Pengumuman dari ketua OSIS periode 2018/2019 berhasil menarik perhatian para siswa yang masih terduduk di lapangan upacara. Beberapa di antara mereka ada yang mulai mencari tempat teduh untuk menghindari sengatan panas matahari. Beberapa lagi masih di tempat karena malas berpindah.
Semua tatapan tertuju pada pemuda dengan tinggi 183 senti itu, dengan jas khas OSIS berwarna hitam dipadukan dengan warna emas yang membalut tubuhnya. Suaranya cukup berat, tetapi masih bisa didengar dengan jelas oleh para murid serta guru. Beberapa benar-benar mendengarkannya, dan beberapa lagi hanya menganggap pemuda itu angin lalu yang menyita waktu mereka.
"Kami sangat berharap jika ke depannya anggota OSIS dapat memajukan sekolah, baik dalam faktor internal maupan eksternal. Pembukaan pendaftaran akan dilakukan pada esok hari, jika berkenan bisa mendatangi ruangan OSIS secara langsung, atau menemui Mona Adelia kelas sebelas IPA A, selaku sekretaris OSIS. Lalu seleksi akan dilakukan dua minggu setelah pendaftaran ditutup. Demikian informasi yang dapat kami berikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih." Kemudian barisan dibubarkan. Para siswa-siswi kembali ke kelas mereka, ada juga yang menuju kantin sembari menunggu bel jam pertama dimulai.
Sudah tiga minggu sejak tahun ajaran baru dimulai. Beberapa siswa sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan yang terkesan baru. Mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, atau menjadi murid penuh ambisi untuk mendapatkan nilai sempurna demi memberikan kesan pertama yang baik dan membentuk masa depan yang cerah, setidaknya bagi mereka sendiri.
"Nanti ketemu pas istirahat lagi, ya, Tor!"
"Yoi!"
Satu pemuda dengan kacamata semi bulatnya itu melambai santai kemudian kembali ke kelasnya setelah membeli satu teh kotak dari kantin. Kaki panjangnya itu menaiki anak tangga dengan lincah, lantas sampai di kelas dalam hitungan tiga menit. Sembari bersenandung ria, ia akhirnya sampai di depan pintu kelasnya dan langsung terdiam.
Pemuda itu bernama Tora yang secara beruntung mendapatkan beasiswa di sekolah bernama Wina Dharma. Sekolah para murid elit pintar julukannya. Bermodalkan nilai lima semester, tiga sertifikat prestasi non akademik, tes seadanya dan nekat, ia berhasil lolos dengan urutan ketiga dari tiga penerima beasiswa. Meskipun ada beberapa temannya yang masuk jalur reguler dan rekomendasi yayasan, ia tetap bisa berbicara santai seolah dirinya bukanlah ancaman.
Tetapi bagi Tora, ancaman sesungguhnya berasal dari sekolah itu sendiri. Selain harus belajar selama sepuluh jam, seluruh siswa harus mengikuti minimal satu ekstrakurikuler setiap pulang sekolah. Hanya saja, bagi penerima beasiswa harus mengikuti organisasi tambahan, seperti OSIS atau PMR. Tentu saja pengumuman tadi adalah lambang dari lampu hijau bahwa ia harus segera mendaftar sebelum ditegur.
"Halo, Tora Elmino, kan, ya?"
Tora terdiam cukup lama. Langkah kakinya sebenarnya terhenti di depan kelas saat sosok pemuda bertinggi 183 senti menatapnya dengan senyuman sumringah.
"Ah, iya, Bang. Ada apa, ya?" Tora mengangguk dengan cepat, merasa tidak enak telah membuat seseorang menunggu, padahal ia merasa tidak punya janji dengan ketua OSIS.
Pemuda berlabel ketua OSIS itu memberikan selembaran kertas pada Tora, kemudian mulai berbicara. "Ini. Mungkin sebelumnya udah tau dari surat perjanjian beasiswa. Bahwasannya murid penerima beasiswa harus mendaftar OSIS. Jadi, saya di sini hanya ingin mengingatkan. Selain itu, murid beasiswa tidak akan melewati seleksi dan dapat memilih mau berada di seksi apa. Mungkin jam istirahat kedua nanti bisa mampir ke ruangan OSIS? Saya juga udah ngasih tau anak penerima beasiswa lainnya," jelas pemuda itu yang jelas-jelas bernama Adam.
Tora mengangguk sekali lagi. "Iya, Bang, udah dengar sama baca surat perjanjiannya waktu itu. Nanti saya luangin waktu buat ke sana. Terima kasih udah mau ngingatin, Bang."
![](https://img.wattpad.com/cover/311627318-288-k604188.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Student Council ✅
Ficção AdolescenteTora tidak menyangka, jika menjadi anggota OSIS di SMA Wina Dharma justru menjadi sakelar terburuk yang pernah ia hidupkan. Demi mempertahankan beasiswanya, ia terpaksa menjadi anggota OSIS di sekolah elit dengan berbagai jenis murid di dalamnya. T...