Pesan

752 95 13
                                    

Alia menikmati segelas es susu rasa coklat. Kali ini ia mendapat traktiran dari Gavin. Tidak tahu juga, mungkin ini pemberian gratis dari teman Gavin, mengingat kedai susu -yang disinggahinya- ini milik temannya.

Ada menu makanan juga dan tentu saja dengan campuran susu.

Selain es susu coklat, Alia disuguhi macaroni schotel, puding, dan risoles. Dan rasanya tidak mengecewakan sama sekali, mungkin lain waktu ia akan mengajak Kale atau Karin.

Tiba-tiba notifikasi dari ponsel 'Mikayla' berbunyi. Ada SMS masuk, ada pulsa masuk sebesar seratus ribu.

Alia terkejut, kalau salah nomor sepertinya tidak mungkin. Apalagi seratus ribu terbilang besar. Alia melirik Gavin yang sedang duduk didekat meja kasir. Lelaki itu sedang berbicara dengan temannya, jadi tidak mungkin ia yang mengirimi kan ?

Satu pesan lagi masuk.

Hai.

Jangan bingung, ini aku.

Panggil aku D.

Alia membelakkan mata. Keajaiban apa ini ? Ia memang sedang penasaran kemana perginya si pengirim barang dan tiba-tiba sore ini sosok itu mengiriminya pesan.

Seolah mengerti kebingungan Alia, D kembali mengirim pesan.

I'm fine.

Kamu nggak perlu khawatir.

Sekarang kita bisa, ngobrol. Keinginanmu tercapai.


Membaca pesan ini membuat Alia merasa lega. Dia baik-baik saja.

Hai.

Emm, makasih buat semua yang kamu kasih.

Akhirnya aku bisa bilang makasih :D

D jangan kirim barang apapun lagi ya ? Udah cukup banyak yang kamu kasih.

Akhirnya Alia tahu polanya. D mengiriminya pulsa agar ia dan dia bisa berbalas pesan. Pengertian sekali, sepertinya ia tahu bahwa didalam ponsel 'Mikayla' ini memang tidak pernah diisi pulsa dan tiap SMS hanya dari operator saja.

Bukan apa-apa.

Aku ngasih untuk orang yang aku sayang.

Aku berharap, suatu hari nanti kamu bisa bales perasaanku.





...




Arya melempar ponselnya karena kalah, setelah bermain game setengah jam.

"Dav." panggil Arya.

Dava yang sedang sibuk dengan ponselnya terlihat terkejut kemudian mematikan ponselnya dan diletakkan tersembunyi, jauh dari jangkaun Arya.

"Curiga aku." ucap Arya sambil memicingkan mata.

Dava segera mendegus "apaan sih !"

"Kamu lagi deket cewek ya ?" tanya Arya penasaran. Pasalnya Dava terbilang susah berdekatan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Tapi, akhir-akhir ini gelagatnya berbeda. Seperti sering tersenyum saat aktif dengan ponselnya.

"Kepo." balas Dava lalu bangkit dari posisi duduknya diatas kasur lalu keluar kamar.

Arya yang duduk diatas sofa dekat ranjang ikut bangkit dan mengikuti.

Kalau bukan karena Arya datang tanpa permisi ke dalam kamarnya ia pasti masih tidur nyenyak atau...asyik dengan -aktivitasnya-.

Keluar Kamar dengan membawa ponselnya yang disimpan didalam saku celana -untuk mengamankan kalau Arya nekat mebongkar isi ponselnya- karena cukup berbahaya apalagi Arya yang dalam mode ingin tahu tingkat tinggi.

"Dav jawab elah !" ucap Arya kesal sambil menyusul Dava menuju belakang rumah.

Dibelakang rumah ada tempat favorit Dava, dibuat papanya khusus karena Dava suka memahat.

Ruangan itu terbuka dan dihadapkan tanaman merambat juga bunga-bunga koleksi mama Dava, juga gemericik air dari kolam ikan. Suasana yang memanjakan mata dan telinga, pun dengan suasana yang nyaman.

"Dav !" seru Arya sebal. Tapi, tetap mengikuti sobatnya.

Dava duduk dan memperhatikan satu karyanya yang belum lama ini selesai. Bukan patung, kali ini ia melukis.

Dimata Arya mungkin terlihat abstrak, tapi untuk Dava lukisan itu memiliki arti tersendiri, meski tersembunyi.

"Sumpah deh Ya', ribet amat patah hati doang." sahut Dava karena kesal direcoki beberapa hari terakhir dan mendegar curhatan yang sama. Padahal Arya termasuk lelaki sangar, meskipun dalam beberapa kesempatan ketika dengan orang yang berbeda ia akan jadi selengean.

"Tau ah !" kesal Arya lalu megambil satu batang rokok yang memang ada diatas meja tidak jauh darinya.

Arya menjauh, memilih duduk bersila didekat kolam ikan sambil menyesap rokoknya.

Tiba-tiba Dava ikut bergabung, juga membawa sebatang rokok yang sudah disulut.

"Ngambekan." sindir Dava.

Arya mengedikkan bahu "kenapa rasanya sakit ya waktu ditolak ? Apa karma karena aku sering nolak ?" monolognya.

Dava tiba-tiba menjitak Arya "sok ganteng !"

"Emang ganteng." sahut Arya tidak terima "Dav, mana aku pernah bilang papanya Mika lagi kalo aku mau serius. Entar kalo dia sama cowok lain dikira aku ingkar janji gimana ?

Dava memutar bola matanya "emang kamu sepenting itu ya ?"

Arya mengedikkan bahu "katanya boleh berusaha, tapi usaha aja belum tentu berhasil."

Dava tertawa tertahan, blak-blakan sekali sohibnya ini. Melihat Arya yang menundukkan kepala Dava segera mendatarkan wajahnya.

"Yaudah sih Ya', cewek bukan si Mika doang." balas Dava kemudian dengan cuek lalu menyesap rokoknya dalam-dalam.

"Dia malah jodohin aku sama Karin." ucap Arya lagi.

"Terus ?"

Arya berdecak "ya gak bisalahh, enggak suka sama Karin."

Giliran Dava yang berdecak "enggak sadar-sadar juga kamu ? Karin sebenernya suka sama kamu."

Arya menoleh "enggak ah !"

"Enggak salah !" balas Dava "kelihatan banget, kamunya yang buta."

Arya diam-diam jadi mengingat interaksinya dengan Karin. Mereka memang dekat, tapi tidak sampai tahap saling suka. Itu hanya opini orang lain, Arya mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

"Si Erik nanyain Karin tuh kemarin. Mau pdkt katanya." ucap Dava tiba-tiba.

Arya melotot "ngajak gelut dia ? Udah punya cewek mau deketin Karin ?!"

Dava diam-diam tersenyum, jika Arya bisa dengan mudah dipengaruhi maka semua akan cepat berlalu.

...

Udah ada skenario buat endingnya, cuma kenapa merancang cerita buat sampai ke ending itu begitu syulitt~

Oh iya, komen kalian itu menginspirasi aku 😂

Ada yang bilang kalo mungkin aja Dava sebenernya suka sama 'Mika' atau Alia yang kelihatan murahan.

Spekulasi kalian bikin aku mikir-mikir dan berakhir nulis-hapus-nulis-hapus wkwkwkkw

Makasiihhh buat yang udah follow akun ini 🤗

Makasihhhh buat yang udah vote dan komen 😍

...

280123

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang