Bab 31

2.4K 164 16
                                    

Samuel dan Cilla mengenakan topi agar tidak tampil menyolok. Mereka keluar dari hotel sebelum jam sembilan. Suasana belum ramai dan panas. Tujuan pertama adalah mencari sarapan di sekitar pasar Beringharjo. Samuel tahu ada tempat sego pecel yang nikmat di situ. Begitu masuk tenda, ada baskom raksasa motif blirik berisi sayur untuk pecel yang menggunung yang menyambut mereka. Menu disajikan di atas piring beralaskan daun pisang. Nasi dan sayuran disiram bumbu kacang yang kental. Tumbukan kacang yang kasar itu masih terlihat.

Ada banyak menu pendamping. Mulai sate telur puyuh, jeroan, usus,  tempe bacem, ayam goreng dan gorengan lainnya. Samuel langsung kalap. Tangan digosok-gosokan saat memilih-milih. Sate jeroan, bacem dan rempeyek berpindah dengan cepat ke dalam piringnya.

Cilla tertawa geli melihat kehebohan itu. Kalau urusan makan Samuel enggak main-main. Cilla mengambil sate jerohan dan repeyek. Mereka duduk di bangku plastik sambil menikmati teh pahit yang mengepul.

"Aku heran kenapa rasa teh di Jogja itu enak banget. Enggak kayak teh di Jakarta," ucap Cilla saat menyeruput teh.

"Teh jogja itu panas, legit dan kental," seloroh Samuel.

"Apa tehnya dikasih aji-ajian," tanya Cilla.

"Mereka punya racikan sendiri. Biasanya dicampur dua atau tiga daun teh yang beda. Tehnya produksi pabrik lokal di Jawa," jawab Samuel sembari menunjuk pada penjual yang menuangkan air panas dalam teko besar. "Mereka merebus air dulu, setelah itu dituang ke teko yang ada daun teh."

"Pantas rasanya beda."

"Menurut aku produk teh lokal itu lebih enak dibandingkan teh luar negeri. Apalagi teh produksi pabrik di jawa. Mantap banget," ucap Samuel berapi-api.

"Kamu cocok jadi marketing pabrik teh," celetuk Cilla.

"Harusnya teh lokal itu dipromosikan di kafe kekinian seperti kopi-kopi asal Indonesia. Buat disediakan untuk mereka yang enggak suka kopi," tambah Samuel.

"Setuju." Cilla mengangguk dalam-dalam

Samuel menambahkan sambal di atas pecel. Cilla meniru Samuel.

"Pakai sambal juga?"

"Aku mau coba sedikit," jawab Cilla.

Cara Samuel menuangkan sambal lalu mengaduk-aduk dengan sayur-sayuran, sungguh menggugah.

"Hati-hati, jangan kebanyakan. Ini sambalnya pedas banget," Samuel mengingatkan.

Cilla menuangkan setengah sendok dan mencampur dengan pecel. Pedas yang berasal dari cabai bercampur dengan bumbu kacang yang medok menciptakan ledakan rasa dalam mulut. Cilla menyuap dengan lahap.

"Ditambah sambal enak kan?" Samuel meminta persetujuan.

Cilla mengangguk-angguk. Napsu makannya jadi meningkat. Lidah sedikit terbakar. Panas cabe langsung mengalir ke seluruh tubuh membuat dia keringatan.

"Pedasnya enak. Aku jadi kepanasan," ucap Cilla sambil mengipas-ngipas badan dengan kedua tangan.

"Cabe itu jenis makanan aprodite. Dia bisa menambah napsu makan dan membantu orang jadi lebih semangat," jelas Samuel.

"Berarti cabe mirip cokelat dan kerang, bisa menambah gairah seseorang juga."

"Terutama di ranjang," seloroh Samuel dengan tatapan jahil.

"Kenapa komentarnya harus kayak gitu sih," omel Cilla.

Samuel tertawa pelan.

Cilla menyuap lagi pecel yang pedas. Makanan spicy bukan favoritnya tetapi bisa membangkitkan adrenalin dan bikin ketagihan. Sama halnya dengan road trip nekat ini yang mampu membangkitkan adrenalinnya.

Spicy Sweet Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang