Tik... Tik... Tik...
Suara hujan yang tidak pernah berhenti semenjak sebulan yang lalu kini sudah menjadi suara khas di kota Sabaody. Entah ini adalah sebuah kutukan atau takdir, namun kota ini hampir berubah menjadi waduk karenanya.
Hanya kota Sabaody saja yang selalu hujan terus-menerus tanpa berhenti.
Entah apa penyebabnya. Pemerintah masih belum memiliki solusi pasti karena fenomena "hujan" yang tidak normal ini. Bahkan para ilmuwan memilih angkat tangan dan pergi menyelematkan diri.
Warga yang ketakutan dengan fenomena tidak wajar ini memilih untuk meninggalkan kota Sabaody dan mengungsi ke kota yang lebih aman untuk di tinggali. Tidak banyak kendaraan umum yang masih bekerja di tempat hujan seperti ini. Tidak banyak toko yang masih bersedia buka di tempat seperti ini. Tidak ada bioskop. Tidak ada tempat karaoke. Tidak ada hal menyenangkan lagi di kota ini.
Bahkan hanya ada satu sekolah yang masih bertahan di kota hujan ini.
Orang-orang mulai berhenti memanggil kota itu dengan nama Kota Sabaody, dan mulai memberikan julukan baru untuk kota kutukan itu, "Kota Hujan". Kota dengan kutukan hujan tanpa henti.
Orang-orang tidak lagi memanggil kota itu dengan sebutan Kota Sabaody, melainkan "Kota Hujan Sabaody". Kota dengan kutukan yang selalu hujan tanpa berhenti. Bahkan orang-orang tidak lagi berani menyebut namanya lagi. Hanya "Kota Hujan" yang masih tertinggal di lidah.
Tidak banyak orang yang berlalu-lalang di tempat seperti ini. Apalagi dengan genangan air yang semakin meninggi akhir-akhir ini. Tetapi, seorang pria berambut hitam dengan mata panda tebal hanya berjalan di tengah hujan itu dengan ekspresi datar. Payung biru berada di atas kepalanya untuk melindunginya dari air hujan. Sambil membawa sebuah tas coklat dan mengisap rokok. Indera penglihatannya hanya menatap langit mendung itu tanpa minat.
"Apa yang salah dengan hujan?" Gumamnya sambil mengisap rokoknya. Satu atau dua pejalan kaki terlihat setelahnya. "Toh, hujan tidak begitu menyakitkan," lanjutnya yang masih asik dengan rokok dan lamunannya.
Ia memakai jas dokter, sepatu boot anti hujan, topi dengan corak bintik-bintik, dan puntung rokok yang sudah mengecil. Ia menghembuskan asap rokok terakhirnya yang menghilang ditelan hujan.
"Law!" Seorang pria mungil dengan senyum manisnya melambaikan tangan, sedang menunggu di sebuah toko buku terpencil.
Pria yang akrab dipanggil Law itu kemudian mempercepat langkahnya dan memberikan tas coklat itu kepada pria mungil itu. "Apa aku membuatmu menunggu?" Tanya nya.
Pria mungil itu hanya tersenyum lembut dan menggeleng pelan. "Tidak. Aku baru saja selesai membayar buku." Jawabnya. Pria mungil itu mulai membuka payung jingga nya dan berjalan lebih dulu.
Law menyusul dengan langkah santai, tangannya sibuk mencari rokok baru dan pemantik di kantung jasnya. "Kenapa kau lupa membawa payung, Chopper-ya?" Tanya nya. "Dan asal kau tahu, lupa bukanlah sebuah alasan yang tepat untuk diucapkan."
Pria mungil yang dipanggil Chopper itu hanya memasang ekspresi bodoh dan tertawa kikuk. "Bagaimana aku tahu jika jas hujanku ternyata sobek?" Ia berusaha membela diri.
"Aku baru menyadarinya saat si pemilik toko mengatakannya kepadaku tadi!" Lanjutnya.
"Jadi kau menelpon ke rumah sakit meminta untuk menjemputmu, hm?" Law mencoba untuk menebak.
"Bingo! Kau benar!" Chopper tertawa renyah.
Law menghela napas lelah. "Seharusnya Marco-ya yang akan menjemputmu. Tetapi dia ada pekerjaan."
Chopper mengerucutkan bibirnya. "Jadi kau tidak senang jika menjemputku?"
Law menyalakan rokok barunya dan mulai menghisapnya dengan santai dan menghembuskan asapnya dengan perlahan. Kedua matanya menatap ke langit mendung itu dengan tatapan yang sulit diartikan. "Aku... benci hujan." Ucapnya kemudian.
![](https://img.wattpad.com/cover/291032436-288-k111521.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN || LAWLU ✅
FanfictionH U J A N: Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan Bumi. Apa kalian percaya jika "Pawang Hujan" benar-benar ada di dunia ini? Cover by Pinterest + sg Tell me if...