23

662 80 2
                                    

Hari itu,

Bukan lagi rintikan hujan yang mengguyur Kota Sabaody. Namun hujan deras yang mampu menambah volume air dengan gilanya. Langit semakin menggelap, petir mulai terlihat menakutkan, geluduk yang semakin ganas, dan badai mulai terlihat di beberapa tempat.

Tidak ada korban.

Belum. Belum ada korban.

Semakin di biarkan angin memporak-porandakan hal-hal yang mampu di bawanya. Hal-hal yang tidak baik. Hal-hal yang mampu menghancurkan segalanya.

Law sebisa mungkin menerjang badai. Mendayung sekuat mungkin menuju kuil. Tidak. Dia tidak boleh menyerah. Petir terlihat seperti menyambar tepat di samping telinga nya. Membuat rapuh perahu kecilnya, meminta Law untuk berhenti mendayung, seolah menyuruh Law untuk memutar balik perahu kecilnya.

Tetapi Law menolak. Dia tidak peduli dengan segala hal yang ingin membunuhnya. Law tidak takut, justru ia menantang mereka yang ingin melawannya.

Mati-matian Law berusaha untuk mencapai kuil. Dari tempatnya terlihat atap kuil yang sudah ditelan oleh air. Law semakin mendekatkan perahunya, mendayungnya dengan perlahan. Kemudian ia memasukkan kepalanya di dalam air, mengamati keadaan sekeliling yang sudah dikuasi dengan berbagai ikan-ikan kecil.

Law mengangkat kepalanya, mengambil napas dengan rakus. Ia awalnya menatap ragu kepada air, namun akhirnya ia lebih memilih untuk memantapkan tekadnya. "Tunggu aku, Luffy-ya!" Batin nya.

Tanpa aba-aba apa pun, Law langsung mengambil napas sebanyak-banyaknya, dan kemudian melompat ke dalam air. Dengan lincah kedua kakinya mencoba mendorong tubuhnya dengan percikan air. Tangannya seolah mengayuh dengan kecepatan sedang. Ia berenang dengan sekuat tenaga melawan arus, memilih jalan bersela untuk membantunya berenang.

Ikan-ikan kecil mulai mendekatinya. Berenang di sampingnya dengan tenang. Law hanya fokus berenang, ia mencari-cari kuil yang di maksud Makino sebelumnya. Kepalanya menoleh kanan-kiri, tetapi ia tidak menemukan petunjuk apa pun. Law semakin kehabisan napas sekarang, dia merasa sangat sesak. Kepalanya menengadah ke atas untuk memastikan, tetapi di atasnya hanya ada atap-atap kayu. Law terperangkap. Sulit untuk bernapas lagi. Apa ini adalah ajalnya?

Tetapi ikan-ikan kecil tadi tiba-tiba berenang, menunjukkan sesuatu dengan gelembung nya. Law yang melihat itu tiba-tiba berenang menghampiri, mengikuti ikan-ikan itu dan akhirnya menemukan kuil yang di maksud. Ada lubang di antara atap-atap, Law memasukkan kepalanya di sana. Ia mengambil udara sebanyak-banyaknya. Napasnya terengah-engah, wajahnya hampir memucat karena nya. Selesai mengambil napas, Law kemudian melanjutkan berenang nya dan mengambil liontin yang dikatakan Makino sebelumnya. Ia kembali berenang menuju perahunya yang sedang menunggu di luar sana.

•••


S

aat ia kembali ke permukaan, ternyata perahu kecilnya sudah hancur diledakkan oleh petir. Sisa-sisa kayunya mengambang di air dengan menyedihkan. Law hanya menatapnya dengan tatapan mengenaskan.

"Sial!" Umpatnya begitu.

Hal-hal yang tidak terduga setelahnya datang, membuat Law harus melototkan kedua matanya dengan terkejut. "Ayah?" Pekiknya saat melihat seorang pria setengah baya berambut pirang yang sangat di kenalnya berdiri di sebuah perahu karet. Di belakangnya terdapat beberapa polisi dan Inspektur Akainu yang sedang menatapnya dengan tajam.

"Law, di mana pria pawang hujan itu?" Doflamingo berucap dengan pengeras suara.

Tetapi Law tidak menjawabnya, ia segera berenang secepat mungkin menuju atap kuil. Memanjat dengan buru-buru, tetapi Doflamingo tidak mau membiarkannya. Inspektur Akainu memberi perintah kepada anak buahnya untuk mengejar Law dan menangkapnya. Mereka bergegas berlari, menangkap Law dengan susah payah. Tetapi Law tidak mau tertangkap dengan mudah. Ia berusaha mungkin menghindar. Bila diperlukan ia akan menonjok polisi itu yang berani menghalangi nya.

HUJAN || LAWLU ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang