"Aku mau kita jadi ketua dan wakil OSIS di periode mendatang."
Setelah berhasil menyeret Tora ke sebuah kafe ketika selesai ekskul, Wira mulai bersuara. Pesanannya juga sudah datang. Dengan sedikit paksaan dari Tora, ia juga membelikan Tora minuman. Walaupun sebelumnya Tora sangat tidak ingin berhadapan dengan Wira.
Tora terdiam, berusaha mencerna kalimat tersebut. "Aku nggak minat. Tujuanku masuk OSIS cuman ngelengkapin persyaratan penerima beasiswa sekolah ini. Lagian Bang Adam sama Kak Kayla baru lima bulan menjabat. Gak kecepatan mikir periode selanjutnya?"
Wira menghela napas panjang, kemudian tatapannya fokus pada Tora. "Menurutmu kenapa aku berusaha merebut jabatan ketua di seksi kedisiplinan, maksudku ada seksi lainnya yang nganggur untuk dipilih?"
Tora menggeleng, menandakan ia tidak tahu apa-apa. Walau sebenarnya ia lebih tidak peduli.
"Penarikan beasiswa bakal dipertimbangkan dengan apa yang telah diberikan untuk sekolah. Satu-satunya jalan supaya bisa jadi ketua OSIS itu dari tiga seksi yang paling sering bergerak. Seksi kedisiplinan dan norma, seksi acara, dan seksi budi pekerti dan sosial. Para guru menyukai murid-murid dari seksi itu. Oleh karenanya, menjadi ketua OSIS akan jadi lebih mudah, karena para guru udah suka sama kita," jelas Wira. Ia kini melipat kedua tangannya di depan dada.
"Terus, rencanamu apa? Kalau mentok jadi ketua, berarti rencanamu gagal, kan? Toh kayak yang kamu bilang, udah gak minat di posisi ketua seksi kedisiplinan dan norma. Belum lagi aku udah bilang kalau aku nggak minat ngikutin rencana jadi ketua OSIS atau apalah itu." Tora membalas tatapan Wira dengan malas. Dalam beberapa menit lagi ia juga harus menuju warung kopi tempatnya bekerja.
Wira mengacak-acak rambutnya. "Serius kamu penerima beasiswa?"
Tora menegakkan badannya. "Sebenarnya apa tujuan kamu jadi ketua OSIS? Kenapa harus ketua? Kenapa segitu banget terobsesi dengan jabatan ketua? Apa yang kamu cari dari jabatan ketua? Kamu gak sadar betapa mencurigakannya kamu, yang bergerak kayak stalker, nyuruh nyerahin jabatan? Belum lagi—"
"Cukup. Maaf soal itu." Wira menghela napas lega. Mendengar ocehan Tora membuatnya kelelahan. "OSIS itu pada dasarnya tiang para murid untuk terus bergerak. OSIS adalah wadah yang menampung segalanya, dari murid dan untuk murid. Tapi kenapa OSIS di SMA kita sedikit?"
Tora mengerutkan dahinya. "Tiga di tiap divisi. Sekolah kita punya tujuh divisi, dan enam bagian kepala. Jadi totalnya dua puluh tujuh."
Wira mengangguk. "Dua puluh tujuh. Untuk ukuran sekolah unggulan yang memerlukan tenaga kerja dari para anggota OSIS, dua puluh tujuh bukannya angka yang rendah? Seenggaknya, diperlukan 40 anggota untuk sekolah kayak gini."
Tora mengangkat kedua bahunya. "Dua puluh tujuh itu cuman jumlah. Mereka enggak terlalu butuh anggota OSIS, karena OSIS 80% hanya menguntungkan para murid, kan? Belum lagi, untuk apa anggota OSIS yang banyak kalau enggak memberikan effort pada sekolah?"
"Benar. Masalahnya bukan di sana. Entah apa yang terjadi pada OSIS sehingga kita harus menerima ini semua. Aku mau mencari tau apa yang terjadi di OSIS kita."
Tora memperhatikan Wira lamat-lamat. "Dari caramu berbicara, kamu tau sesuatu, kan?"
***
Tersisa satu minggu sampai penutupan pendaftaran anggota OSIS. Tora sendiri tidak menyangka akan terus bersama Wira sampai waktu yang belum ia ketahui. Sejak berbicara dengan Wira, ia benar-benar membuka matanya. Memperhatikan keberadaan OSIS dengan sangat jeli.
Tetapi, pertanyaan terakhirnya pada Wira tidak dijawab. Pemuda itu malah mengganti topik dan membiarkan Tora kebingungan dalam kalimat. "Kamu akan segera tau." Maksudnya, jawaban Wira mengalami perkembangan, yang awalnya bukan urusanmu menjadi kamu akan segera tau. Sebuah pencapaian yang baru baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Student Council ✅
Novela JuvenilTora tidak menyangka, jika menjadi anggota OSIS di SMA Wina Dharma justru menjadi sakelar terburuk yang pernah ia hidupkan. Demi mempertahankan beasiswanya, ia terpaksa menjadi anggota OSIS di sekolah elit dengan berbagai jenis murid di dalamnya. T...