16

882 96 9
                                    

Tik... Tik... Tik...

Bunyi hujan di atas genting.
Airnya turun tidak terkira.
Cobalah tengok dahan dan ranting.
Pohon dan kebun basah semua.
-Ciptaan Ibu Sud-

Luffy sengaja bernyanyi. Mengamati setiap air tetes hujan yang menjadi noda di jendela. Pikirannya melayang entah kemana, mencoba untuk membunuh rasa bosan yang selalu menyerang. Hampir setengah jam setelah Zoro pamit untuk pulang, dan kini hanya tinggal dirinya yang menunggu di ruang tunggu dengan bosan. Kedua matanya menerawang jauh, seolah sedang berpikir.

CKLEK! Suara pintu akhirnya terdengar, membuyarkan seluruh lamunan Luffy. Buru-buru Luffy menoleh dan mendapati dua orang pria yang dikenalnya keluar dari ruangan Nami.

"Saya akan segera menghubungi pihak keluarga Nami kalau begitu." Law berkata dengan kata-kata formal.

"Terima kasih atas kerja sama dokter selama ini." Sanji membungkuk sopan, kemudian melirik kepada Luffy sebentar, dan membuang muka. Kakinya berjalan menjauh kemudian menghilang.

Luffy berjalan mendekati Law dan menarik lengan jas dokternya. "Bagaimana keadaan Nami?" Tanya nya khawatir.

"Kenapa kamu tidak bertanya kepada temanmu saja?"

Luffy cemberut. "Kami... sedang bertengkar." Cicitnya.

"Aku tahu." Jawab Law. Ia melangkahkan kakinya ke sebuah mesin minuman dan menekan tombol kopi panas dan teh hangat. Ia menyerahkan sekaleng teh hangat itu kepada Luffy. "Aku mendengar segalanya,"

"Apa kamu... benar-benar ingin menjadi buih hujan?"

"Apa ada alasan lain kenapa aku masih menginginkan kehidupan sampai sekarang?" Luffy bersandar pada dinding dan membuka teh hangat nya dengan tekun. "Karena keberadaan diriku, kota ini dipenuhi oleh genangan air,"

"Aku mencintaimu." Kata Law. Tatapannya lurus memancarkan kejujuran.

Luffy tersentak, ia langsung mengangkat kepalanya dan menatap Law yang masih setia berdiri di depannya. "Huh?"

Tetapi Law justru sibuk membuka kaleng kopi hitamnya dan ikut bersandar di sebelah Luffy. "Aku membencimu," katanya pendek.

"Kau menyebalkan, ya?" Ingin sekali Luffy menonjok Law sekarang. Tetapi ia menghentikan niatnya dan memilih untuk berdamai.

"Bagaimana jika aku benar-benar menghilang besok?" Luffy tiba-tiba bertanya.

Law masih menyeruput kopi nya dengan santai. "Kalau begitu, lebih baik kita melakukan sex malam ini." Jawabnya seadanya.

Luffy hampir saja tersedak, ia memelototi Law. "Kau serius?"

"Aku menginginkannya." Jawab Law jujur. Ia membuang kaleng kopinya yang habis dan berjalan pergi. "Kita akan melakukannya!" Lanjutnya.

Luffy menatap dengan tidak percaya. "Siapa kau memberiku perintah?"

Law sedikit melirik. "Lagipula aku membencimu, Luffy-ya." Katanya. "Aku selalu membenci orang yang tidak mau bersyukur kepada nyawanya."

Law berjalan menjauh. "Aku akan menunggumu di rumahku. Sampai jumpa nanti malam!"

•••

Sebenarnya Luffy tidak mau mempercayai kata-kata Law siang tadi. Tetapi ada perasaan penasaran yang menggerogoti yang memaksanya untuk menginjakkan kaki di halaman rumah ini.

Dengan perasaan runyam, keringat mengucur lambat, jantung yang berdebar kencang, ia berdiri di sebuah pintu besar dengan kaki bergetar. Apa ia perlu memencet bel? Bagaimana jika sebenarnya Law hanya mengatakan omong kosong saja? Luffy menggeleng cepat, tangannya semakin mengerat payung merahnya dengan erat.

HUJAN || LAWLU ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang