Menetap di sekolah hingga jam enam sore adalah kebiasaan Adam ketika ia harus mengulang materi yang ia pelajari. Beberapa ekstrakurikuler yang berakhir juga di sekitaran jam itu. Para satpam biasanya akan berkeliling ruangan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi murid yang berada di dalam ruangan. Jika sudah waktunya, ia akan menyuruh mereka keluar dari kelas supaya dapat dikunci.
Hawa dingin perlahan mulai menghilang ketika Adam mematikan pendingin ruangan dua puluh menit yang lalu. Kursi-kursi berjejer rapi dan dokumen juga tersusun rapi di atas mejanya. Ada satu buku laporan yang terbuka. Punggung bukunya bertuliskan 'Laporan OSIS tahun 2016/2017.' Dimulai dari laporan kegiatan, denda, acara tahunan, juga kasus yang membuat OSIS terlibat, tercatat di sana. Pihak-pihak yang terlibat sudah menandatangani laporan itu, membuatnya resmi secara nyata.
Mona masih melakukan kegiatan ekskul. Gadis itu selalu pulang lebih lama daripada kaptennya, memaksa tubuhnya untuk melatih setiap kemampuan yang ia punya. Sejak Tora berkata demikian, ia dan Adam memasang jarak yang belum pernah ia pasang sebelumnya. Ia turut memikirkan hal yang sama.
"Sampai kapan lo gak ngasih tau ke Mona yang sebenarnya?"
Adam menoleh ke asal suara. Pintu ruangan OSIS sudah terbuka, di sana sudah ada wakil ketua OSIS dengan sweater berwarna biru tua yang menyelimuti seragamnya.
Adam menutup buku laporan yang ada di meja, kemudian mengembalikannya ke rak. "Tentang apa?"
"Tentang lo. Lo yang bagian dari Burung Hantu."
Adam terdiam di depan rak buku. Ia tidak berniat menatap Dea untuk melanjutkan percakapan. Kepalanya sendiri tengah dikelilingi banyak hal, tidak dapat dihindari.
"Itu bukan sesuatu yang harus dikasih tau ke dia, karena Mona enggak ada hubungannya dengan ini."
"Setelah lo tau semuanya, lo mau apa, Dam? Kita udah dengar semuanya kemarin, Dam. Kejadian yang sebenarnya gimana, kita juga tau sekarang kalau Bang Yoshua sama Bang Brian yang ngubah cerita asli dari kematian Bang Rangga. Apa yang—"
"Dea, gue tau apa yang gue lakuin. Toh, ini kemauan lu sendiri, kan, soal nyokap lu?"
Dea terdiam, ekspresinya menjadi kesal. "Gue begini karena gamau rencana kita lanjut, Dam. Semakin dilanjutkan, bakal banyak orang yang jauh terlibat. Bang Jeremy sama Kak Yura udah datang ke sini kemarin. Menurut lo aja, anjir, orang yang kuliah di luar kota sampai cuti kuliah demi datang ke acara sekolah yang kayak gini."
Adam terdiam, lantas berdiri di depan Dea. Gadis itu mundur beberapa langkah hingga kembali keluar dari ruangan OSIS. "Burung Hantu itu milik dia. Dia yang bikin Burung Hantu. Entah siapa pun yang ada di dalamnya, Bang Jeremy pasti dapat banyak info dari sana."
"Lo juga Burung Hantu, Dam."
"Lu juga Burung Hantu, Dea. Gak perlu ngingatin gue, lu sendiri yang megang semua laporan dari anak-anak, tapi ngapa enggak bisa lu filter sedikit pun sebelum dikasih ke nyokap lu? Sekarang rencananya udah keluar dari garis dan lu mau berhenti?"
Dea terdiam. Rencana, kata itu adalah kata terburuk yang pernah ia ucapkan pada Adam. Siapa yang bisa menyangka jika pemuda itu memiliki banyak wajah untuk setiap rencana yang ia buat. entah apa tujuan dari pemuda itu, Dea sendiri tidak tahu.
Dea mengeluarkan secarik kertas dari saku jaketnya. "Ini bukti yang lo mau. Tentang nyokap sama bokap gue yang kerja sama soal masukin anak jalur belakang. Walaupun ceritanya bohong tentang nyokap gue yang berhubungan sama kematian Bang Rangga, seenggaknya yang ini cukup buat dijadiin bukti kalau lu mau ganti pembina OSIS."
Adam menerima kertas tersebut dan mundur beberapa langkah. Matanya sibuk membaca isi kertas tersebut, berbagai foto dan bukti lainnya dalam bentuk teks. "Kalau gue mau, gue juga bakal berhenti, Dea. Tapi lu sendiri enggak mau, kan? Karena kita udah sejauh ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Student Council ✅
Fiksi RemajaTora tidak menyangka, jika menjadi anggota OSIS di SMA Wina Dharma justru menjadi sakelar terburuk yang pernah ia hidupkan. Demi mempertahankan beasiswanya, ia terpaksa menjadi anggota OSIS di sekolah elit dengan berbagai jenis murid di dalamnya. T...