Pandu membuka pintu kamar Cilla dengan dengan masgyul. Kamar itu rapi dan kosong. Tadinya dia berharap Andi sudah mengantarkan Cilla pulang ke rumah seperti biasanya. Dia akan menghibur putrinya, memberi pengertian dan mereka akan baik-baik saja.
Dalam perjalanan pulang ke rumah malah berita buruk yang Pandu terima. Andi mengirim kabar kalau pencarian sementara tertunda. Andi melaporkan dia sedang di rumah sakit mengurus kakinya yang keseleo. Sementara Anang dan Didi harus memperbaiki mobil yang dikempeskan oleh Cilla. Kebadungan putrinya semakin menjadi-jadi sampai mencelakaan bodyguard kepercayaannya.
"Cilla belum ketemu juga," tanya Anjani yang sudah berdiri di samping Pandu.
Pandu menggeleng kepala lemah.
"Kamu dapat kabar apa lagi dari berita online?" tanya Pandu.
"Sama seperti yang aku bilang tadi. Dia ngabur di stasiun Gambir. Aku lihat ada video Pak Andi jatuh. Anak buahnya juga lari-lari mengejar Cilla. Mas, kenapa kamu tetap nyuruh Andi sih?" jawab Anjani.
Pandu terdiam. Dia sulit menjawab.
"Tadi aku rapat. Enggak bisa ditinggal," ucap Pandu singkat.
Pandu sadar jawabannya sangat bodoh. Anjani sudah minta dia yang menjemput Cilla tetapi rapat tidak bisa ditinggal. Dia selalu mempercayakan urusan Cilla pada Andi. Namun, sekarang dia sedikit meragukan kehandalan pria itu.
"Tadi aku lihat juga di video viral, ada yang bantuin Cilla lari," ucap Anjani sambil menunjukan ponselnya.
Pandu meraih dengan cepat ponsel itu dan melihat adegan Cilla yang ada di kafe Bloom. Gambar diambil dari jarak jauh dan sedikit tertutup oleh punggung orang-orang yang berkerumun. Walau blur tetapi dia mengenal dengan baik sosok kurus putrinya. Tangan Cilla ditarik oleh pria yang wajahnya tidak terlihat.
"Coba telepon Andi. Dia ada di mana," pinta Anjani.
"Andi, bagaimana kabar terakhir? Kamu lama sekali tidak memberi kabar," omel Pandu setelah terhubung dengan Andi.
"Maaf, saya sedang berkoordinasi dulu," ucap Andi.
"Perkembangan sampai mana?" tanya Pandu dengan suara sedikit melunak. Dia membayangkan Andi yang cedera itu masih tetap menjalankan tugasnya.
"Saya duga Mbak Cilla kabur lewat jalan darat. Sekarang Anang dan Didi sedang mengejar Mbak Cilla," jawab Andi.
"Jalan darat? Naik mobil maksudnya?" tanya Pandu semakin terkejut.
"Nampaknya begitu, Pak."
"Saya lihat di video ada pria yang membantu Cilla. Siapa itu?" tanya Pandu.
Andi terhenyak. Tidak biasanya Pandu memperhatikan berita viral di media sosial. Upaya penangkap Cilla kali ini benar-benar kacau balau. Tidak hanya membuat dia dan timnya tertahan, tetapi juga sudah jadi konsumsi media. Andi tidak habis mengutuki Samuel yang sudah membuat reputasinya buruk di mata Pandu.
"Maaf, Pak. Saya belum tahu identitas pria itu. Tapi akan saya segera carikan," ucap Andi berbohong.
"Apa dia komplotan penculik atau orang yang dibayar Cilla?" tanya Pandu masih penasaran.
Pandu bukan orang mudah percaya pada apa berita viral di media sosial. Berdasarkan pengalaman sebagai CEO perusahaan besar yang sering diterpa berbagai gosip, berita di media sosial sering tanpa dasar. Yang penting viral ternyata hoax. Namun, Pandu juga tidak mau mengabaikan berita sekecil apapun kalau sudah menyangkut putrinya.
"Sejauh ini saya belum tahu. Nanti akan saya segera laporkan," jawab Andi diplomatis.
Andi belum mau membeberkan kalau pria yang dimaksud adalah Samuel Naratama. Nama baiknya dipertaruhkan. Andi harus tahu dulu identitas lengkap Samuel sebelum dia mengungkapkannya pada Pandu. Dia juga perlu merancang strategi untuk menangkap cecurut itu.
"Saya tunggu segera."
"Baik, Pak. Saya akan update terus," janji Andi sebelum mengakhiri telepon.
Pandu mematikan ponsel dan terduduk lesu di sofa. Otaknya mencoba untuk mengingat-ingat barangkali ada pria lain yang sedang dekat dengan Cilla selain Radit.
Anjani mengelus lembut lengan suaminya. Walau hubungannya tidak akrab dengan Cilla tapi dia ikut khawatir.
"Apa kamu tahu ada pria lain yang dekat dengan Cilla?" tanya Pandu.
"Mas, mana aku tahu siapa saja temannya Cilla. Waktu dia pacaran dengan Radit saja aku tahu dari Tristan bukan dari Cilla sendiri," jawab Anjani yang lebih mirip curhat.
"Cilla tidak pernah terbuka pada kamu," ucap Pandu sedikit sedih.
Anjani mengangguk sedih. Sejak menikahi Pandu, Anjani berusaha mendekatkan diri dengan Cilla tetapi gadis itu sudah menutup rapat hatinya. Dia tidak pernah bercerita apa pun pada Anjani. Semua berita tentang Cilla Anjani dapat dari sosial media atau dari cerita Tristan yang kadang mengintil kakaknya jalan-jalan.
"Tristan sudah kasih tahu nama teman-temannya Cilla. Aku coba menghubungi mereka tapi mereka juga bingung Cilla ada dimana. "
"Mungkin hanya Cilla dan Radit yang tahu," gumam Pandu.
"Kalau begitu kamu telepon saja Radit. Minta tolong sama dia, untuk menghubungi Cilla. Bicara baik-baik, jangan kabur seperti ini. Kalau pun mau menikah juga harus ada pertemuan keluarga." Anjani memberi usul.
Pandu menoleh dengan cepat ke arah istrinya dan mengelengkan kepala.
"Aku tidak mau menelpon Radit. Anak itu yang harusnya menelepon. Datang saja ke rumah ini tidak pernah. Dia pikir, dia sehebat apa," tukas Pandu dengan emosi.
Pandu sangat benci dengan Radit. Anak laki-laki yang cuma modal omong besar, tidak kenal sopan satun, perilakunya kampungan dan hanya memanfaatkan anaknya saja. Pandu pernah meminta Andi mencari informasi soal Radit karena itu dia tahu pria itu tidak layak untuk Cilla. Berulang kali Pandu mengatakan itu pada Cilla tetapi anaknya malah marah. Pandu bingung apa yang membuat Cilla bisa jatuh cinta dengan Radit.
"Kamu jangan terlalu mengekang Cilla. Dia sangat cinta pada Radit. Kalau kamu enggak mau, ya sudah aku saja yang telepon Radit," Anjani memberi usul.
"Tidak perlu! Jangan pernah ada orang di keluarga ini yang menghubungi Radit. Aku tidak izinkan," tegas Pandu lagi.
Pandu segera bergerak masuk ke kamar dan membanting pintu dengan keras.
***
Samuel merapikan bangku belakang yang mendadak penuh dengan kantong plastik. Selesai makan empal gentong, mereka mampir ke toko oleh-oleh dan memborong snack untuk cemilan di jalan. Ada simping, rengginan, ampiang kacang dan emping. Sempat pula gadis itu menyeret Samuel ke toko batik untuk borong. Samuel harus memperingatkan Cilla agar tidak terlalu menghamburkan uang. Mereka tidak bisa mengambil uang tunai sampai tiba di Jogjakarta.
"Capingnya ditaruh di mana?" tanya Cilla.
"Pakai aja terus sampai jogja."
"Repot, tauk."
Samuel tertawa pelan dan melepaskan caping dari kepala Cilla. Dia meletakkan di atas tumpukan plastik makanan.
"Masih ada yang masih ingin kamu lihat di Cirebon?" tanya Samuel ketika memasang sabuk pengaman.
"No, thanks. Jalan-jalannya cukup."
Kalau menuruti kata hati Cilla masih ingin keliling tetapi dia menahan diri. Andai saja ini bukan upaya melarikan diri tentu akan terasa menyenangkan. Sudah lama dia tidak melakukan road trip.
"Bensin cukup?" tanya Cilla.
'Cukup. Setelah lewat Tegal kita isi bensin lagi," ucap Samuel. "Kamu yang bayar kan."
"Iya, tante bayar semua," canda Cilla seraya menepuk-nepuk pouch pinknya.
Pouch itu masih terlihat tebal. Samuel tidak mau menghitung berapa lembar lagi yang tersisa. Setiap membayar, Cilla enteng saja mengeluarkan uang lembar 100 ribu.
Samuel mengangkat tangan untuk mengajak Cilla tos. Singkat saja telapak tangan mereka bertemu tetapi menciptakan percikan-percikan listik ke seluruh tubuh Samuel. Tangan Cilla begitu halus, membuat dia ingin terus menggenggamnya.
Cilla tersenyum senang. Kalau kemarin sepanjang perjalanan dia sangat tegang tetapi hari ini tidak. Dia sangat bergairah dan bahagia. Tidak terpikirkan kabur dengan mobil butut bisa semenyenangkan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spicy Sweet Love (Completed)
ChickLitCERITA INI BAGI MEREKA YANG SUDAH BERUSIA 18 TAHUN KE ATAS. MENGANDUNG BANYAK KONTEN DEWASA. Pricilla Kamaniya Sumadipraja, 26 tahun, anak penguasaha terkemuka/ pemilik coffee shop/sosialita terkenal di Jakarta kabur dari rumah demi mengejar kekasih...