12.

340 83 3
                                    

"Lo liat apaan tadi?" Tanya Yuna kembali kini sedikit mendorong tubuh Doyoung yg langsung terhuyung.

"Lo liat apa yg gua liat kan?" Timpal Jeongwoo.

"Lo mah masih mending liat dia lari! Lah gue liat dia senyum! Senyum! Lebar banget!" Tegas Doyoung menekan kata-katanya.

"Eh! Bentar deh, Junghwan waktu itu juga pernah liat bayangan hitam ngintip gitu kan?! Kita kira itu lo sama Haruto" ujar Yuna.

"Iya bener!" Dengan cepat Doyoung mengangguk.

"Pas kita ikutin, dia malah nemu ruangan rahasia itu kan?! Gimana kalo kita ikutin?!" Ujar Yuna memberi saran.

"Lah gila! Tuh setan nyeremin malah mau di temuin, lo bosen sama dua cogan di sebelah lo ini?" Ujar Jeongwoo dengan tengilnya.

Yuna pun mencomot mulut Jeongwoo yg tidak berakhlak, sementara Doyoung menganggukan kepalanya setiap kali kedua temannya berdebat.

"Banyak bacot Jeongwoo! Udah ayo jalan!" Geram Yuna.

"Hah! Hah! Kaki gue mati rasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hah! Hah! Kaki gue mati rasa.. Rasanya darah berhenti mengalir ke kaki gue!" Ujar Junghwan dengan nafas yg memburu.

"Hah! Hah! Mereka membunuh dengan cara menghisap, sebisa mungkin jangan bersentuhan langsung saat melawan" ujar Haruto.

"Masalahnya kita gak punya senjata!" Junghwan mengusap wajahnya lelah.

H

aruto pun seperti orang kalap, ia memukul lantai di sekitarnya dengan keras dan tangan kosong. Tak peduli dengan darah yg kini mengalir di tangannya, ia terus memukul dan mencongkel dengan susah payah dengan jari jemarinya secara langsung.

"Heh! Lo ngapain sih to?" Panik Junghwan.

"Jangan banyak bacot! Mending lo bantuin gue buat ngelepas ni lantai" ujar Haruto sambil terus mencoba melepaskan lantai rumah.

Junghwan ikut melepaskan lantai tersebut ketika sudah terlihat celah yg menganga oleh Haruto, dengan sekuat tenaga Junghwan melepaskan lantai keramik yg menempel dengan semen selama bertahun-tahun itu dengan susah payah bersama Haruto.

Haruto segera meraup asal tanah di bawahnya dengan tangan penuh luka, membuat Junghwan meringis melihatnya.

"To! Biar gue aja, tangan lo udah luka berat kaya gitu".

Haruto memberikan ruang untuk temannya, ia melepaskan kaos yg membalut tubuhnya untuk menjadi wadah tanah tersebut.

"Ini bisa jadi senjata kita sementara!" Seru Haruto.

Junghwan memandangnya bingung dengan sebelah halis yg terangkat.

"Temen gue yg penakut udah jadi pemberani sekarang" ujar Junghwan bangga.

"Siapa bilang?! Gue udah hampir ngompol berkali-kali,  gue juga udah nangis berkali-kali sampe air mata gue kering berkali-kali juga" ujar Haruto menahan getaran pada kakinya.

Junghwan terlihat menahan tawanya yg hampir pecah saat itu juga.

"Tuh kan! Apa gue bilang" kepalan tangannya memukul telapak tangannya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tuh kan! Apa gue bilang" kepalan tangannya memukul telapak tangannya sendiri.

Mereka bertiga melangkah turun dengan pelan menuruni tangga, tak lupa untuk menghindari salah satu anak tangga yg menjebak hingga membuat kaki Yuna terluka.

"Gila!! Semua tabungnya kosong" ujar Jeongwoo.

Matanya membelalak melihat semua tabung yg kini kosong tanpa ada kerusakan.

"Gimana cara monster itu keluar dari tabung ini tanpa memecahkannya?" Doyoung menggaruk pelipisnya.

"Astaga Doy! Gue kan udah bilang.. Pasti ada orang yg bisa mengendalikan mereka, orang itu juga pasti yg ngeluarin mereka dari tabung kloning ini" ujar Yuna agak gemas.

Mereka bertiga mulai mencari cara membunuh monster buatan itu bersama tanpa menyadari seseorang tengah berdiri di belakang mereka menggunakan jubah hitam hingga menutupi wajahnya sambil tersenyum menyeringai.

Rumah NenekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang