🌻🌻🌻
Hari ini orang tua Kak Cakra akan tiba di Medan. Mungkin akan sampai saat malam nanti, karena mengambil penerbangan sore. Kalau ada yang bertanya selama tiga hari ini Kak Cakra tidur dimana? Jawabannya adalah bukan di rumahku. Padahal aku berharap melihat wajah ganteng itu setiap hari. Tetapi, Kak Cakra lebih memilih untuk menginap di hotel saja.
Padahal tidur di hotel mengeluarkan biaya. Coba kalau tidur di rumahku, pasti tidak dipungut biaya apapun. Malah mendapatkan bonus bisa melihat bidadari setiap hari. Iya, aku bidadarinya.
"Miss Dara nggak ada kelas?" Suara Miss Dini mengagetkan aku yang sedari tadi melamun.
"Eh, ada dong, Bu. Ini saya lagi mau ngambil buku gambar untuk anak-anak," jawabku. Mungkin aku terlalu lama melamun kali, ya? Astaga, bisa-bisanya di saat jam mengajar begini aku malah melamun.
"Saya kira Miss Dara nggak ada kelas." Miss Dini mengatakan itu sambil tersenyum. Ah, pasti sekalian menyindir juga sih.
"Kalau begitu saya kembali ke kelas dulu, ya, Bu. Permisi," pamitku yang dibalas anggukan oleh Miss Dini.
Aku berjalan menuju kelas A, kelas yang selama 5 tahun ini kupegang. "Miss Dara lama!" seru anak-anak di kelasku.
"Maaf ya, Miss Dara lama tadi."
"Siapa yang mau belajar mewarnai?" tanyaku. Anak-anak dengan semangat mengangkat tangannya.
"Miss Dara bagiin buku gambarnya, ya. Duduk yang rapi, dong. Siapa yang duduk paling rapi bakalan dikasih buku gambar duluan." Setelah aku mengatakan itu, semua muridku langsung duduk sambil melipat tangannya di atas meja.
Jika biasanya aku akan mengajar bersama dengan Miss Clara, hari ini beliau tidak masuk karena anaknya sedang demam. Jadilah aku sendiri yang mengajar di kelas ini.
"Nah, sudah dibagikan ke semua, kan?"
"Udah, Miss," jawab mereka kompak.
"Sekarang kalian buka bukunya, lihat di halaman pertama ada gambar apa?"
"Baju sama sepatu, Miss." Aku langsung tersenyum. Anak-anak didikku ini benar-benar pintar.
"Sekarang kalian bisa mulai mewarnai, ya. Warnai dengan warna kesukaan kalian. Tapi ingat, usahakan rapi, ya? Kalau rapi nanti Miss Dara kasih bintang lima deh." Biasanya anak-anak akan senang kalau ku iming-imingi dengan bintang lima. Seperti sekarang, mereka dengan semangat mengeluarkan pensil warna dari tempatnya.
10 menit sudah berlalu, mungkin mereka sudah ada yang selesai mewarnai. "Ada yang sudah selesai? Kalau sudah antar ke depan, ya. Miss Dara mau lihat," ujarku yang langsung diangguki beberapa murid, karena yang lainnya sedang fokus mewarnai.
"Miss, Siva udah selesai dong." Siva berjinjit untuk bisa meletakkan buku gambarnya ke mejaku.
Aku menepuk kepala Siva pelan, Siva ini salah satu anak yang berprestasi di kelasku. Aku memeriksa hasil mewarnai-nya.
"Siva," panggilku.
"Iya? Kenapa Miss?"
"Sini bentar deh."
Siva datang lagi ke mejaku. Kemudian aku menunjukkan hasil gambar yang sudah diwarnai-nya itu. "Ini kenapa sepatunya hitam semua? Tali sepatunya juga hitam." Jika biasanya anak-anak akan mewarnai dengan warna-warna yang cerah, berbeda dengan Siva yang mewarnai gambar sepatunya dengan warna hitam semua.
"Sepatu Siva, kan, warna hitam, Miss." Benar juga sih. Siva tidak salah, tapi masalahnya di gambar ini aku tidak bisa membedakan mana tali sepatunya karena warna hitam yang sangat pekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh itu, Ketuk Pintu! [TAMAT]
Любовные романыDara masih 23 tahun, tetapi kerabat dari ibunya selalu menanyakan kapan dia akan menikah, padahal orang tuanya saja tidak pernah merecoki Dara soal pernikahan atau apapun itu. Kejadian itu bermula di saat arisan keluarga dari pihak ibunya. Sang tant...