Kembali

369 31 5
                                    

Ting-tong !

Ting-tong !

Ting-tong !

Suara berisik bel rumah membuat seorang perempuan yang tengah tidur terusik.

Perlahan diusap wajahnya guna menghilangkan kantuk. Lalu matanya sedikit demi sedikit membuka.

Ditatap langit-langit dengan lamat-lamat kemudian mendudukkan diri.

Kembali.

Satu kata itu langsung muncul dikepalanya begitu menyadari dimana ia saat ini.



...




Alia terduduk lesu disofa ruang tamu setelah membuka pintu.

Kaivan -sepupunya- datang dari dapur, membawa secangkir kopi ditangan kiri dan setangkup roti isi selai ditangan kanan. Lelaki itu dengan senang hati melayani dirinya sendiri.

"Beli sarapan gih." ucap Kaivan sambil mendudukkan diri disamping Alia.

Lelaki itu baru kembali dari Amerika dan langsun menuju rumah pamannya. Apesnya, harus menunggu didepan rumah selama satu jam padahal ia sudah lelah dan lapar.

"Pesen online aja." sahut Alia.

Pikirannya masih melalang buana. Ia tidak habis pikir akan secepat ini disadarkan. Padahal rasanya semua sudah sangat nyata.

Ia pernah membayangkan saat kembali nanti ia sudah berpamitan pada keluarga dan teman-teman 'Mikayla' lalu melambaikan tangan, membuka pintu dan lalu kembali.

Seperti film monster inc.

"Kenapa mukamu gitu, nggak suka aku disini ?" tanya Kaivan.

Alia menoleh pada sepupunya. Mengedikkan bahu "efek bangun kesiangan."

Alasan.

Tapi, yang dipikirkan Alia adalah perbedaan waktu yang signifikan. Ia menghabiskan beberapa bulan didunia novel tapi disini hanya beberapa jam.

"Kamu enggak istirahat malah ngopi." ujar Alia melihat sepupunya menyeruput kopi panas buatannya sendiri.

"Aku mau ketemu temen." sahut Kaivan.




...






Keesokan harinya Alia pergi ke kampus.

Rasanya sedikit aneh, apalagi ini adalah hari setelah ia memergoki Juna jalan ke bioskop. Padahal ia merasa sudah melalui hari begitu jauh.

Tapi dengan begitu ia jadi tidak menampakkan wajah sedih. Ia jadi merasa biasa saja bila teringat lelaki itu.

"Al !" seru seseorang dari area kantin kampus.

Alia tidak mengira akan secepat ini bertemu Juna dan Dara. Juga dua teman Juna.

Area kantin memang berdekatan dengan parkir sepeda motor. Masalahnya, kantin ini dekat dengan fakultasnya tapi, -jauh- dari fakultas Juna.

Alia tidak heran lagi. Sudah tahu. Tapi, ia tetap berjalan menghampiri mereka.

"Hei." sapa Alia riang.

Juna menarik Alia untuk duduk disampingnya. Diam-diam Alia mendegus.

"Kemarin kemana ? Enggak masuk, aku chat sama telpon juga enggak bisa."

"Posesif amat Jun." cletuk salah satu temannya yang Alia kenal bernama Fero. Lelaki itu duduk disamping Dara yang bersebrangan dengan Juna. Dan sekarang Alia duduk diberhadapan dengan lelaki itu.

"Enggak kemana-mana." jawab Alia seadanya.

"Aku khawatir." ujar Juna.

Gaje, batin Alia. Matanya lalu melirik pergelangan tangan Juna dan Dara yang ada diatas meja. Hanya gelang tali biasa, tapi mana ada sih yang kebetulan gitu. Mana gantungannya separuh hati lagi. Udah ketahuan.

Alia yang baru duduk langsung berdiri. Dan semua langsung heran.

"Mau kemana ?" tanya Juna.

"Tadi aku lihat ada sesuatu yang jatuh,  sekarang aku sadar tadi itu apa." jawab Alia serius.

"Apaan tuh ?" tanya Bimo.

"Otak ! Soalnya ada yang ngomong tapi gak pake mikir !"

"Chuaks !" sahut Bimo dan Fero refleks bersamaan lalu terawa begitupun Alia.

"Gelangnya bagus tuh. Kok bisa samaan ?" ujar Alia lagi.

Yang lain ikut melirik ke pergelangan tangan keduanya.

"Wih iya, mana kalo digabung jadi lope-lope." sahut Bimo memancing.

"Ini kebetulan aja !" tandas Juna cepat.

Dara mengangguk, dia tampak lebih tenang dibanding Juna "aku beli di olshop. Emang couple yang satu buat pacarku."

Alia mendegus. Matanya kemudian melirik Bimo, lelaki dengan kacamata itu juga balik menatapnya.

"Tau slogannya partai D gak sih Bim ?" pancing Alia.

Bimo tertawa "Lanjutkan !"

Alia juga tertawa, tapi hanya kamuflase. Ia sudah jengkel tingkat tinggi dengan dua manusia ini.

"Kamu ada apa sih Al ? Aneh gini." ujar Juna sambil menarik Alia agar kmembali duduk. Tapi, Alia menolaknya.

"Jun, jangan kamu pikir aku diem aja terus aku enggak tau apa-apa. Aku bukan keset yang bisa 'welcome' kapan aja !" ucap Alia sambil menatap Juna tajam.

Juna langsung menyadari, bahwa Alia pasti marah karena sudah tahu.

"Al, aku jelasin dulu..."

Alia berdecak "basi !"

"Ayo ke kantor polisi !" seru Bimo sambil bangkit dari duduk.

Fero bingung "buat apasih ?"

"Buat laporan kasus pemalsuan..." Bimo menjedanya lalu melanjutkan "harapan, janji, dan sebagainya..."

Itu sindiran.

Fero baru sadar kemudian "kamu ada yang lain Jun ? Kabangetan !" lelaki itu ikut bangkit.

"Enggak gitu !" sahut Juna cepat.

Alia sendiri segera bergegas pergi. Biar orang-orang yang menonton menerka-nerka apa yang terjadi.

Meski masih pagi, hari ini kantin sudah lumayan ramai.

"Dar cukup matamu aja yang minus, tapi tingkah sama akhlak jangan ikutan minus." Sindir Bimo pada perempuan berkaca mata itu.

Fero menatap Juna dan Dara bergantian. Ia baru paham sekarang.

Semua tahu, Juna begitu berkoar-kora soal Alia. Lelaki itu katanya sudah berkomitmen dengan Alia.

Tapi, Dara yang -Fero yakini- tahu soal itu entah kenapa bisa bersikap 'bodoo amat' dan dengan senang hati menerima Juna. Dasar. Padahal sesama perempuan.

Sementara itu Bimo mengejar Alia. Dengan sok akrab merangkul bahunya.

Dan Alia jadi teringat sosok Arya.




...

Gatau lagi :(

...


290823

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang