_⌜14⌟_

14 6 0
                                    

Tora pikir, urusannya dengan Yuna sudah selesai sejak ia membungkam mulut gadis itu dengan berbagai macam fakta nyata. Akan tetapi, gadis itu tidak berhenti begitu saja ternyata, sesuai dengan apa yang dikatakan Adam. Ia lagi-lagi mendekati Tora di kantin sembari mengatakan ancaman.

"Pekerjaanmu berharga, kan?"

Tora tidak bisa berekspresi sama seperti kemarin. Dirinya memang sudah bertekad untuk menyelesaikan masalah di OSIS, tapi nyatanya pertaruhannya terlalu berat.

"Aku yakin Wira udah ngasih tau kamu kalau ancaman kayak gitu dicabut," balas Tora. Ia serius, jika bisa ia ingin memukul gadis itu sama seperti Wira, tapi ia sadar, tidak boleh menyakiti seorang gadis, jadi Tora memutuskan untuk bersilat lidah lagi seperti kemarin.

"Wira dan aku berbeda. wira mungkin mencabut ancamannya, tapi aku enggak. Karena itu, berhentilah."

"Enggak mungkin, sih."

Bukan Tora yang menjawab, melainkan Adam. Tidak hanya Adam, tetapi Wira, Mona serta Ricky juga ada di sana. Kemarin, Tora mengatakan apa yang terjadi padanya kepada Adam. Ia merasa perlu mengatakannya, terlebih Adam berjanji akan membantunya jika ancaman tersebut menyenggol pekerjaannya. Sehingga mereka membuat rencana.

"Aku udah bilang buat enggak ngancam Tora, Yun." Wira ikut bersuara.

Tidak ada di antara mereka yang takut jika percakapan mereka didengar. Mereka malah seperti memancing siapa saja untuk melihat pertikaian tersebut.

"Kamu ngapain? Kamu ngadu ke semua orang ini?" Yuna terlihat sangat marah, wajahnya memerah. Namun, ia juga merasa salah karena telah bertindak gegabah.

"Enggak. Enggak ada yang ngadu. Kamu sendiri yang ngundang kami," jawab Mona santai. Ia bahkan meminum teh kotak di antara pertikaian itu.

Yuna terlihat sangat panik, ia berusaha mencari apa saja untuk membela dirinya sendiri. Gadis itu benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan. "Bukannya .... bukannya dia melanggar peraturan, Bang? Kenapa malah dibantu?"

"Melanggar? Apanya?"

"Itu bekerja paruh waktu," jawab Yuna ragu.

"Memangnya kamu bekerja, Tor?" tanya Mona.

Tora menggeleng. "Enggak, Kak. Saya sepulang sekolah selalu ikut ekskul. Tanya aja Bang Ricky."

"Benar."

"Bohong! Aku tau kamu kerja!" Intonasi Yuna mulai meninggi.

Seolah rencana mereka benar-benar berhasil. Adam belum berbicara lagi. Ia membiarkan Wira, Mona, Tora, serta Ricky yang berbicara. Ia akan berbicara jika suasana jadi lebih buruk.

"Yuna, udahlah. Kamu enggak usah kayak gini," balas Wira. Ia benar-benar menyatu dengan rencana. Membuat Yuna kebingungan sendirian.

"Bukannya kamu yang bilang—"

"Aku? Kapan? Yun, jangan kayak gitulah. Aku tau kamu kesal karena Tora gabung sama kita, tapi enggak gini caranya."

Yuna mengepalkan tangannya. Ia benar-benar akan berteriak. Akan tetapi, entah berapa banyak pasang mata yang tertuju padanya. Bertanya apa yang sedang terjadi. "Pengkhianat." Yuna dengan segera pergi dari kerumunan yang menyesakkan itu. Wira turut mengejarnya, berusaha memperjelas suasana yang sebenarnya.

"Bubar-bubar. Ini bukan bahan tontonan!" teriak Mona dari kursinya.

Tora sebenarnya tidak ingin melakukan rencana seperti itu, karena dengan begitu secara tidak langsung ia membiarkan orang-orang mengetahui tentang dirinya.

"Untuk sementara, kamu enggak usah kerja."

Pada istirahat kedua kemarin, Tora bertemu dengan Mona di kantin, di sebelahnya juga ada Adam yang sibuk menghabiskan makan siangnya. Sang ketua OSIS hanya mendengarkan sedangkan Mona seperti menjadi juru bicara untuknya.

Student Council ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang