13. The Dark Side

1K 105 2
                                    

Renjun tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Keringat membasahi keningnya, ia bermimpi buruk. Renjun menoleh kearah Jaemin yang terlelap disampingnya. Ia pelan-pelan bangkit dari kasurnya kemudian keluar kamar.

He feels thirsty. Jadi ia berjalan kearah dapur lalu menuangkan air kedalam gelas. Sekarang pukul setengah tiga pagi, dorm pastinya sudah sepi. Namun suara pintu apartemen terbuka membuat dirinya hampir tersedak air yang diminumnya.

Nuguya?!

Renjun kemudian memberanikan diri berjalan kearah ruang tamu. Ia cukup terkejut saat melihat Alice yang cukup berantakan dengan sweter putihnya yang cukup kotor. Serta masker hitamnya yang sudah koyak dan kotor.

"Alice-ya?".

Alice berlalu begitu saja memasuki kamarnya tanpa melihat Renjun. Membuat pemuda China itu kebingungan.

PRAK! PRAK!

Renjun terkejut dengan suara yang berasal dari kamar Alice.

Dia tidak berbuat aneh-aneh kan?

Renjun kemudian mengetuk pintu Alice pelan.

"Alice-ya, gwaenchana?"

Karena pintu tak kunjung dibuka, Renjun pun mencoba membukanya.

Tidak dikunci.

Renjun masuk kedalam kamar tersebut, tidak ada Alice didalam sana. Namun suara aneh berasal dari kamar mandi. Suara tersebut seperti orang yang meninju pecahan kaca berkali-kali.

"Alice-ya?"

Renjun mengetuk pintu kamar mandi berkali-kali karena suara pukulan tersebut tidak berhenti sama sekali.

"Alice-ya buka pintunya! Apa yang kau lakukan?!"

Renjun terpaksa membuka pintu kamar mandi yang lagi-lagi tak dikunci. Matanya melebar saat melihat Alice yang berkali-kali memukul tangan kirinya ke kaca yang terpasang di dinding kamar mandi. Kaca tersebut sudah tidak berbentuk lagi, darah berceceran dimana-mana menodai kamar mandi yang didominasi cat berwarna putih.

"Alice-ya mwo haneun geoya?!". Renjun langsung menyentak tangan kiri Alice yang tidak berhenti memukul kaca.

"Michyeosseo?!"

Alice tidak bergeming, tatapan gadis itu kosong dengan wajah pucat dan goresan luka dipipi yang belum dibersihkan.

"Alice-ya!"

Renjun mengguncang kedua bahu Alice namun lagi-lagi tidak ada respon dari pemilik sang tubuh. Alice hanya diam dengan tatapan kosongnya.

"Alice-ya! Jebal!". Darah mulai menetes dari tangan Alice ke lantai kamar mandi.

Renjun menangkup kedua pipi Alice sambil menepuk-nepuk kecil pipi tersebut agar sadar. Mata pemuda tersebut sudah berkaca-kaca melihat keadaan Alice saat ini.

"Alice-ya, k-kau bisa dengar aku?!".

Renjun kehabisan cara. Mau tak mau ia harus menampar Alice agar kesadaran gadis itu kembali.

PLAK!

Saking kuatnya tamparan tersebut, kepala Alice sampai menoleh kesamping.

"Alice-ya".

Mata Alice mengerjap. Ia mulai sadar. Matanya melihat tangannya yang bergetar dilumuri darah, lalu ia juga melihat disekitarnya sudah banyak darah yang berceceran. Ia baru menyadari bahwa ini ulah dirinya sendiri.

"Bodoh!". Sebuah pelukan Alice dapatkan dari Renjun membuat gadis itu tersentak kaget. Lelaki itu memeluk Alice dengan erat sambil menangis.

"R-ren..."

"Shut up! A-aku tidak ingin bicara denganmu!".

"Renjun-ah maaf..."

"B-bodoh! Minta maaf pada dirimu sendiri bukan padaku!".

"Maaf..."

Alice jadi merasa bersalah karena Renjun harus melihatnya dalam keadaan seperti ini. Ia hilang kendali atas tubuhnya tadi.
Renjun melepas pelukannya lalu menghapus air matanya. Alice yang melihat mata Renjun yang basah jadi ikutan bersedih. Satu butir air mata turun kepipinya.

"Uljima Renjun-ah".

Renjun tidak mengatakan apa-apa, ia membawa Alice ke wastafel lalu membersihkan tangan kiri gadis itu. Sesekali ia mengusap air matanya yang tak henti terjatuh. Renjun makin menangis saat melihat beberapa kaca yang masih menancap di buku-buku tangan gadis itu.

"B-bodoh. Aku benci kau".

"Mianhae..."

Keduanya menangis dalam diam.

"Kau keluarlah dulu, aku akan bereskan semuanya". Ucap Renjun, kini mata dan hidungnya sudah memerah akibat menangis.

"Aniya, aku saja. Aku tidak ingin merepotkanmu".

"Aku saja".

"Renjun-ah jebal. Biar aku yang bereskan. Aku tidak ingin kau terluka karena pecahan kaca. Jadi kau tunggu di kamar saja okay?".

Renjun tidak bisa berkata-kata, ia langsung keluar dari kamar mandi lalu duduk di kasur. Lelaki itu termenung menatap lantai kamar sambil terus mengusap airmatanya yang sesekali terjatuh.

Entah kenapa Renjun juga bisa merasakan sakitnya saat melihat keadaan Alice tadi. Dia tidak pernah menyangka bahwa Alice akan menyakiti dirinya sendiri. Kenapa ia melakukan itu?. Apa ia selalu begitu ketika ada masalah? Renjun benar-benar berpikir keras akan hal itu. Lalu pintu kamar mandi terbuka membuatnya menoleh.

"Aku akan ganti baju lalu kita bisa bicara".

Renjun hanya mengangguk. Alice membawa pakaiannya kedalam kamar mandi lalu mengganti bajunya. Ia juga mencuci wajahnya yang kotor dari noda darah dan tanah.

Setelah selesai, ia keluar dari kamar mandi dan duduk disamping Renjun yang sudah membuka kotak P3K.

"Maaf telah membuatmu menangis, seharusnya kau tidak melihat kejadian tadi".

Renjun tidak menjawab, lelaki itu sibuk dengan pekerjaannya mengobati tangan Alice.

Keduanya kemudian terdiam cukup lama hingga Renjun bersuara.

"Kau tidak ingin bercerita kenapa kau melakukan itu?". Lelaki itu beralih mengobati pipi Alice. Alice hanya menipiskan bibirnya.

"Kita bicarakan besok". Pasalnya ini sudah mau jam 3 pagi, Alice tidak ingin Renjun kelelahan hanya untuk mengurusi dirinya.

Renjun terdiam lalu mengangguk. "Baiklah".

"Gomawo Renjun-ah. Uhm...dan tolong jangan beri tahu member yang lain".

Renjun menghela nafas. "Ara, tapi kau harus berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Please don't hurt yourself anymore".

Alice mengangguk. "I'll try"









Thanks for reading this story
Sorry for the typo

[1] ZEE : The Twin's ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang