11

1.1K 119 4
                                        

Tik... Tik... Tik...

Walaupun rintikan hujan semakin deras di setiap menit, tentu tidak membuat semangat seorang pedagang hancur begitu saja.

Tanpa peringatan, ataupun perintah, kedua tangan Luffy dengan rakus mengambil beberapa kue jahe yang masih hangat dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Law yang bahkan belum menghabiskan setengah dari kue jahenya hanya menatap terkejut.

Nenek penjual kue jahe hanya tertawa kecil saat melihat Luffy yang memakan dengan lahap. Ia mengeluarkan kue jahe dari dalam oven dan memindahkannya ke dalam piring.

"Apa kau mau lagi, anak muda?" Nenek tersenyum lebar saat bertanya kepada Law.

Law yang berhasil menghabiskan satu kue jahe itu hanya menggeleng dengan senyum kikuk. "Satu cukup untukku," jawabnya. "Terima kasih atas kue jahenya. Tetapi apa aku bisa membayarnya dengan kartu kredit?"

Luffy dengan polos mengambil sisa kue jahe dari piring Law yang tidak lagi tersentuh. "Kau tidak mau lagi, kan?" Tanya nya.

"Ambil saja!"

Luffy menyengir senang. Sebagian kue jahe yang belum terkunyah dengan sempurna terlihat di mulutnya saat ia menyengir. Membuat kesan jijik dari Law yang kemudian hanya di jawab dengan dengusan.

"Jangan khawatir," Nenek itu tersenyum senang sambil meletakkan kopi hitam pesanan Law di meja. "Tentu saja kau bisa membayarnya dengan kartu kredit."

Law tersenyum tipis sebelum mengisap kopi hitamnya. "Terima kasih." Lalu ia melirik kepada Luffy yang tiba-tiba tersedak dan terbatuk hingga mengeluarkan air mata. "Kau sehat?" Law mengusap punggung Luffy perlahan, memberinya minum air putih, dan membantunya.

Luffy tidak banyak berbicara setelah itu. Ia masih sibuk meminum air sampai habis, bahkan menambah porsinya. Setelah yakin batuknya hilang, ia lalu terkekeh ringan dan menggaruk kepalanya dengan gugup.

"Aku keselek!" Ucap Luffy tiba-tiba.

"Makan pelan-pelan makanya!" Jawab Law. "Apa kau tidak diajarkan etika makan dengan keluargamu?"

Luffy melanjutkan aktivitas mengunyahnya lagi. Pipinya mengembang seperti balon sambil berpikir sebelum akhirnya menjawab. "Jika kau ikut makan bersama keluargaku, kau pasti akan tahu betapa pusingnya Mama Makino."

Law mengangkat sebelah alisnya, merasa tertarik setelah mendengarnya. "Kenapa?"

"Setiap jam makan, yang waras hanya Mama Makino dan Sabo." Jawab Luffy seadanya. "Tetapi terkadang Sabo akan ikut mengamuk karena Ace tidak mau menyisakan secuil makanan pun untuk Sabo."

"Coba kau bayangkan, betapa serunya jam makan kami!" Luffy tertawa renyah saat mengatakannya.

Tetapi Law hanya berani melirik dengan kengerian. "Aku tidak berani untuk membayangkannya..."

Rintikan hujan masih terdengar di udara, suhu udara semakin dingin di setiap menitnya. Perut Luffy sudah seutuhnya membuncit layaknya ibu hamil. Luffy merasa sangat penuh dan memegang perutnya yang keras. Ada suara desahan lega yang terdengar, walaupun begitu, tangan Luffy masih saja meraih sisa kue jahe di atas meja.

Law menggelengkan kepalanya dengan pasrah. Ia refleks memukul tangan Luffy dan menatap pria mungil itu dengan tatapan tajam.

"Tetapi aku masih mau lagi..." Luffy merengek seperti anak kecil.

"Lihat perut buncitmu itu! Sudahlah, kau itu sudah kenyang!" Jawab Law setengah marah. Ia memberikan kartu hitamnya kepada si Nenek untuk membayar semua tagihan.

Luffy melipat kedua tangannya di depan dada. "Perut ini bukan apa-apa!" Katanya. "Aku masih memiliki ruang lain di dalam perutku!"

Nenek penjual kue jahe terkekeh geli melihat perilaku manja Luffy kepada Law. Ia mengembalikan kartu hitam itu dan menatap Luffy dengan senyum lembut.

HUJAN || LAWLU ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang