••
_________________
Emperor's Archduke
__________________
•
•
Bloodmist selalu memiliki kisah sendiri tentang udara berkecamuk dan kegelapan yang tidak bisa dipisahkan darinya. Hujan badai menerjang padang kabut darah itu, seakan memperlihatkan betapa terkutuknya tempat itu atas bencana yang sangat mencekam. Hujan badai yang menyeramkan bukanlah hal yang aneh, awan hitam bergulung, kilat menyambar diikuti oleh gemuruh berkepanjangan halilintar sementara hujan deras turun membasahi seluruh kawasan rimba liar padang kematian dengan angin dingin yang berhembus begitu kencang.
Pepohonan gugur dan tusam yang terbuai-buai tampak berusaha keras mencengkramkan cakar-cakar kehidupannya pada bumi sekalipun terpaan angin yang dahsyat berusaha menumbangkannya.
Jeno mendesah kecil, memandang cakrawala dari balik jendela patri ruangannya. Awan tebal masih menghalangi sinar matahari, jelas suasana hari itu teramat kelabu. Kabut tipis juga menyelimuti seluruh kawasan disekitar Celestia.
Ketika memandang sulur yang menjuntai di balkon, mendadak ia teringat wisteria serta Jaemin. Ia menahan dirinya mati-matian yang tengah merindukan permaisurinya itu. Jeno bisa gila, ia tak bisa menunggu lebih lama lagi, ia ingin segera pulang pada Jaeminnya. Namun mengingat jalanan yang mereka lalui melintasi lembang, jurang, ngarai dan tebing curam, pada akhirnya ia harus menunggu badai reda.
Sekalipun Draco sudah dongkol mendesis dan mendengus sembari tidur melingkar di balkon, mereka harus menunggu alam berhenti mengamuk. Jeno merenggangkan lehernya yang terasa pegal, keadaannya cukup mengkhawatirkan juga.
Sebab ia masih bermimpi buruk, dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menyiksanya. Terlebih tanggung jawab yang begitu besar membuatnya nyaris gila. Dan peperangan jelas begitu kejam, Jeno mulai memikirkan semua kemungkinan terburuk. Kali ini ia tak lagi menganggap enteng Itherian atau Wyvern. Jeno merasa pening menghantam kepalanya, ia nyaris terhuyung jika tidak bertumpu pada meja kerjanya. Hingga sebuah suara membuyarkan lamunan Jeno.
"Keadaanmu memperihatinkan sekali" Jeno mendengus memandang Eric lantas menyesap orange blossom teanya yang sudah dingin. Eric hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Hahhh, masih mengesalkan seperti biasanya, tahu begitu aku tidak akan mengeluarkanmu dari sana"
"Ei, yang benar? Kau kan butuh informan handalmu ini, apa kau tega pada sepupu kesayanganmu ini?"
"Ya ya, jadi bagaimana rasanya menjadi gelandangan di kekaisaran lain?"
"Tidak buruk juga, hidup disana sangat memacu adrenalin. Dan yah, banyak hal mengejutkan yang kutemukan. Kau sudah membaca semua laporan dariku bukan?"
Jeno melirik tumpukan keras diatas meja kerjanya lalu menaikkan kedua alisnya, menanggapi senyum jahil Eric jengah. Entah bagaimana Eric bisa membuat karangan mengenai Wyvern semahir itu, ia jadi penasaran bagaimana Eric bisa membawa laporan setebal catatan dosa itu keluar dari kekaisaran neraka Lagendia. Yah dia mendapat gelar Granduke bukan tanpa alasan. Tapi rasanya sepupunya itu sedang balas dendam pada Jeno. Nasib baik matanya tidak juling, walau Jeno merasa tubuhnya seperti habis dipukuli. Benar-benar remuk redam dan keadaannya acak-acakan walau tetap tampan paripurna.
"Jadi aku akan tetap disini bukan? Tak perlu melapor langsung pada baginda, kau yang mengatasi semuanya"
Jeno lagi-lagi mengangguk kecil. Tentu saja tak lain untuk menghindari Jaemin bertemu langsung dengan Eric. Yuta sudah bertemu langsung dengan Eric pada pertemuan kemarin untuk pertama kalinya. Jeno tak khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emperor's Archduke | Nomin 🍁
Fanfiction🍁ONGOING 🍁 FOLLOW SEBELUM MEMBACA Empress Kaizer atau Archduke Alvarez? Sebuah cerita tentang takdir. NOMIN BXB MPREG Contain ⚠️ Trigger warning MISGENDERING