_⌜09⌟_

15 7 0
                                    

Suasana riuh di kantin tidak akan pernah tergantikan oleh apa pun. Setelah menghabiskan banyak tenaga untuk belajar, para murid akan mengisi lagi dengan makanan untuk menambah stamina pada jam pelajaran selanjutnya.

"Bang Yoshua dan Bang Brian? Oh, mereka nggak terlalu penting. Selain nilai mereka yang tinggi dan prestasi non akademik, tidak ada yang spesial lainnya."

"Ah, tapi waktu itu?"

Tora memulai pembicaraan ketika ia bertemu dengan Yuna dan Wira di kantin. Kali ini ia benar-benar membeli makanan di kantin dan tidak membuat Wira terkejut dengan dirinya yang membawa botol minuman berukuran satu setengah liter ke kantin.

"Waktu itu?" Tora merespons ketika Yuna menyanggah pernyataan Wira.

Yuna mengangguk. "Pas mereka jadi ketua OSIS. Entah kenapa yang melanggar peraturan itu lebih dikit daripada biasanya. Hal yang bagus, sih, tapi katanya itu karena Bu Maya."

"Pembina OSIS? Bukannya normal?"

Wira dan Yuna menggeleng serentak. "Mereka menolak mentah-mentah Bu Maya ikut campur dalam permasalahan OSIS. Walaupun enggak secara terang-terangan, sih. Lebih kayak mereka mau membuktikan jika OSIS bisa lebih baik kalau pembina enggak lembek ke pengurus inti OSIS."

Tora mengerutkan dahinya. "Bukannya itu masalah banget? Maksudku, kan, Pembina OSIS itu haknya hampir 50% buat mengatur OSIS."

"Pembina OSIS itu hanya mendampingi dan membantu jika pengurus OSIS mengalami kesulitan dalam memutuskan suatu pilihan atau ketika mereka mengalami masalah sesuai dengan bidang yang ada pada struktur kepengurusan OSIS. Akan tetapi kalau di Wina Dharma , pembina OSIS hampir memegang kendali sepenuhnya. Yah, walau ujungnya ini bermasalah banget pada waktu itu," balas Wira.

"Apa karena kasus waktu itu? Yang perundungan? Mereka jadi enggak percaya sama Bu Maya."

Wira dan Yuna sontak terdiam, saling tatap seolah sedang berbicara melalui telepati. "Tau dari mana?"

Tora langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Ia bahkan lelah dengan dirinya yang selalu berbicara tanpa mengingat batasan atau dengan siapa sedang berbicara. Jika saja ia terus melanjutkan pembicaraan itu, maka ia sedang berada di dalam masalah.

"Kamu ngomong sama siapa lagi?" Yuna ikut mendesak.

Tora menegak air liurnya. "Itu bukan urusan kalian, kan? Kalian juga enggak pernah ngasih tau apa-apa ke aku tentang tujuan kalian yang sebenarnya."

"Jangan lupa kalau kami memegang rahasia kamu, Tor," balas Yuna dengan tatapan yang mengintimidasi siapa saja.

Tora mengalihkan pandangannya, lalu menatap Wira dengan sangat kesal.

"Yuna." Wira kini menatap temannya itu dengan serius, membuat tatapan mengintimidasi itu menghilang seketika.

"Kami bakal kasih tau kamu, tapi bukan sekarang. Sekarang kami cuma nyari informasi aja." Wira bersuara lagi, menatap Tora supaya lelaki yang lebih tinggi darinya itu tidak mengubah pikirannya.

Tora menggeser piring makanannya yang telah habis kemudian melipat kedua tangannya di depan dada dan meletakkannya di atas meja. "Aku di sini, sampai sekarang ada buat mempertahankan beasiswaku. Kamu mau ngelapor masalah ini, silahkan, seenggaknya Bang Adam dan Kak Mona justru lebih membantu daripada kalian."

"Apa kamu pikir Bang Adam sama Kak Mona bisa dipercaya?"

"Iya."

"Menurut kamu kenapa kami melakukan ini diam-diam?"

"Karena kalian takut kalau ketauan oleh orang-orang."

Wira menggeleng. "Karena mereka berdua enggak bisa dipercaya. Coba ingat-ingat kenapa semua yang berhubungan dengan beasiswa dan OSIS lebih milih buat ngomong sama kamu daripada dengan ketua OSIS dan wakilnya."

Student Council ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang