5

2.8K 430 82
                                    

Happy Reading

























Tanah lapang menjadi pusat perhatian seluruh penduduk desa malam ini, ditemani taburan bintang yang berlomba menunjukkan sinarnya serta kawan sehidup semati bumi yang terang benerang menambah suka cita para penduduk. Deretan nasi pun dengan beragam lauk pauk beralas anyaman bambu dan daun pisang serta berbingkai pelepah pisang sudah duduk manis di tempatnya.

Kesukacitaan para penduduk desa agaknya tidak menular sedikitpun pada pria asing yang kurang lebih dua minggu menjadi warga Konoha dadakan. Si pria itu menoleh malas merasakan senggolan di pinggangnya. Tidak cukupkah ia menggotong sesajen dari rumah hingga setengah jalan hampir sampai ke lapangan, meskipun ya semua itu murni nalurinya sebagai seorang pria.

"Apa lagi?"

"Kau yakin mau bergabung dengan penduduk desa lain, masih belum terlambat untuk kembali ke rumah," ujar Sakura memastikan sekali lagi.

Iris hitam Sasuke melirik sinis, jika saja kedua tangannya tak sibuk menjaga keseimbangan sesajen di atas kepala sudah ia seret gadis cerewet disampingnya. "Menurutmu apa kata warga desa jika melihat seorang gadis menggotong sajen sendirian sementara di rumahnya tinggal seorang pria tangguh?"

"Sudah berapa kali ku katakan kalau yang ada di atas kepalamu itu nasi tumpeng, bukan sajen dasar bodoh," ketus Sakura sembari menajamkan pandangannya. "Lagipula itu bukan masalah besar, tiap tahun aku membawanya sendiri."

"Kau ... membawa sajen di atas-"

"Nasi tumpeng Sasuke," potong Sakura.

Sasuke berdecak pelan lantas melanjutkan langkahnya berusaha mensejajarkan dengan langkah kecil Sakura. "Kau membawanya sendiri di atas kepala kecilmu itu?"

"Ya, dan kepalaku tidak kecil."

"Kau tidak perlu membuat tumpeng merepotkan ini lagi apalagi membawanya di atas kepalamu," Sasuke turut menghentikan langkahnya kala mendapat lirikan penuh tanya dari Sakura. Pria itu mengerjap pelan lantas kembali melanjutkan langkah kakinya. "Tinggimu bisa turun sampai pinggangku jika kau melakukan hal tidak berguna ini terus tiap tahunnya."

"Alasan yang sangat tidak bisa diterima di akal sehat seluruh penduduk bumi," ujar Sakura disela-sela tawa ringannya.

Si gadis lantas memiringkan posisi kepalanya menatap sosok pria yang hampir tiga pekan menumpang di rumahnya. Entah kenapa kehadiran pria asing dalam rumahnya membuat hidupnya terasa terjaga, aman dan sedikit nyaman. Ia menyakinkan dirinya bahwa rasa aneh yang hadir semata-mata hanya karena rasa rindu berlebih terhadap sang kakak. Atensi tersebut agaknya membuat rona samar menyambangi wajah Sasuke tanpa permisi.

"Apa lihat-lihat?!" Iris hitam Sasuke bergerak gelisah ke sembarang arah. "Kau mau kesandung lalu berkenalan dengan jalan berbatu ini?"

"Ide bagus."

"Dasar sinting."

Sakura tertawa kecil lantas mengalihkan atensinya pada jalanan. "Aku sedang berpikir," Gadis itu menautkan kedua tangannya dibelakang pinggang. "Ternyata kau cerewet juga ya Sasuke, terlalu banyak bicara dan mengeluh akhir-akhir ini." Sambungnya mengabaikan delikan tajam dari si pria.

"Aku tidak seperti itu."

"Benar sekali, kau memang seperti itu."

"Sesukamu saja dasar menyebalkan."

Sasuke menarik samar kedua sudut bibirnya kala tawa renyah Sakura menerobos gendang telinganya tanpa permisi. Untuk kedepannya ia akan pastikan sendiri kalau gadis di sebelahnya itu tak akan lagi direpotkan dengan sajen menyebalkan ini, meskipun dengan alasan melestarikan budaya lokal.

VibrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang