- ᴍᴇ ᴠꜱ ᴍᴀᴍɪ -
Kepalanya terasa berat, pandangannya sering memburam padahal dia hanya rebahan sambil memandang ke langit-langit kamarnya. Dahinya berkeringat, pun dengan bibirnya yang memucat. Dengan perlahan ia mengambil posisi menyamping, meremas bantal yang menjadi sandaran kepalanya.
Terdengar suara pintu yang terbuka, dan dapat ia rasakan seseorang naik ke ranjangnya. Selimut itu berakhir menutupi sebagian tubuhnya, seseorang di belakangnya memberi dekapan hangat.
"Mami sayang sama kamu, Sinb."
"Jangan terluka lebih lama, jangan membuat Mami ketakutan."
Kedua sudut bibirnya terangkat, membentuk senyuman walau tak terlihat oleh Sang mami yang berada di belakangnya. Namun, kali ini senyuman Sinb terasa asing, dia memang tersenyum seperti biasanya, tetapi kini disertai rasa sakit.
"Jangan tinggalkan Mami," bisik Sowon hangat sekali.
Sowon beranjak duduk, mengecup pelipis Sinb dengan penuh kasih sayang.
"Besok Mami buatkan sarapan yang lezat, besok juga Mami pastikan kamu akan pergi dengan orang yang kamu harapkan, lagi."
"Sinb ... Ayah kamu sudah di dekat kamu, apakah kamu merasakannya?"
"Sinb ... Ayah kamu itu menginginkan kamu, dia mencintai kamu sebagai putri pertamanya."
"Sinb ... kamu ingin bertemu dengan Ayah kamu, 'kan? Oke, Mami kasih kamu kebebasan untuk pergi sama Ayah kamu, ke mana pun itu."
"Satu hal yang Mami minta dari kamu, Sayang."
"Kamu boleh pergi dengan Ayahmu, tapi tidak untuk pergi selama-lamanya dari Mami."
Setelah puas mengungkapkan isi hatinya, Sowon mengecup pelipis Sinb lagi. Ia menghembuskan napas lega, merasa sangat tenang sekarang. Dia ikhlas jika Sinb pergi dengan mantan suaminya, karena dia tahu Sinb selalu diam-diam merindukan sesosok ayah.
"Selamat malam, mimpi indah," ungkap Sowon sambil menutup pintu kamar Sinb dengan perlahan.
Berselang beberapa detik setelah pintu ditutup, Sinb menyibak selimut dan berlari ke kamar mandi yang terletak di kamarnya. Lagi, dia memuntahkan makanan yang masuk ke dalam perutnya hari ini. Bahkan jika diberitahukan, ketika di sekolah pun ia mengalami mual hingga muntah-muntah. Makanan yang masuk hanya sedikit, namun harus keluar dengan jumlah banyak.
"Argh!" Sinb menggeram sambil meremas rambutnya frustasi. "Kenapa, sih? Kenapa harus sakit begini?" tanyanya frustasi.
Sinb mundur dari depan wastafel, tubuhnya ambruk di lantai dan perlahan ia menyandar pada tembok. Ia mendongak, keningnya berkerut saat rasa pening muncul di kepalanya sekarang.
"Aku tidak akan berakhir begitu saja, 'kan?"
- ᴍᴇ ᴠꜱ ᴍᴀᴍɪ -
KAMU SEDANG MEMBACA
ME vs MAMI
أدب الهواة[COMPLETED] Sowon berharap seorang anak yang baik dan mudah diatur, lalu Sinb dilahirkan sebagai anak yang sering mencari gara-gara.