Part 3: Dia Jodohku!

27.8K 2.8K 170
                                    

🌻🌻🌻

Pagi ini aku terbangun sebelum Adzan subuh berkumandang. Setelah membereskan kasur, aku langsung mengambil handuk untuk mandi. Di dalam kamar mandi apakah aku langsung mandi? Oh, tentu tidak. Aku duduk di lantai kamar mandi sambil menyambung khayalanku yang kemarin. Setelah lima menit, aku langsung melepas pakaianku untuk mandi.

Lima belas menit kuhabiskan di kamar mandi. Setelah selesai, aku langsung mengambil daster yang ada di lemari. Setelah memakai pakaian yang dipakai oleh sejuta umat di Negara kita tercinta ini, aku langsung mengenakan mukena karena saat aku keluar kamar mandi, Adzan telah selesai dikumandangkan.

Sepuluh menit kuhabiskan untuk sholat dan membaca do'a. Setelah selesai, aku memutuskan keluar kamar, membantu bunda menyiapkan sarapan. Jangan bilang aku rajin, sebenarnya aku terpaksa agar tak kena omelan panjang bunda saja.

"Masak apa, Bun?" Aku menepuk pundak Bunda pelan.

Ternyata tepukan pelanku itu mengagetkan Bunda. "Sontoloyo." Bunda berbalik sambil memegangi dadanya. Aku tertawa, Bundaku terkadang memang latah.

"Tuh, kamu potongin daun bawang sama daun seledri aja. Bunda mau bikin nasi goreng." Aku mengangguk, mengerjakan apa yang diperintahkan oleh surgaku ini.

"Pagi-pagi kita udah makan nasi aja, ya, Bun."

"Terus? Emang kamu mau pagi-pagi makan batu." Wah! Bunda kalau ngomong bukan main.

"Ya nggak batu juga kali, Bun. Sandwich gitu," balasku sambil terus memotong dedaunan yang ada di tanganku.

"Nggak akan kenyang kalo makan roti-rotian gitu. Udahlah, kita orang Indonesia. Mau pagi, siang, sore, malam, makannya harus pake nasi." Iya sih, kalau makan pakai roti mana kenyang. Bisa sih kenyang, kalau makan satu satu bungkus roti tawar.

Lima menit kemudian nasi goreng buatan Bunda telah matang. Aku meletakkan wadah yang berisi nasi goreng itu ke meja makan. Setelah menyusun piring di meja, aku pun memanggil kedua adikku untuk sarapan bersama.

Aku berjalan ke arah kamar Faizan, kamar kami sebenarnya berjejer, kamar pertama adalah kamarku, lalu kamar Faizan dan yang terakhir kamar Kia. Sedangkan kamar orang tuaku ada di lantai atas. Lantai atas cuma ada kamar Ayah dan Bunda, itu juga karena dulu Kia merengek tak ingin sekamar denganku karena alasan aku ngorok terlalu kuat.

Ck, tak sadar saja bahwa dia yang tukang ngorok. Kalau aku sepertinya tak pernah mengorok.

"Faizan! Sarapan." Kudengar sahutan dari dalam kamar Faizan.

Setelahnya aku beralih ke kamar Kia yang ada di sebelah kamar Faizan. "Kia! Sarapan yuk." Setelah mendengar sahutan dari dalam, aku kembali ke kamarku untuk berganti pakaian.

Sepuluh menit kemudian aku keluar kamar dengan penampilan yang lebih memungkinkan untuk pergi bekerja. Aku memakai rok hitam dengan baju batik, ini adalah seragam wajib di TK tempatku bekerja.

Iya, aku adalah guru TK sejak 5 tahun lalu. Dari awal masuk kuliah aku sudah bekerja di sana. Ya, walaupun gajinya tak seberapa, tetapi cukuplah untukku. Daripada jadi beban keluarga, kan?

Kami sarapan dengan tenang, karena semua fokus dengan rasa nasi goreng buatan Bunda yang tak ada tandingannya ini.

"Kakak pergi mau dianter atau naik motor sendiri?" tanya Kia, sepertinya dia ingin ke sekolah naik motor deh.

"Kenapa?" tanyaku.

"Aku ... anu, mau minjem motor kakak, boleh?"

"Kamu belum punya SIM, gak boleh." Itu suara Faizan. Nah, Faizan ada benarnya juga, Kia belum punya SIM tak boleh membawa motor sembarangan.

Jodoh itu, Ketuk Pintu! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang