Tidak ada lagi rapat ataupun perkumpulan OSIS setelahnya. Eddy hanya memanggil beberapa pengurus untuk urusannya dan membiarkan anggota lain fokus pada sekolah. Sedangkan Adam selalu sibuk berbicara dengan Eddy, menjelaskan ini itu pada guru itu. terlebih ia berada di akhir masa jabatannya.
Selain mengurus laporan, semua siswa sudah mulai melakukan persiapan ujian tengah semester. Peduli amat dengan pergantian jabatan OSIS, bagi mereka tentu nilai lebih penting daripada apa pun. Tidak ada lagi yang perlu mereka khawatirkan, sekarang hanya nilai.
Tora juga begitu. belakangan itu ia jadi lebih banyak belajar daripada biasanya. Ia juga beberapa kali berkonsultasi pada para kakak kelasnya mengenai nilai minimal yang harus ia peroleh untuk kenaikan kelas. ia sering kali bertanya pada Mona, meskipun ia juga bisa bertanya pada Adam, Yoshua, dan Brian. Tetapi dua murid kelas 12 sibuk mempersiapkan ujian nasional sehingga Tora tidak mau mengganggu. Belum lagi, ia merasa belum mendapatkan kejelasan tentang kebohongan kedua seniornya itu sehingga ia tidak mau terlibat lebih jauh lagi.
Jauh dari itu, Wira sibuk membuat laporan seksi kedisiplinan dan norma. Ditambah pemuda itu sibuk bersama Yuna untuk membuat visi misi yang akan diajuk sebagai calon ketua dan wakil ketua OSIS mendatang. Prediksi Adam tentang jadwal benar. Tanggal 17 Mei pemilihan ketua OSIS akan diadakan. Namun selain tebakan yang itu, Adam salah, seperti wawancara dan lainnya.
"Pilihan terakhir? Enggaklah. Dari awal tuh, pilihan gue Tora-Wira, tapi karena Tora enggak mau, jadinya Wira-Yuna. Kan kinerja mereka bertiga keliatan, apa lagi setelah Bima yang berhasil ditindaklanjuti sama wakil kesiswaan," ujar Adam saat Ricky bertanya sekali lagi kenapa ia merekomendasikan Wira dan Yuna sebagai calon ketua dan wakil ketua OSIS mendatang.
"Tapi, kan, sifat lu buruk juga. Lu pasti tau kalau guru rata-rata bakal milih murid penerima beasiswa. Lu malah bilang kalau hasil mereka bakal dikit. Kayak support sama enggak support lu tuh 50 banding 50 anjir," balas Ricky sembari mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja.
"Anggap aja jadi acuan. Kalau mereka nyerah ebrarti mereka emang enggak cocok jadi ketua dan wail. Kalau mereka malah enggak nyerah dan malah di luar ekspetasi gue, berarti mereka emnag cocok dan gue jadi enggak perlu khawatir sama OSIS mendatang. Tau sendiri dua orang itu pikirannya kayak gimana."
Ricky menghela napas panjang. Ia tidak mau melanjutkan debat bersama sahabatnya itu. tidak ad ayang bisa menebak pikiran Adam. Bisa saja pemuda itu bertaruh dengan ayahnya untuk melihat pilihan siapa yang menang. Dan pemenenag taruhan akan mendapatkan sesuatu. Siapa yang tahu, kan?
"Dam!"
Adam menoleh, suadah ada Dea yang berdiri di belakangnya dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku rok. "Dipanggil Pak Eddy."
Adam mendengkus kesal, merasa jam istirahatnya sudah diganggu. "Gue cabut duluan," ucapnya sembari berdiri dan ikut bersama Dea pergi dari kantin.
Tidak ada yang berbicara di antara kedua orang itu. Adam masih kesal sejak Dea bergerak di laur rencananya. Ia bahkan tidak menerima permintaan maaf dari anak mantan Pembina OSIS itu. namun, melawan rasa gengsinya, Adam bersuara.
"Berarti lu menang dari nyokap lu, kan?"
Dea menatap Adam sejenak, kemudian tatapannya kembali pada jalan. "Mungkin. Setelah pergantian pembina OSIS, gue sama nyokap enggak ada ngomong. Nyokap sama bokap kelai karena ketauan. Katanya mereka bakal dipecat atau semacamnya. Entah gue harus senang atau enggak."
Adam memasukkan tangannya ke dalam saku celana. "Lu senang atau enggak, itu kagak ada hubungannya sama gue. Menurut perjanjiannya, sejak pembina OSIS berganti, berarti gue udah enggak ada hubungannya lagi sama lu. Mau lu kelai sama nyokap lu, atau segala macam, itu udah enggak ada artinya di gue. Karena dari awal gue udah jelasin resiko dari rencana ini."
Dea mengangguk. "Iya. Dengan begitu perjanjian kita juga selesai dan kita setuju emnganggapnya tidak pernah ada dan terjadi secara alami."
Remaja laki-laki itu menghela napas panjang. "Apa pun yang terjadi, terjadilah."
Mereka terhenti di depan sebuah ruangan yang bersebelahan dengan perpustakaan sekaligus ruang komite. Dengan santai Adam mengetuk pintu dengan papan bertuliskan ruangan sarana prasarana dan masuk ketika mendengar seruan dari dalam.
"Adam sama Dea? Masuk, masuk. Ada yang mau saya bicarakan."
Pintu ruangan tertutup. Kedua remaja itu duduk di kursi berbantal berhadapan degan sosok guru yang kini menjadi Pembina OSIS mereka.
"Mengenai laporan OSIS tahunan. Ada laporan yang sebelumnya tidak tertulis di sini. Apakah kalian bisa jelaskan dari maksud penyelesaian kasus kematian anggota OSIS tiga tahun lalu? Kalau tidak salah berarti itu angkatannya Yura dan Jeremy, kan?" tanya guru itu. suaranya melunak daripada biasanya. Bhakan terdnegar cukup hangat, membuat siapa saja akan rela menceritakan yang ia minta.
"Salah satu dari anggota OSIS adalah keluarga dari mendiang Rangga Abdi Effendy dan itu adalah adik kelas kami, Pak. Ia meminta penyelidikan secara diam-diam dilanjutkan tanpa melibatkan pihak berwajib. Akan tetapi, seperti yang bapak tahu akan keberadaan Burung Hantu beebrapa kali membuat keributan untuk mencegah terjadinya kebenaran dari kasus tersebut," jelas Adam. Ia merasa perlu menjelaskannya, menurtunya pria paruh baya yang di hadapannya juga perlu tahu kebenarannya.
"Bagaimana hasilnya?"
Adam meneguk air liurnya. "Ada kesalahpahaman antara pihak keluarga dan teman, Pak. Meskipun pemicunya dari siswa di sini dan mendiang benar-benar meninggal karena bunuh diri di rumahnya sendiri. Adik kelas kami juga sudah menerima kenyataan tersebut, Pak."
Eddy mengangguk. "Oleh karena itu kalian mengambil tindakan untuk membubarkan Burung Hantu sebelum saya diresmikan sebagai pembina OSIS?"
Adam terdiam. Ia tidak menduga sampai sana. Napasnya tertahan saat ini.
"Benar, Pak. Selaku pengawas dari pihak OSIS, saya memutuskan untuk membubarkan Burung Hantu, tetapi bukan karena Bapak yang akan menjabat sebagai pembina OSIS, tetapi karena semua masalah sudah jelas." Dea yang menjawab, seolah ia bisa menjawab setiap celah yang akan ditanyakan kembali oleh Eddy.
Eddy menghela napas pelan. "Untuk selanjutnya, meskipun Jeremy mendirikan Burung Hantu sebagai antisipasi di antara murid, saya ingin adanya diskusi lebih lanjut bukan secara sepihak. OSIS mungkin sudah tidak berad adi jabatan kalian lagi, Adam, Dea, tetapi sudah kewajiban kalian untuk mengingatkannya pada penerus kalian."
Adam mengangguk pelan, begitu juga dengan Dea. Kenyataannya adalah, Eddy sudah tahu semuanya dengan sangat jelas. Eddy adalah orang yang menolak keberadaan Burung Hantu di sekolah, oleh karena itu, apa pun pergerakannya, Eddy pasti menyadarinya.
"Menjelang pemilihan ketua OSIS yang baru, saya harap semuanya sudah diselesaikan serinci-rincinya, baik dari pihak Adam maupun Dea. Kalian sudah terbagi menjadi kedua kubu, jangan sampai ada yang menyadari betapa rapuhnya OSIS di masa jabatan kalian."
Kalimat tersebut mengakhiri pertemuan 'rahasia' pembina OSIS dengan ketua dan wakil ketua OSIS. Tidak peduli bagaimana hasilnya, keduanya mendapatkan sebuah perintah yang tidak mungkin bisa mereka selesaikan kurang dari sebulan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Student Council ✅
Fiksi RemajaTora tidak menyangka, jika menjadi anggota OSIS di SMA Wina Dharma justru menjadi sakelar terburuk yang pernah ia hidupkan. Demi mempertahankan beasiswanya, ia terpaksa menjadi anggota OSIS di sekolah elit dengan berbagai jenis murid di dalamnya. T...