23

3.7K 373 154
                                    

Happy Reading!!


































"Hadirin tamu undangan yang berbahagia."

"Sejatinya Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling melengakapi dan mengasihi, seperti kedua mempelai kita yang ingin menyatukan kasih dan sayangnya di hadapan Tuhan," Pendeta sepuh itu menepuk pelan punggung Sasuke dan Sakura hingga keduanya berhadapan. "Dengan penuh suka cita, mari kita bersama-sama menjadi saksi sumpah setia Sasuke Uchiha dan Sakura Haruno."

Sejenak sang mempelai pria menyelami manik teduh didepannya. Jika ditelisik bagaimana pertemuan pertamanya dengan Sakura rasanya ia seperti penguntit pengecut waktu itu, benar-benar menggelikan.

"Di hadapan Tuhan, saya Sasuke Uchiha menerima engkau Sakura Haruno sebagai isteri satu-satunya yang sah di dalam agama dan hukum," ujarnya dalam satu kali tarikan napas.

Sakura menarik panjang napasnya. "Di hadapan Tuhan, saya Sakura Haruno menerima engkau Sasuke Uchiha sebagai suami satu-satunya yang sah di dalam agama dan hukum,"

"Sakura, aku mengambil engkau menjadi isteriku, untuk saling memiliki dan menjaga diri sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit," Dengan perlahan Sasuke meremat lembut jemari Sakura. "Untuk saling mengasihi dan menghargai sampai maut memisahkan."

"Sungguh?" beo Sakura tanpa bersuara.

Sudut bibir kanan Sasuke terangkat samar melihat tingkah calon isterinya. "Serius," balasnya pun tanpa suara.

Senyum kecil Sakura terbit, bibirnya kembali mengikrarkan sumpah setia dengan penuh keyakinan. Manik hijaunya terlihat berembun, suaranya terdengar bergetar, karena ia benar-benar tak pernah sedikitpun membayangkan berada pada posisi ini, mencintai dan dicintai salah satu orang berpengaruh di negaranya.

Petuah sang pendeta dicerna dengan saksama oleh mempelai wanita, berbanding terbalik dengan mempelai pria yang hanya sebatas masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri. Pikiran Sasuke sepenuhnya tertuju pada gadis didepannya, dalam hitungan menit ke depan akhirnya Sakura akan menjadi labuhan hatinya, isterinya, dan hanya untuknya.

Batin Sasuke sibuk menggerutu, kapan kiranya pendeta itu akan mengesahkan pernikahan mereka lalu menyuruhnya berciuman. Pendeta pilihan neneknya memang selalu banyak bicara, benar-benar religius.

"Sekarang kalian sudah resmi menjadi pasangan suami isteri yang sah dimata hukum dan negara," Iris mata sang pendeta bergulir menatap Sasuke dan Sakura bergantian. "Silahkan berikan kasih sayang terbaik untuk pasangan kalian."

Detik sang pendeta memundurkan langkah kakinya, Sasuke segera mengikis jarak antara keduanya. Bibirnya kembali pulang ke tempat ternyaman untuk kesekian kalinya. Ciuman mereka terasa lembut, tak menuntut dan sarat akan curahan kasih. Dengan enggan ia menyudahi ciuman mereka, pikirnya segala sesuatu panas yang berhubungan dengan Sakura cukup tuhan dan dirinya saja yang tahu. Seluruh dunia tak berhak untuk itu.

"Apa-apaan Sasuke," Pandangan Naruto menyipit pada dua orang yang kini sibuk mengadapi kilatan kamera. "Kenapa ciumannya cepat sekali," protesnya.

Salah satu pria yang didapuk sebagai groomsmen turut berkomentar. "Wajar sih, mungkin mereka masih malu-malu."

"Kau pikir sejak kapan Sasuke bisa malu-malu?" Pandangan Naruto memicing pada pria pucat disebelahnya. "Dia mesum Sai, mesum. Aku saksinya bagaimana sesatnya Sasuke jika hanya bersama Sakura dalam satu ruangan."

VibrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang