Bab 6

3.4K 170 3
                                    

Cilla mengekor Samuel ke tempat parkir bandara. Dia sedikit syok menyadari  harus menumpang  Xenia butut berwarna silver. Tampilan dari luar cukup oke. Terlihat kalau pemiliknya menjaga baik-baik mobil ini tetapi ketika pintu dibuka baru ketahuan tuanya.

Untuk membuka pintu dibutuhkan tenaga kuda. Koper dimasukkan di bagasi yang dibuka dengan susah payah. Cilla sedikit berjengit melihat cara Samuel membanting pintu bagasi. Bagian belakang mobil itu sampai berguncang.  Saat Samuel hendak membukakan pintu untuk Cilla, dia harus mendorong berulang kali sampai benar-benar terbuka.

"Maaf, pintunya sering macet," ucap Samuel ketika berhasil membuka pintu di samping kemudi. "Banting yang keras biar ketutup," tambahnya ketika Cilla menutup pintu.

Cilla mengiyakan. Serta merta dia mencari sabuk pengaman. Tubuhnya harus condong ke depan dashboard untuk menariknya. Dia tidak yakin dengan keamanan mobil ini. Dia tidak mau ambil risiko saat mobil ini berjalan, dia terlempar keluar jendela.

Sambil memasang seat belt itu, mata Cilla memperhatikan interior mobil yang di dominasi warna hitam dan penuh dengan akseris One Piece. Mobilnya wangi dengan aroma  jeruk segar. Ada botol kecil aromaterapi yang tergantung dekat kaca spion, bersama dengan hiasan kepala Luffi.  Pada dashboard terpasang kotak tisu hitam dengan gambar Luffi menyeringai lebar. Keset di bawah kaki bergambar Luffi dan teman-temannya. Ada tulisan One Piece di situ. Di dekat rem tangan ada tumbler, lagi-lagi, bergambar Luffi dengan baju merah dan giginya yang besar-besar. Bantal kecil di jok berlogo bajak laut dengan tulisan One Piece warna biru. Bahkan, pegangan seatbelt pun bergambar kapal bajak laut yang khas itu.

"Kamu suka One Piece ya." Tak tahan Cilla berkomentar.

"Kok tahu?"

"Nebak aja," sindir Cilla.

Samuel menyeringai malu. Dia sangat suka One Piece barangkali sedikit berlebihan. Satu-satunya tempat untuk menyalurkan kecintaan pada anime itu hanya di mobil. Kamarnya terlalu sempit dan penuh dengan furniture.

"Kamu suka juga One Piece? "tanya Samuel.

"Enggak tapi ada barista aku yang juga suka. Dia sering pakai t-shirt One Piece," jawab Cilla.

"Barista kamu seleranya oke juga," ucap Samuel.

Cilla tertawa pelan.

Mobil sudah keluar dari parkiran bandara. Suasana terasa canggung.  Mereka hanya berdua di mobil dan tidak tahu harus ngobrol apa. Samuel yang biasanya mudah mendekati perempuan, berkali-kali menelan ludah. Level perempuan ini jauh di atas dirinya. Dia tidak tahu percakapan apa yang  membuat mereka nyambung. Samuel memilih berkonsentrasi pada jalanan.

Cilla pun tidak kalah bingung. Berkali-kali dia mengusap  leher dengan tisu karena kegerahan. Entah karena gugup atau memang karena AC mobil tidak berfungsi dengan baik. Ini pertama kalinya dia naik mobil bersama pria asing. Mereka bahkan belum berkenalan secara resmi. Dia tidak tahu pasti nama pria yang sedang menyetir ini.

Mata Cilla  diarahkan kembali pada ID yang masih tergantung di leher Samuel, untuk mencari tahu. Tertulis nama Samuel Naratama di situ.

Dalam posisi yang bersampingan seperti ini Cilla bisa melihat lebih jelas wajah Samuel. Pria itu bukan jenis ganteng mutlak yang mampu membuat orang langsung menoleh. Namun, kalau dipandang lebih lama aura tampannya baru muncul. Profil sampingnya  cukup menarik dengan bentuk dagu persegi yang indah. Ada alis tebal menaungi mata kecilnya.  Terlihat sedikit bulu-bulu halus di rahang dan dagunya yang memberikan kesan maskulin. Rambutnya tertata rapi dengan pomande. Raut wajahnya menunjukan tipe yang mudah bergaul dan sedikit doyan ngomong. 

"Kamu kerja di Helios Sejahtera Group?" tanya Cilla sambil membaca kartu pengenal pria itu.

"Tahu dari mana?" Samuel keheranan.

Cilla menunjuk ID yang masih tergantung di leher Samuel. Pria itu serta merta melepas ID dari leher. Dia baru sadar sedari tadi dia menggenakannya.

"Itu perusahaan punya Papi aku,"ucap Cilla.

"Aku tahu. Kamu anaknya Pak Pandu Sumadipraja,"ucap Samuel mendadak jadi judes.

"Kamu tahu nama aku?" tanya Cilla sedikit geer.

Samuel memaki dalam hati. Tentu dia tahu nama perempuan itu. Walau tidak secara intens mengikuti aktivitas Cilla di media sosial tetapi Samuel beberapa kali menguping pembicaraan rekan kerjanya. Tidak hanya karena  paras wajahnya yang cantik itu tetapi juga reputasinya sebagai socialita sekaligus hottes couple bersama Radit di Jakarta. Apa kata teman-teman satu divisi kalau tahu gadis upper class ini naik mobil bututnya?

"Enggak," Samuel berbohong.

Cilla menatap dengan raut tidak percaya. Berita soal dirinya kerap berkeliaran di dunia maya. Dia juga pernah dua tahun bekerja di tempat Papi di bagian Public relation sebagai assiten eksternal corporate communication.  Namun, setelah sibuk mengurus coffee shop, Cilla berhenti.

"Masa enggak tahu?" tanya Cilla. 

"Oh kamu Taylor Swift ya?" sindir Samuel.

"Rese," maki Cilla kesal.

Samuel belagak tidak peduli. Dia berkonsentrasi pada jalanan didepannya. Mobil dia kemudikan dengan kecepatan maksimum. Mereka harus secepat mungkin tiba di Gambir.

"Aku Cilla," ucap Cilla setelah pria itu tidak juga menjawab. Ada rasa takjub pada Samuel yang tidak terkesan pada tampilan dan kepopulerannya.

"Senang berkenalan. Kamu pasti kaya banget," seloroh Samuel tak tahan berucap sarkas. Orang dengan sejuta privilege kerap membuat dia iri.

"Biasa aja." Cilla sok cool.

Cilla bangga dengan statusnya. Mulai dari koper Rimowa, sampai ponsel iPhone seri terbaru yang dia gunakan, Cilla tidak perlu ngaku semapan apa kehidupannya. Semua yang tersemat di tubuh menunjukan statusnya. Apa yang ditampilkan merupakan bagian dari image  sebagai anak konglomerat, selebgram dan socialita penting. Begitu pula dandan hari ini yang serba mahal dan berkelas.

"Karena kamu anak bos besar, aku bisa minta bayaran mahal."

"Aku tadi udah transfer biaya tiket pesawat kamu. Bayaran untuk apa?"

"Kamu pikir mobil ini jalan pakai air keran? Belum lagi kerugian waktu aku yang hilang karena bantu kamu ngabur. Harusnya aku udah sampai di Yogyakarta. Setiap menit berharga. Aku terancam kehilangan jutaan kalau gagal ketemu dengan klien," repet Samuel.

Cilla sedikit membuka mulut mendengar omel Samuel. Pria itu berbicara dalam satu tarikan napas. Nyaris tanpa spasi. Benar-benar mirip tukang obat.

"Fine, aku bayar. Berapa?" tantang Cilla.

Samuel tersenyum tipis. Otaknya menghitung dengan cepat. Ongkos tol, bensin dan makan siang. Keseluruhan pengeluaran dia kalikan dua.

"Tiga ratus ribu," ucap Samuel asal.

"Mahal amat. Aku naik taksi cuma habis 150 ribu. Mobil kamu butut. Lihat seat belt-nya macet," cetus Cilla sambil menarik-narik pengaman yang tersilang di tubuhnya.

"Kamu naik taksi aja. Aku bisa turunkan kamu sekarang," balas Samuel dengan suara tengil.

Mobil baru keluar dari tol Slipi. Jalan sedikit tersendat oleh padatnya kendaraan. Samuel bisa menghentikan mobil di pinggir jalan dan lepas dari perempuan menyebalkan ini.

Cilla melotot. Dia mengeluarkan dompet. Ada tersisa tiga lembar uang seratus ribu. Dia meletakan di atas dashboard dengan sebal dan berkata," Aku bayar kontan."

Samuel menyeringai pelan.

Spicy Sweet Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang