11

2.2K 453 140
                                    

Happy Reading!!



































"Ada tanda-tanda adikmu akan pulang?"

Pertanyaan ringan Yahiko membuat Itachi menghela napasnya pelan. "Entah, dia memang benar-benar sialan," Pria itu menyandarkan punggungnya di sofa panjang. "Kalian tahu, Izumi benar-benar akan memutuskan hubungan kami jika aku menikah dengan si sundel sialan itu."

"Kau curhat?" ejek Kisame.

"Pidato," balas Itachi sekenanya. "Tidak bisakah kalian menyumbang satu ide untuk menggagalkan pernikahanku?"

"Kenapa harus digagalkan?" Nagato meneggakkan tubuhnya yang bersandar pada kaki sofa. "Bukannya kau tinggal membatalkannya, lagipula data perusahaan keluargamu kan sudah kembali."

"Terlalu mudah jika dibatalkan, aku ingin sedikit bermain."

"Menikah saja dengan pacarmu pas hari H," usul Deidara.

"Maksudmu?"

Deidara menaik turunkan kedua alisnya, kilat jahil terpancar jelas memenuhi kedua bola matanya. Pria dengan surai kuning itu mengikat asal rambutnya yang terurai, mencondongkan tubuh, lantas membeberkan segala rencana yang terlintas di otak cemerlangnya.

Sementara itu, pria yang duduk di sofa tunggal dengan sebelah kaki kanan terangkat naik agaknya sibuk mengelus dagunya. Jidatnya berkerut, atensinya tak kunjung lepas dari pria berwajah kusut yang tengah bersandar. Demi Dewa Jashin, dimana ia pernah melihat wajah pasaran seperti Itachi.

"Apa lihat-lihat?!" Sembur Itachi mulai merasa risih.

Hidan berdeham pelan lantas menurunkan kaki kanannya. "Siapa yang punya wajah mirip seperti mu Itachi?"

Itachi mengernyit heran dengan pertanyaan tidak jelas dari kawannya.

"Siapa lagi kalau bukan keluarganya, dasar bodoh penganut aliran sesat," cerocos Deidara tanpa sedikitpun takut jika kawannya tersinggung.

Timpukan bantal sofa mendarat tepat di wajah Deidara. Sang pelaku, Hidan kembali sibuk mengelus dagunya. "Aku tahu kalau dia mirip keluarganya, tapi siapa?"

"Paman Fugaku mungkin," Konan datang dengan nampan pada kedua tangannya berisi beberapa gelas minuman dan makanan ringan. Ia meletakkan nampan di atas meja lantas mendudukkan diri di sisi Yahiko. Gadis itu mengedikkan kepalanya ke arah Itachi. "Beliau juga punya tanda lahir aneh sepertinya."

"Sekali-kali kau harus keluar dari ruangan pengap berkabel itu dan melihat gemerlapnya dunia," nasihat Kakuzu. "Jangan bilang kau tidak tahu rupa bangsawan dan martabatnya keluarga Itachi yang sengklean ini."

"Sialan," dengus Itachi.

"Selagi rupa bangsawan dan martabat keluarga Itachi tidak membawa pengaruh buruk dalam hidupku, maka tidak penting rasanya aku mencari tahu," Tangan Hidan terulur mengambil segelas es jeruk. "Kurang kerjaan sekali."

"Sok bijak," cibir Deidara.

Kakuzu beranjak berdiri, melangkah ke meja kerjanya lantas mengambil surat kabar panas yang teronggok di atasnya. Pria itu kembali melangkah ke tempat semula sembari melipat simetris surat kabar tersebut hingga terpampang foto keluarga yang memenuhi halaman depan.

"Kau tidak boleh apatis terhadap sekitar, karena ketika meninggal nanti kau tidak bisa berjalan sendiri untuk bersemayam," Telunjuk Kakuzu mengarah pada foto keluarga yang termuat dalam surat kabar. "Keluarga Itachi, yang ini," Kakuzu mengetuk pelan wajah pria muda disamping Itachi. "Adiknya, dia kabur dari rumah, jika kebetulan-"

VibrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang