8. New Friendship

1.4K 211 178
                                    

"Janganlah menganggap remeh hal-hal yang terdekat dengan hati kamu. Rangkullah mereka seperti sama berharganya dengan hidupmu, karena tanpa mereka hidup adalah sia-sia."

❥˙ Happy reading ˙❥
______________________

K

etika Jevian dan Shaqueen berjalan dengan langkah yang sejajar, banyak sekali pasang mata menatap kearah mereka. Jujur saja, mereka berdua sangat tidak nyaman di jadikan sebagai pusat perhatian oleh banyak orang. Namun, mereka berusaha untuk tidak mempedulikan apa yang orang lain katakan, itu tidak penting.

Namun di pertengah jalan, Jevian tak sengaja menatap kearah lapang, dimana ada Aksa dengan Karina yang sedang berbincang sembari tertawa. Hal itu membuat Jevian diam-diam mengepalkan tangannya. Bisa-bisanya lelaki itu masih tertawa begitu lepas, sedangkan kekasihnya-Shaqueen terkena musibah tadi pagi.

Jevian sempat melirik ke arah samping, tepat pada manik mata Shaqueen yang tampak sedang mencari sesuatu. Dan Jevian tahu, gadis itu pasti sedang mencari Aksa sekarang. Jevian tidak ingin membuat binar di mata gadis itu redup jika saja ia melihat seseorang yang ia cari sedang berduaan dengan gadis lain yang tak lain adalah mantannya. Terpaksa Jevian menarik lengan Shaqueen lalu membawa gadis itu pergi mencari jalan lain.

"Ikut gue!" seru Jevian, seraya menarik lengan Shaqueen cukup erat.

Tindakan tiba-tiba yang Jevian lakukan sempat membuat Shaqueen terhentak. Ia sempat melirik ke arah Jevian, namun lelaki itu nampak seperti keresahan. Shaqueen tidak tahu apa yang sedang terjadi sekarang. Yang jelas, ia baru sadar bahwa tangannya sedang di genggam. Ia tak ingin membiarkan lelaki menyebalkan itu seenak jidat memegang tangannya. Maka, Shaqueen segera menghempaskan lengan Jevian yang sedari tadi melingkar di pergelangan tangannya.

"Nggak usah narik-narik tangan gue. Lo mau modus, hah?!"

Jevian menghela napasnya panjang. Lalu menatap Shaqueen dengan wajah datarnya. "Lo kelas apa?" tanya Jevian, tak menghiraukan Shaqueen yang tampak masih kesal kepadanya.

Gadis itu melirik kearah Jevian, lalu membuka kembali handphone-nya untuk mencari tahu kelasnya dimana. "11 IPA 3," sahut Shaqueen.

Jevian mengangguk. "Kelas lo sebelahan sama kelas gue."

Mendengar penuturan Jevian membuat Shaqueen mengelus dadanya. Ia benar-benar merasa bersyukur karena Tuhan masih memberikan ruang tanpa adanya lelaki menyebalkan seperti Jevian. Setidaknya, hari ini tidak benar-benar sial.

"Syukurlah nggak satu kelas," gumam Shaqueen, meski kecil namun masih tetap terdengar oleh Jevian.

Jevian memutar bola matanya. Lelaki itu tak mengindahkan apa yang gadis itu katakan. Ia lebih memilih untuk kembali berjalan. "Kelas kita ada di lantai dua. Jalannya yang cepet, jangan lambat, lo bukan siput."

Shaqueen mendelik, Jevian benar-benar menyebalkan. Tidak bisakah jika lelaki itu berbicara sedikit lembut kepadanya? Jevian benar-benar berbeda dengan Aksa. Aksa jauh lebih bisa berbicara dengan nada paling rendah agar Shaqueen tidak merasa seperti di bentak. Ah iya, mengingat tentang Aksa, Shaqueen belum menemukan keberadaan lelaki itu sedari tadi. Dengan malas, ia membawa langkahnya untuk mengejar Jevian, berusaha menanyakan barangkali laki-laki itu sudi menjawab pertanyaannya.

"Kelas Aksa dimana, ya? Gue mau ketemu."

Bukannya menjawab, Jevian masih terus merajut langkahnya, menghiraukan pertanyaan Shaqueen yang tampak menunggu jawaban. Jevian bukan tidak ingin memberi tahu, tetapi lelaki itu tidak ingin membuat Shaqueen terluka jika mengetahui di mana kekasihnya.

JevianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang