Liar Angin

3.6K 120 1
                                    

Feby Putri – Liar Angin


Sudah hampir satu jam Ellina terbaring di brankar dan Arsa hanya bisa menatapnya, membingkai wajah teduh perempuan itu dengan tangan yang ia tautkan pada telapak tangan lembut Ellinanya.

Ia baru saja kembali dari ruangan dokter. Satu jam yang lalu, saat Ellina pingsan di pemakaman, Arsa membawanya ke rumah sakit. Dan ternyata dokter yang menangani Ellina adalah dokter yang biasa Ellina konsul.

Sungguh Arsa begitu panik saat melihat darah mengalir di sepanjang kaki Ellina. Dan dokter mengatakan kehamilan Ellina rentan bahkan sejak awal masa kehamilannya. Karena capek, stress, juga mentalnya yang tidak stabil. Mungkin karena itulah ia mengalami pendarahan ringan.

Arsa masih terus memandanginya sampai mata yang selalu ia sukai itu mengerjap menyesuaikan dengan cahaya ruangan. Lalu ia melirik ke sana sini hingga mata coklatnya bertubrukan dengan netra abu Arsa. Pun Arsa menyunggingkan senyum untuknya.

"Nenek" Gumamnya. Mungkin ia kembali teringat dengan neneknya yang beberapa jam lalu dikebumikan.

Tangan Arsa terulur mengelus kepalanya lembut "Tenanglah dan jangan banyak pikiran untuk sementara" Ucap Arsa namun tetap membiarkan Ellina menangis beberapa hingga saat.

"Dari pagi kamu belum makan kan? Mau makan apa, akan ku belikan hm" Tanyanya. Sejenak Ellina menatap lekat laki-laki di sampingnya. Jika sedang bersikap lembut seperti ini, ia merasa seakan-akan Arsanya telah kembali. Arsa yang hanya bersikap lembut dan tersenyum untuknya. Seperti dulu.

"Aku belum ingin makan" Jawabnya parau.

"Bagaimana mungkin ini sud–" Arsa langsung melayangkan sanggahan.

"Nanti, sebentar lagi" Potong Ellina, akhirnya Arsa hanya menghela nafas. Kemudian mereka kembali saling terdiam. Sampai setelah beberapa saat Arsa kembali mengeluarkan suaranya.

"Ellina" Panggilnya lembut. "Aku ingin bicara, tapi aku mau kamu diam selama aku bicara sampai aku selesai" Pintanya dan Ellina hanya diam tak memperhatikannya dan Arsa anggap itu jawaban persetujuan Ellina

Arsa menundukkan kepala menatap lantai, tidak bisa jika ia bicara bersitatap dengan Ellina.

"Aku sudah menjadi pria paling bodoh sampai tidak tahu dengan dampak dari perbuatanku padamu, aku bahkan meninggalkanmu sendiri melewati semua. Jika harus ku katakan, aku membenci ibumu, aku sangat membencinya. Aku juga membenci dengan semua yang berhubungan dengannya. Ada banyak hal yang aku dan bunda alami ketika itu, ada banyak hal menyakitkan yang aku alami di saat aku masihlah seorang bocah kecil. Mungkin memang tidak semua karena ibu mu, tapi tak bisa dipungkiri bahwa ibumu adalah awal dari segala hal itu. Begitu pun dengan bunda, dia sama kesakitannya karena apa yang terjadi di saat itu, karena rasa benci itulah , karena amarah ku itulah, aku melepas mu saat itu"

Arsa diam sejenak

"Jika kau bertanya apakah aku masih mencintaimu? Tanpa ragu akan ku jawab ya!. Tapi seperti seolah ada dinding yang begitu tebal yang sulit untuk kutembus. Kebencianku" Ucapnya masih dengan menunduk.

"Namun, seandainya kamu bilang. Seandainya kamu bilang bahwa bagian dari diriku yang telah hadir dalam dirimu, aku akan melakukan apa pun untuk kita tetap bersama" Lanjutnya parau. Kemudian terdiam.

Sakit sekali, kenapa Ellina merasa Arsa mengatakan itu hanya demi anaknya bukan karena dirinya. Ia kembali juga karena ia mengandung anaknya. Apakah jika seandainya dirinya tidak hamil, Arsa tidak akan pernah kembali?

Love That Kills (Completed)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang