19. Hanya Butuh Sudut Pandang Baru

1K 136 61
                                    

Ada 3 hal untuk mengapresiasi penulis: pertama vote, dua komen, tiga share. Btw, jangan silent reader, ya!❤️

Typo bersebaran harap di maklumi, namanya juga manusia. Tapi, jika berkenan tolong di tandai agar nnti bisa di revisi.

Karena, setiap hal yang di berikan nyawa sudah jelas memiliki makna.”

˙❥Happy reading❥˙
_____________________


Hari ini Jevian tidak ikut berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Setelah mengantarkan Karin pulang, ia pun memutuskan untuk langsung pulang ke rumahnya. Mengingat bahwa waktu menuju olimpiade sebentar lagi, ia tak punya waktu untuk berleha-leha untuk sekarang.

Sejenak ia merebahkan badannya yang terasa linu, sebab luka di punggungnya nampak belum sepenuhnya kering. Ia geming beberapa saat, sembari menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan yang kosong.

"JEVIAN!" teriakan seseorang di bawah membuat lamunanya buyar. Ia hanya bisa mengerjapkan matanya, sembari menghela napas panjang. Ia paham betul dengan suara itu. Suara sang Ayah yang pasti sudah mengetahui masalahnya sewaktu di sekolah tadi.

"TURUN, SAYA TAHU KAMU SUDAH DI RUMAH!" teriaknya dengan oktaf yang semakin meningkat.

Jevian segera bangkit, dengan perasaan yang tak enak. Ia segera keluar dari pintu, di mana Jean sudah menatapnya dengan tatapan yang nyalang. Namun, Jevian tak peduli, ia lebih memilih berlalu melewati Jean yang kini hanya mematung di tempatnya.

Dengan langkah yang gusar, ia segera menuruni tangga. Tepat setelah tangga terakhir, ia mendapati Abizar sedang menatapnya dengan raut wajah yang merah padam.

"Kenapa, Pa—"

Plak!

Belum sempat selesai berbicara, tangan Abizar lebih cepat menampar wajah Jevian begitu keras. Hal itu berhasil membuat Jean yang hendak ingin masuk ke kamar segera melihat ke arah bawah. Sejenak Jean hanya bisa menghela napasnya kasar, hal seperti ini yang membuatnya muak untuk berada di rumah. Ia segera memasang earphone ke telinganya, memilih untuk tidak ingin mengetahui apa pun yang sedang terjadi dibawah sana. Lalu, ia segera masuk dan menguci pintu kamar tanpa berniat membatu adiknya yang mungkin akan menerima kekerasan lagi dari Papa.

JevianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang