06 | Kenangan sang Count

307 42 0
                                    

Melupakan rasa bencinya pada manusia saat melihat Abercio dan Revian, Rhodeus terlihat begitu antusias saat ia melihat sepasang kaki manusia yang kekar di tubuhnya. Berulang kali ia menggoyangkan jari-jari kakinya dan merasa takjub karena yang di hadapannya saat ini bukanlah sebuah ekor, namun sebuah kaki.

Aku benci mereka, tapi kini rupa fisikku sama seperti mereka...

Waktu terus berjalan hingga warna langit telah berubah menjadi oranye hangat, Selina dan Rhodeus sudah berada di dalam kamar tamu yang telah disediakan oleh Revian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu terus berjalan hingga warna langit telah berubah menjadi oranye hangat, Selina dan Rhodeus sudah berada di dalam kamar tamu yang telah disediakan oleh Revian. Kebetulan kamar mereka bersebelahan, sehingga akan lebih mudah bagi mereka untuk berkomunikasi.

Karena keduanya belum pernah berjalan menggunakan kaki manusia, Selina dan Rhodeus meminta para pelayan yang datang menjemput mereka untuk membantu mereka berjalan menuju kamar masing-masing. Para pelayan awalnya terkejut dan heran, namun dengan cepat rasa heran itu hilang saat mereka tahu kalau Selina dan Rhodeus baru saja tenggelam di laut, sehingga mungkin tubuh keduanya masih terasa lemas karena terlalu lama di dalam air.

"Nah, anda sudah berada di ruangan anda, nona Selina. Bila anda membutuhkan sesuatu, tolong bunyikan bel yang ada di meja di samping anda," ucap salah seorang pelayan dengan lembut.

Selina tersenyum manis lalu membungkuk sedikit, ia pernah baca suatu buku yang ada di perpustakaan laut, dan di buku itu tertulis kalau membungkuk di hadapan seseorang setelah orang itu membantu kita, maka itu bisa diartikan sebagai ungkapan terima kasih. Oleh karena itu, Selina mengikuti apa yang ia baca di buku tersebut. Setelahnya ia menyentuh area tenggorokannya, lalu menyilangkan kedua jari telunjuknya, seolah berkata, 'Maafkan aku karena aku tidak dapat berbicara'.

Pelayan yang melihatnya mengerti apa yang dimaksud oleh Selina, dia pun tersenyum lalu membungkuk, "Tidak apa-apa nona, ini memang sudah bagian dari pekerjaan saya," ucapnya.

Pelayan itu sungguh terkagum-kagum dengan perilaku Selina yang sopan padanya yang hanya seorang pelayan, ia pun pergi meninggalkan kamar Selina dengan banyak cerita baik yang bisa ia ungkapkan pada rekan-rekannya yang lain di kediaman Pierre.

Setelah pelayan yang membantunya telah pergi, Selina menghela nafas sejenak karena ia takut menerima penolakan akibat ketidakmampuannya untuk berbicara. Ia merogoh saku di pakaiannya, dan ia menyadari kalau batu sihir yang Dewi Laut berikan padanya tidak berada di saku pakaiannya.

K-Kemana batu sihir pemberian dewi?! Bukankah aku menaruhnya di dalam saku pakaianku?!

Selina begitu frustasi saat ia mendapati batu sihir miliknya telah hilang, karena batu sihir itu masih dapat ia gunakan bila sewaktu-waktu ia dan Rhodeus mendapati masalah dan Selina perlu menggunakan suaranya.

Tukk!! Tukk!!

"Nona Selina, saya membawakan anda gaun dan beberapa aksesoris untuk anda kenakan. Bolehkah saya masuk ke dalam dan membantu memakaikannya untuk anda?"

SELINA: THE VOICE OF SIRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang