu kan temen sekelas, masa bisa nggak tau !" Alia justru tidak sadar mengegas.

Kale berdecak, entah antara sebal atau tidak peduli "harus gitu ?"

Alia cemberut seketika. Sepertinya lebih sulit untuk menggali informasi dari Kale. Lelaki itu asyik tapi pada satu waktu juga menjengkelkan.

"Kamu siapanya Karin ?" tanya Kale tiba-tiba.

"Sepupu."

Sudah, Kale lalu mengangguk. Ponsel berdering, tertera nama Karin dilayar. Alia segera mengangkatnya.

"Mikk, kamu dimana ? Aku udah selesai nih." dari suaranya Alia bisa mengetahui bahwa Karin berbicara dengan menahan nada suara bahagianya.

Alia melirik aroljinya, ternyata ia sudah menghabiskan waktu cukup lama dengan duduk berhadapan dengan Kale, tanpa sadar juga makananya sudah tandas, dan minumanya tersisa sedikit.

Alia lalu menyebutkan nama tempatnya makan sekarang lalu menutup telepon. Kale sendiri bersandar dikursi dengan melipat tangan didada, dan menatap Alia intens. Kemudian sukses membuat Alia tersipu, damn.

"Karin udah mau kesini, kamu juga udah mau pulang kan ?" tanya Alia mencoba mengalihkan.

Kale mengangguk kecil "kalian naik apa kesini tadi ?"

"Oh, kami naik taksi online."

Tiba-tiba ponsel kembali berdering dan nama Karin tertera dilayar. Alia mengerutkan dahi. Matanya lalu menoleh ke arah pintu masuk gerai, tapi tidak mendapati sosok sepupunya itu.

"Halo, kamu dimana ? Aku kok nggak lihat ?"

Terdegar grasak-grusuk sampai akhirnya Karin mengeluarkan suara "maaf Mika, aku balik sama Bang Dimas. "

Alia melotot, apa tadi ? Jadi dia ditinggal ?

"Aku tunggu kamu di pos satpam depan ya ? Daddahh..."

"Sepupu laknat !" maki Alia tanpa bisa dicegah. Ia paling benci saat sudah membantu justru berakhir yang dibantu tidak tahu diri.

"Dia ninggalin kamu ya ?" tanya Kale tanpa rasa bersalah.

Alia mendegus "Demi apa, aku benci banget diginiin. Mending aku pulang ke rumah." Alia segera bangkit "btw makasih traktiranya ya, aku mau langsung pulang."

Tanpa aba-aba Alia segera berjalan pergi. Berjalan menuju lobby sambil mengotak-atik ponsel untuk memesan taksi online. Dan keberuntungan sedang tidak memihak. Apalagi sekarang ia tidak membawa uang, rasanya ingin menangis. Alia berjongkok dan meratapi nasibnya.

Karin dengan seenaknya meninggalkanya. Lihat saja, besok ia akan mendiamkan gadis itu. Dendam memang tidak bagus, tapi sesekali memberi pelajaran tidak apa-apa.

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang