4

1.2K 157 4
                                    

Tik... Tik... Tik...

Law memandangi langit mendung yang semakin menggelap semenjak ia mengangkat kakinya dari kuil tadi. Hujan semakin deras dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda seperti biasanya. Namun baginya yang mencintai hujan, kejadian seperti ini tidak akan pernah mengganggu dirinya.

Law kini berjalan semakin jauh dari kuil tadi. Ia lalu memilih jalan berbelok yang sudah dipenuhi genangan air yang sudah hampir meninggi sampai lututnya. Law lalu mengambil sebuah buku dari kantung jasnya dan mulai mencatat hal-hal yang menurutnya penting.

Jalan xxx | Rabu, jam lima sore lewat empat puluh tujuh menit.

Genangan air semakin meninggi sampai ke lutut, membutuhkan pengawasan tingkat sedang.

Mengevakuasi beberapa pemukiman sekitar kemungkinan dibutuhkan.

Setelah mencatat Law mengangkat kepalanya kemudian menatap sekelilingnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia membisu bersamaan dengan air hujan yang tanpa jeda terus mengguyurnya. Seolah berlindung di bawah payung birunya saja tidak cukup.

"Apa salahnya dengan hujan?" Gumamnya tiba-tiba, tatapannya lurus, seolah sedang memperhatikan sesuatu.

"Apa kau menyukai hujan, Pak Dokter?" Suara asing tiba-tiba memaksa untuk masuk ke dalam ruang lingkup privasi milik Law.

Law agak terkejut saat mendengarnya, ia langsung menoleh untuk mencari si pemilik suara dan mendapati seorang pria mungil berambut hitam dengan cengiran lebar menghiasi wajahnya. Pria mungil itu memakai topi jerami di kepalanya dengan payung merah yang melindunginya dari hujan.

Pria mungil itu berjalan mendekati Law sambil melihat arah pandangan Law. "Kau melihat apa, sih?" Katanya. "Tidak ada hal bagus untuk dilihat di sebelah sana."

Law tidak merespon apa-apa, ia hanya membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauh. Mengamati genangan air dan mencatatnya seperti sebelumnya. Pria mungil itu lalu menyengir riang, ia berlarian menyusul Law dan berjalan di sampingnya dengan santai.

"Apa yang kau lakukan, Pak Dokter?"

Pria mungil itu sedikit mengintip ke buku catatan itu namun berhasil ditangkis oleh Law. Pria dengan kantung mata tebal itu hanya memelototi pria mungil itu dengan tidak senang dan memasukan kembali ke dalam kantung jasnya.

"Kau ini orang yang sangat pelit, ya?"

Law hanya melirik tidak suka. Ia lalu berhenti di sebuah bukit kecil yang memiliki tanda "Hati-hati jalanan licin." dan "Tikungan tajam!" Ada sebuah tiang sanggahan yang cocok untuk menjadi tempatnya merokok. Law bersandar, membuat lengan jasnya menjadi basah karenanya. Ia lalu mengeluarkan rokok baru dan korek dari kantung jasnya. Tangannya mulai menyalakan korek dengan lincah.

Pria mungil tadi hanya menatap datar kemudian berdiri tegap di samping Law. Ia mengalihkan pandangannya dan menatap langit mendung itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kenapa kau pergi?" Pria mungil itu mulai berkata setelah jeda yang lumayan lama. "Ayah Shanks bahkan belum mengatakan terima kasih dengan benar kepadamu."

Law menghembuskan asap rokoknya dengan santai. "Tidak perlu," jawabnya pendek.

Pria mungil itu merogoh kantung celananya dan memberikan beberapa uang titipan Shanks kepada Law. Asap kembali mengepul untuk kesekian kalinya dan menghilang bersamaan air hujan, ia hanya menoleh tanpa berkata apa-apa.

"Ini bayarannya." Pria mungil itu mencoba untuk menjelaskan. "Terima kasih karena sudah mau menolong Mama Makino melahirkan."

Tetapi jawaban Law diluar ekspetasi pria mungil itu. "Aku tidak membutuhkannya." Katanya, menolak mentah-mentah.

HUJAN || LAWLU ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang