22

650 75 4
                                    

Law bergegas berlarian di antara bukit yang masih memiliki sisa daratan yang dapat diinjak. Sebelumnya ia berbicara kepada Sanji, menjelaskan situasinya dengan cepat, dan buru-buru berlari menuju rumah keluarga Akagami yang baru.

Law tidak lagi membawa payung atau jas hujan. Kemejanya sudah basah akibat hujan. Saat napasnya kembali normal, ia mengetuk pintu dengan tidak sabar. TOK! TOK! TOK! Seorang pria setengah baya berambut merah membuka pintu. Menatap kepada Law dengan tatapan terkejut.

"Dokter Law?" Shanks memekik kaget. "Apa yang anda lakukan di sini?"

"Apa istrimu ada di rumah, Pak?" Law langsung bertanya tanpa basa-basi.

Shanks menatap curiga. "Ngapain kau bertanya tentang istriku, huh?"

Ace tiba-tiba berlari keluar, mencengkram erat kerah kemeja Law yang sudah basah, dan menatap Law dengan was-was. "Di mana, Luffy?" Wajah Ace bonyok. Memar menghiasi wajahnya.

"Justru karena aku ada di sini untuk menemui Bibi Makino!" Law menepis tangan Ace dan menjelaskan situasinya.

Makino yang mendengar semuanya dari awal hampir saja pingsan. Nampan yang berisi sup untuk Ace tiba-tiba terjatuh saat mendengar nama Luffy disebut. PRANK! Semua orang menoleh, menatap Makino dengan tatapan khawatir.

Shanks mendekati Makino dan membantunya untuk duduk di kursi. Sabo buru-buru membereskan pecahan mangkok tadi.

Law langsung berjalan masuk, menatap Makino dengan tatapan memelas. "Kumohon bantu aku..." Ucapnya pasrah.

Makino menyentuh tangan Law dengan gemetaran. "Apa benar Luffy..." Makino tidak mampu menyelesaikan kata-katanya.

Shanks memberikan minum kepada Makino, membelai rambut hijau istrinya itu dengan perlahan. "Apa seharusnya kita menceritakan kejadian itu?"

Sabo mengepalkan tangannya kuat. "Apa kejadian itu ada hubungannya dengan ini?" Tanya nya.

"Seharusnya ada cara untuk menyelamatkan Luffy, kan?" Ace menimpali.

Tetapi Makino hanya menggeleng lelah. Hatinya sangat sakit, ia menganggap Luffy lebih dari sekadar anak angkat. Sabo memberikan secangkir teh hangat untuk Makino. Tetapi wanita setengah baya itu hanya menggeleng untuk menolak.

Shanks mulai mengambil alih. "Apa Luffy pernah cerita kepadamu, saat dia berumur enam tahun seharusnya Luffy sudah meninggal, tetapi anehnya dia justru masih hidup." Law mengangguk sebagai jawaban. Ada satu helaan napas berat sebelum Shanks melanjutkan ceritanya. "Saat Luffy berumur tujuh tahun, di hari ulang tahunnya, kami semua bahkan teman-temannya melupakan keberadaan Luffy."

"Saat itu kue dengan lilin angka tujuh dan balon warna-warni menghiasi dinding menjadi latar rumah kami." Shanks mulai menjelaskan. "Aku ingat jika waktu itu Luffy memakai baju merah, baju kesukaannya. Dan kami sedang merayakan ulang tahunnya saat itu."

"Mengucapkan doa di dalam hati sebelum meniup lilin adalah sebuah tradisi ulang tahun, bukan?" Shanks menyindir dengan kecewa. "Begitulah, saat itu Luffy yang berumur tujuh tahun sedang mengucapkan doa di dalam hati, saat ia ingin meniup lilin nya tiba-tiba petir menyambar, gluduk terdengar, lalu keberadaan Luffy menghilang entah kemana."

Shanks seolah tidak mampu lagi meneruskan ceritanya. Kini gantian Sabo yang mengambil alih. "Kami benar-benar melupakan keberadaan Luffy saat itu. Kami bahkan kebingungan saat melihat nama Luffy di kue ulang tahunnya. Lalu perayaan ulang tahun itu berakhir dengan tragis."

"Kami menemukan beberapa tulisan di kamar Luffy. Kami bergidik ngeri saat melihatnya. Membaca semua buku diary Luffy seperti membaca buku hantu. Keberadaan Luffy benar-benar dilupakan oleh semua orang. Bahkan aku sendiri tidak mengingat Luffy sedikitpun." Ace menimpali.

Tiba-tiba Makino beranjak, mengambil album foto yang tergeletak dengan rapi di salah satu rak buku. Ia membuka selembar demi selembar, menatap ekspresi wajah Luffy di foto yang menurutnya menggemaskan. "Kami melupakannya selama lima tahun," Makino mencoba meneruskan ceritanya.

"Setiap malam aku selalu bermimpi tentang Luffy yang berumur dua belas tahun memanggilku dan berteriak tidak ingin dilupakan siapa pun. Tetapi aku tidak pernah tahu siapa anak laki-laki itu. Aku tidak pernah bisa mengingat siapa anak laki-laki yang ada di dalam mimpiku." Makino hampir menangis sekarang. "Di hari ulang tahun Luffy yang ke dua belas, tiba-tiba entah muncul darimana, anak itu berlarian menuruni tangga dengan tergesa-gesa, memeluk diriku dengan erat. Kulihat raut wajahnya sangat kacau, mata pandanya membuatnya sangat jelek, kedua matanya membengkak seolah selama ini dia menangis."

"Saat itu ingatanku tentang Luffy akhirnya kembali. Aku tersadar dan menyesali perbuatanku selama ini." Makino menangis sejadinya. "Aku memeluk tubuh rapuh itu, membelai rambutnya dengan tangan gemetaran. Terus berucap "maafkan aku" berulang-ulang. Tetapi mimpi buruk itu tidak pernah hilang." Shanks memeluk tubuh Makino yang terlihat rapuh.

"Kami tidak bisa melakukan apa pun untuk menolong Luffy..." Makino berucap setelah selesai menangis. Ia menghapus air matanya dan berjalan menuju sebuah rak buku yang menyimpan benda-benda suci. "Itu karena aku. Aku adalah mantan Miko. Dulu aku memiliki banyak kekuatan suci untuk menyucikan apa pun. Namun setelah aku menikah dan memiliki anak, kekuatan suciku tidak tersisa."

"Itu sebabnya kami tidak dapat menyelamatkan Luffy," lanjutnya. Makino memperlihatkan gambar sebuah liontin yang berukuran segenggam kepalan tangan dari dalam buku. "Setelah aku menikah, aku tidak dapat mengambil kembali liontin itu." Jelasnya.

"Terdapat tulisan "hujan" di liontin itu. Aku selalu menyimpannya di ruang suci kuil. Namun untuk sekarang, ruangan itu telah direndam oleh hujan." Kedua matanya menatap Law dengan tatapan memohon. "Apa anda bisa mengambilnya dan menyelamatkan Luffy kami?"

"Apa yang harus aku lakukan setelah mengambil liontin itu?" Law bertanya lebih lanjut.

Makino menatap Law. "Persembahkan liontin itu untuk langit. Pergilah ke atap kuil dan memohonlah. Katakan kepada langit untuk membawa Luffy kembali."

"Jangan khawatir, Dokter Law. Sebelum kami pindah ke rumah baru, atap kuil selalu menjadi tempat untuk menaruh pemberkatan untuk langit. Kami selalu melakukannya semenjak Luffy mendapatkan kekuatan itu."

Law mengangguk paham. Ada tatapan keraguan di sorot matanya. "Apa ini akan berhasil?" Law bertanya sekali lagi.

Tetapi Makino menggeleng ringan. "Aku tidak tahu..." Jawabnya seadanya. "Sejujurnya aku tidak pernah melakukan hal-hal seperti ini."

Tetapi ada keyakinan di kedua sorot matanya. "Tetapi kita bisa mencobanya terlebih dahulu!" Tegas Makino. "Kumohon Dokter Law, kumohon selamatkan Luffy..."

"Aku akan menyelamatkan Luffy, jangan khawatir, Bibi Makino."

Shanks menepuk pundak Law dan mengeratkan genggamannya. "Kau selalu membantu kami, Dokter Law. Terima kasih."

Law hanya tersenyum lembut, ia tidak lagi menjawab, setelah berpamitan ia segera berlari menuju perahu kecilnya yang parkir tidak jauh. Dengan tenaganya ia mendayung perahu kecil itu dengan sekuat tenaga. Membawa perahu itu menuju tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan Luffy.

"Jangan khawatir, Luffy-ya... aku akan menyelamatkan dirimu." Law membatin.

HUJAN || LAWLU ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang