Tora tidak lagi terlihat setelah percakapan mengenai Rangga beberapa waktu lalu. Ia menghindari semua hal yang berbau OSIS. Ia tidak mau terlibat lebih jauh lagi sampai Adam bisa menjelaskan kebenaran padanya. Namun, Adam terlihat tidak mau mengatakannya, oleh karena itu Tora memasang jarak secukupnya untuk dirinya dan OSIS yang seharusnya.
Adam sadar, ia sama membosankannya dengan wira yang melibatkan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan kejadian silam. Namun, ia benar, bahwa Bima bisa melakukan hal yang sama pada Tora dan kejadian yang menimpa Rangga bisa saja menimpa Tora juga.
"Jadi ada urusan apa lagi, Adam?"
Adam menegakkan kepalanya, wakil kesiswaan telah menutup bukunya dan kini fokus menatap dirinya setelah 10 menit menyelesaikan pengisian buku nilai dari tugas para murid.
"Begini, Bu Rita, saya ingin menyampaikan pengajuan, tapi saya juga ingin Ibu berjanji bahwa pengajuan ini bukan dari saya," ujar Adam. Ia duduk dengan tegap meskipun di dalam hatinya cukup merasakan ketegangan. Memikirkan kalimat Mona, apakah akan ada yang dirugikan dari pengajuannya itu. Ia tiba-tiba merasa tidak siap dengan apa yang akan ia ucapkan.
Rita terdiam sejenak. Dulu ia tau bagaimana sifat Adam sebelum menjadi ketua OSIS, sangat ramah dan asyik untuk diajak disukusi. Namun, setelah menjabat sebagai ketua OSIS, sifatnya berubah seolah telah mendengar berita-berita buruk yang harus ia tanggung sendiri.
"Menjaga privasi atas keluhan adalah bagian dari tugas guru."
Adam menegak air liurnya, lantas memantapkan hatinya. "Saya ingin mengajukan pergantian pembina OSIS, Bu." Diam sejenak, Adam memikirkan kalimat yang cocok untuk penjelasan selanjutnya. "Saya pernah mendengar jika ketua OSIS bisa mengajukan banding atas pergantian pembina OSIS jika mengalami kesulitan ketika sang pembina tidak bisa membantu. Sejujurnya pengajuan saya tidak di atas dasar tersebut, Bu."
"Lalu, atas dasar apa? Saya yakin kinerja Bu Maya bagus dalam membina OSIS selama beberapa tahun belakangan ini."
Adam mengangguk setuju dengan penjelasan itu. Terlebih di saat OSIS mengalami kesulitan, Maya sering memberinya saran. Adam mengeluarkan beberapa lembar kertas pada Rita, membiarkan gurunya itu membaca isi yang ada di dalamnya.
"Mungkin saya terlihat mencampuri urusan yang tidak seharusnya, Bu. Tetapi saya sendiri tidak mau dibina oleh orang yang melakukan kegiatan buruk seperti ini, Bu."
Rita masih membaca kertas pemberian Adam. Ia sebenarnya sudah tahu masalah itu dan tinggal menunggu pihak sekolah menyelesaikannya. Mana mungkin ia menyangkan bahwa seorang murid sendiri bisa mengetahui masalah seperti ini lengkap dengan bukti-buktinya.
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan dengan semua bukti ini? Apa yang kamu harapkan atas apa yang saya lakukan? Bagaimana jika saya salah satu dalang yang ikut dalam kegiatan buruk ini?"
Adam tercengang, kemudian dengan segera menggeleng dan tersenyum. "Tidak mungkin. Saya mengenal Ibu sebagai penolak pergerakan Burung Hantu. Karena Ibu sendiri tidak setuju dengan pergerakan secara bersembunyi-sembunyi, oleh karena itu Ibu menambahkan peraturan tersebut, kan?"
Rita menatap kagum muridnya itu. Ia hanya bercanda sebelumnya. "Saya akan mengajukannya di rapat guru mendatang. Sekarang kamu hanya perlu melakukan tugas sebagai ketua OSIS yang belum ditunaikan. Sebentar lagi pelepasan jabatan, kan?"
Adam mengangguk kemudian berdiri dari tempat duduknya dan menyalami wakil kesiswaan itu. "Baik, Bu. Terima kasih banyak." Lantas berlalu keluar dari ruangan kesiswaan yang berada di sebelah ruang guru umum.
Senyuman yang terhias di wajah Adam menghilang ketika ia menutup pintu ruangan. Di sebelahnya sudah ada Dea yang berdiri sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
"Diterima atau enggaknya pengajuan ini, apa pun hasilnya, gue udah enggak ada hubungannya lagi di dalam ini." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, keduanya pergi ke arah yang berlainan padahal arah menuju kelas mereka sama. Mereka selalu melakukannya, untuk menghapus jejak telah berbicara bersama.
Perlahan murid-murid fokus pada pelajaran mereka, melupakan sejenak keseruan yang mereka dapatkan di acara sekolah. Persaingan kembali terasa di antara mereka, terutama murid kelas 10. Sedangkan murid kelas 12 beberapanya mulai mengendorkan kefokusan mereka, sudah lelah dengan persaingan nilai antar kelas. Jika harus berada di kelas E tidak lagi menjadi maslaah untuk mereka.
Ketika sore tiba, di rangan ekskul seni, Adam datang berkunjung. Para anggota rata-ratanya sudah pada pulang dan hanya tersisa dirinya, Ricky serta Tora. Adam meminta tolong pada Ricky untuk menahan Tora supaya tidak pulang dan mau berbicara sebentar dengannya. Tidak masalah jika Ricky ikut mendengarkan, semuanya demi meluruskan kesalahpahaman yang ada. Mona benar, dirinya juga harus memikirkan pihak lain, apakah akan ada yang mengalami kerugian atau tidak.
"Bang Yoshua dan Bang Brian itu bisa dibilang menolak Bu Maya mentah-mentah. Kamu pasti udah pernah dengar tentang mereka yang enggak mau meminta pendapat apa pun dari Bu Maya. Jadi, dengan rumor yang beredar dan teori terbatas mereka memutuskan bahwa Bu Maya adalah orang jahatnya. Buktinya juga ada, jadi tidak masalah apakah yang mereka ceritakan itu benar atau salah, selama mereka bisa menjelaskannya." Adam mulai menjelaskan. Di tangannya sudah ada satu kaleng kopi hitam. Sebelum datang ke ruangan seni, ia mampir ke mini market yang berada tiga blok dari Wina Dharma dan membeli beberapa minuman dan camilan untuk dibawa ke ruangan ekskul seni.
"Penjelasannya cuma itu. karena aku dulu enggak bisa percaya sama Bang Jeremy, aku jadi percaya dengan semua yang dibilang Bang Yoshua sama Bang Brian. Tapi, karena Kak Yura juga ikut ngejelasin kemarin, aku jadi percaya dan memulai semuanya dari awal, mengurutkan kejadian yang ada dan menemukan kepastian." Adam menegakkan kepalanya, menatap adik kelasnya yang serius memperhatikan dirinya.
"Karena itu, aku minta maaf atas semua perkataanku yang mungkin bikin kamu enggak percaya samaku, Mona ataupun yang berhubungan dengan OSIS."
Tora terdiam. Ia juga sudah mendengar kebenarannya. Yoshua dan Brian juga mengakui hal yang sama, tetapi bukan berarti ia bisa menerimanya begitu saja. Namun, semua orang pernah melakukan kesalahan dan Tora berusaha mengerti atas semua penjelasan yang ada.
"Aku juga minta maaf, Bang, karena udah kekanak-kanakan. Mungkin aku cuma kaget sama semua ini. tiba-tiba dikasih teori yang kupikir cuma ada di cerita-cerita novel doang. Dipikir lagi, yang kayak gini bisa aja ya terjadi," balas Tora. Ia sudah mengerti.
Adam tersenyum lebar lantas menatap sahabtanya, Ricky seolah berkata, 'aku berhasil' wajahnya benar-benar menjelaskan semuanya.
"Sekarang berarti masalahnya tinggal dua, ya?" tanya Ricky.
Adam mengangguk. "Pergantian Pembina OSIS sama pergantian jabatan ketua OSIS. Setelah itu, aku bakal bebas. Benar kata Mona, aku juga harus fokus sama masa depanku, bukan cuma OSIS, OSIS, OSIS!"
Ricky tertawa renyah. "Baru sadar? Selama ini ke mana aja, sih?"
"Eh, tapi kalau gitu ada tambahan."
"Apa?"
"Ketua OSIS mengajukan satu rekomendasi untuk dijadikan calon ketua OSIS dan wakilnya pada periode mendatang."
Adam sudah pernah mendiskusikannya dengan Tora, dan pemuda di depannya itu sudah menolak jabatan tersebut mentah-mentah dan di kepalanya hanya ada sepasang orang lagi yang mungkin tidak akan menolak tawaran darinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Student Council ✅
Teen FictionTora tidak menyangka, jika menjadi anggota OSIS di SMA Wina Dharma justru menjadi sakelar terburuk yang pernah ia hidupkan. Demi mempertahankan beasiswanya, ia terpaksa menjadi anggota OSIS di sekolah elit dengan berbagai jenis murid di dalamnya. T...