Part 2: Duda Anak Tiga

30.9K 2.7K 228
                                    

Halo👋
Sebelum mulai baca vote dulu yuk.

Udah?

Okey, silakan dibaca. Jangan lupa kasih komennya juga😉


🌻🌻🌻

Aku mengajak Kia mengambil minuman dingin untuk membasahi tenggorokanku yang tiba-tiba kering. "Haus banget, Kak," tegur Kia. Ah, mungkin karena melihatku menghabiskan dua gelas minuman berwarna merah ini.

"Iya, habisnya mereka pada kepo. Dulu mereka gak gini loh, segala pacar orang ditanyain," sungutku, kulihat Kia sedang tertawa sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan. Cih, sok cantik sekali adikku yang satu ini.

"Jangan ketawa. Ntar kalo udah seumuran kakak kamu juga bakal diginiin, Dek." Memang benar, saat aku seusia Kia, aku belum mendapatkan pertanyaan-pertanyaan tentang "Pacar kamu mana?" semenjak aku tamat SMA pertanyaan itu sering sekali ku dengar, apalagi saat sepupu-sepupuku menikah.

"Iya deh, iya. Eh, Kak, kita ke sana yuk." Aku mengikuti arah telunjuk Kia. Ah, ternyata di sana ada April—anak Tante Atika— adik sepupuku yang menikah satu tahun lalu. Dia menikah saat umurnya masih 18 tahun.

"Eh, Kak Dara sama Kia," sapa April ramah, dia menyalami aku dan Kia.

"Kabar kamu gimana, Pril?"

"Baik, Kak. Dedek Syifa juga baik." Aku lupa, April sudah memiliki putri mungil yang baru berusia 3 bulan. Tenang saja, walaupun April menikah saat baru lulus SMA, dia menikah bukan karena accident apa-apa kok.

"Gemes banget, boleh gendong, nggak?" Aku gampang gemas saat melihat anak kecil. Rasanya ingin cepat-cepat punya anak deh. Tapi langsung ingat kalau calon bapaknya saja belum ada, bagaimana bisa punya anak. Memangnya anak bisa di download.

Aku mengambil baby Syifa dari gendongan April. Bayi kecil itu tidak menangis, bahkan dia tampak nyaman dalam gendonganku.

"Mau coba gendong juga dong, kak," pinta Kia.

"Nanti deh, Dek. Kakak juga baru ini megang baby Syifa." Belum ada lima menit masak harus pindah tangan lagi baby Syifa-nya.

"Eh, udah cocok loh Dara gendong anak gini," celetuk salah satu sepupu bunda. Aku tak begitu mengenalnya, mungkin sepupu jauh. Karena memang yang datang di arisan ini adalah sepupu-sepupu dari bundaku.

"Iyalah udah cocok. Umur udah mau 23 kok." Kali ini yang berbicara adalah Bundeku.

Terus? Kalau sudah cocok aku harus apa? Harus punya anak gitu? Lalu, kalau ada orang yang sudah sudah tua dan renta sudah cocok meninggal gitu?

"Untuk sekarang aku belum kepikiran buat nikah sih, Bunde. Gak tau kalo besok." Benar kan? Untuk sekarang aku memang belum berpikiran untuk menikah apalagi memiliki anak, kalau besok sih nggak tau.

"Kamu nih, masa kalah sama April," ledek Mbak Sakura. Mbak Sakura adalah Anak dari Bunde Linda, umurnya 7 tahun di atasku.

"Biarinlah, Mbak. Lagian aku belum nikah juga gak ngerugiin siapa-siapa." Benar lagi, kan? Siapa memangnya yang rugi di Negara ini kalau aku belum menikah?

"Ati-ati dijodohin sama Om Sofyan kamu, Dar," ucap Mbak Sakura.

Nggak mungkin juga Ayahku menjodoh-jodohkan anaknya. Lagian ini sudah zaman modern, Ayahku juga berpikiran terbuka. Jadi, akan sangat mustahil jika Ayahku akan menjodohkan anaknya yang manis ini.

"Ayahku nggak segabut itu, Mbak," balasku. Mbak Sakura hanya tertawa saja.

Oh, ya. Kalau kalian penasaran asal usul nama Mbak Sakura ini, biar ku beri tahu. Jadi, dulu sewaktu Bunde Linda sedang mengandung Mbak Sakura, dia suka sekali memandangi bunga Sakura yang ada di kartun Jepang. Maka dari itu, anaknya diberi nama Sakura.

Jodoh itu, Ketuk Pintu! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang