_⌜10⌟_

13 8 0
                                    

Suasana hati Tora memburuk ketika ia mendapatkan kabar jika ibunya masuk rumah sakit karena terjadi kecelakaan di tempatnya bekerja. Di dalam kamar berisikan enam orang pasien lainnya, ibunya tersenyum cengir ketika ia dan adiknya, Gilang, sampai di hadapannya. Di sebelah ibunya sudah ada Retno yang duduk di salah satu kursi kecil.

Perasaan bersalah perlahan mengerubungi Tora, membuat isi kepalanya semakin runyam dengan keadaan yang ada. Ibunya berusaha keras mencari nafkah untuk mempertahankan keluarganya, sementara itu dirinya sibuk bermain di lingkungan sekolah mencari tahu seluk beluk permasalahan OSIS yang bahkan tidak berguna baginya untuk mengetahuinya.

"Kalian sudah berusaha keras. Ini udah kewajiban Ibu, jangan terlalu dipikirkan. Dengan istirahat sebentar Ibu bakalan sembuh," ujar ibunya, membuat Tora menatapnya dengan kesedihan yang mendalam.

Pikirannya kalut dan ia sangat ingin berteriak lalu berkata, Ibu yang seharusnya jangan memaksakan diri. Tetapi ia tidak ingin membuat suasana semakin memburuk dan hanya bisa melakukan skenario palsu itu di dalam pikirannya.

"Gilang mau ikut olimpiade dua bulan lagi."

Dua pasang kaki yang tengah berjalan menuju mini market itu tiba-tiba terhenti saat Gilang bersuara.

"Bukan olimpiade yang benar-benar formal kayak yang biasanya diadakan instansi. Hadiahnya uang, lumayan buat bayar SPP," tambah anak laki-laki itu. Ia menyumbat sebelah telinganya dengan handsfree, lantas menatap saudara laki-lakinya dengan serius.

"Tujuan kamu ikut olimpiade sekadar dapat duit atau ngumpulin sertifikat biar bisa dapat beasiswa?" balas Tora sembari mengambil dua bungkus roti tawar serta selai sarikaya.

"Dua-duanya. Menyelam sambil minum air. Walau tujuan lebih besarnya buat dapat duit."

Tora menghela napas kasar. "Selama kamu enggak memaksakan diri dan tidak melakukan hal-hal buruk, silahkan saja. Cuma, selalu ingat jangan berkata tujuan uang itu di depan Ibu atau Kak Retno, mereka bakal ngerasa penghasilan mereka kurang buat kita."

Gilang mengangguk. "Abang sendiri, jangan terlalu memaksakan diri."

Tora tersenyum tipis. "Kalau aku enggak masalah. Aku harus mempertahankan beasiswaku dan membuat keuangan di rumah kita stabil."

Matanya kini tertuju pada adiknya. "Lagian udah kewajibanku juga."

***

Jika satu peraturan yang baru saja ditambahkan maka akan ada sebab dari tujuannya dan akibat dari peraturan yang baru saja ditambahkan itu. Akan tetapi peraturan baru tersebut tidak ada hubungannya dengan murid yang bukan penerima beasiswa, apa lagi murid yang bukan pengurus OSIS. Jika pelakunya hanyalah murid biasa dari kalangan kelas C, D, dan E mereka hanya akan diperingatkan seperti biasa.

"Pasti susah, ya, berada di kelas C. Ah, tapi C itu lebih baik daripada E. Mereka enggak memperlakukanmu seperti hewan ternak." Remaja yang lebih tinggi tujuh senti dan tubuh yang lebih berisi dari Tora itu bersuara dengan rokok yang menyala di tangannya.

"Kau, bergabunglah dengan kami. Bantu kami jika ada razia rambut, tas, dan yang lainnya."

Tora menghela napas pelan. Ia bukan anak yang suka berkelahi, kekuatan fisiknya juga hanya rata-rata, jawaban paling sederhana baginya adalah untuk tidak melawan. "Saya menolak, Bang. Saya anggota OSIS, jadi saya akan mencatat nama kalian semua untuk dilaporkan. Merokok, baju tidak dimasukkan, rambut tidak rapi, atribut—"

Satu bogem mentah lepas mengenai pipi kirinya. Jika itu uppercut, Tora pasti sudah kehilangan kesadarannya. Meskipun begitu, pukulan tersebut benar-benar menyakitkan.

Student Council ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang