_⌜18⌟_

14 5 1
                                    

"Saranku, kalau kamu enggak bisa fokus di nilai, kamu perlu dongkrakkan."

Tora terdiam ketika kakak kelasnya itu bersuara. Mereka berdua duduk di pinggir lapangan dengan bola yang terus dipantulkan oleh Mona. Tora meminta pendapat Mona tentang apa yang harus ia lakukan pada nilainya untuk mempertahankan beasiswanya, karena hanya Mona yang berada di peringkat ketiga.

"Dongkrak?"

Mona mengangguk. "Aku bisa dapat beasiswa, selain nilai juga karena tim voli. Selama di pertandingan voli tim mendapatkan juara, beasiswaku juga akan aman, yah, walau ujungnya nilai akademik lebih penting."

"Kalau gitu berarti nilai saya juga harus naik, dong, kak?"

Mona menggeleng. "Nilainya enggak harus naik, tapi tetap juga enggak masalah. Kalu kata bu Maya, harus tiga teratas di kelas. itu aja udah cukup. Mau kamu tiga tahun tetap di peringkat tiga juga enggak masalah, kok. Cuma, ya, untuk amannya dongkrak. Kalau enggak salah kamu ekskul seni, kan?"

Tora mengangguk.

"Nah! Tinggal berprestasi aja di sana, ikut lomba gitu. Ada Ricky, kok, dia pasti mau bantu kamu."

Tora mengelus tengkuknya. "Lukisan saya enggak sebagus itu, Kak. Dibanding Bang Ricky dan anggota lainnya, saya amatir banget."

Mona tertawa kecil. "Yah, aku enggak ada saran lain, sih. Kalau gitu kamu fokus aja sama nilai akademik kamu. Enggak perlu sempurna di akademik ataupun non akademik, Tor. Yang penting lakukan yang terbaik dari kamu, itu aja udah cukup. Wina Dharma mungkin emang keliatan harus sempurna, tapi nyatanya murid-murid di sini rata-rata fokusnya ke akademik doang."

Tora tidak merespon apa-apa. Sejujurnya meskipun ia mengatakan tidak peduli lagi dengan beasiswanya beberapa waktu lalu pada Yoshua dan Brian, ia masih ragu. Bagaimana jika beasswanya benar-benar dicabut? Bagaimana jika nilainya tidak cukup? Bagaimana jika ia ketahuan melanggar peraturan?

"Tor? Kamu terlalu khawatir. Santai aja kali."

Tora tidak bisa santai sedikit pun. Bukan salahnya perasaannya jadi bercampur aduk. Jika saja dia tidak asal bicara, semuanya pasti tidak akan jadi seperti itu.

***

Akhir tahun terlewati begitu saja. Entah dalam hening kesendirian atau dalam berisiknya keramaian. Entah bersama teman atau pun bersama keluarga. Sejenak melupakan masalah-masalah yang datang, mendirikan benteng demi satu hari penuh ketenangan diri.

Mona dan Ricky menghabiskan akhir tahun mereka untuk menonton konser band nya Adam. Tora menghabiskan waktunya di rumah, membuat kenangan baru bersama ayahnya yang baru pulang. Wira dan Yuna menetap di rumah mereka, menghabiskan wakktu untuk belajar sembari menunggu kembang api yang diluncurkan ketika tahun berganti.

"Yun, Kakak pergi dulu, ya."

Sang empunya nama menoleh. Pintu kamarnya sudah terbuka, menampakkan sosok wanita bertubuh tinggi dengan baju berwarna dongker dan celana panjang berwarna hitam. Rambutnya panjang sedada dengan topi hitam yang menutupi kepalanya.

"Jam segini?"

Wanita itu mengangguk. "Pulang sebelum jam satu pokoknya. Kan, lagi tahun baruan, jalanan pasti rame, kok."

Yuna terdiam. Ia khawatir terhadap wanita yang ia sebut kakak itu. "Kalau ada apa-apa langsung telpon aku atau nyalain SOS hp-nya, ya?"

Wanita itu mengangguk. "Yang Kakak itu kamu atau aku, sih?"

"Kak, Yura!"

Wanita yang dipanggil Yura itu tertawa. "Iya, iya, hahahaha. Kakak pergi dulu," ujarnya sembari menutup pintu kamar adiknya.

Student Council ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang