28. Pulang

1K 79 11
                                    

Ada 3 hal untuk mengapresiasi penulis: pertama vote, dua komen, tiga share. Btw, jangan silent reader, ya!

Typo bersebaran, harap di maklumi, namanya juga manusia. Tapi, jika berkenan tolong di tandai agar nnti bisa di revisi.

"Setiap diri perlu berlari dari rasa sakit yang sekiranya sudah teramat fatal. Pulang dan beristirahatlah, reda kan gemuruh sesak itu. Aku tahu, sakitnya sudah di ambang batas, bukan?"


˙❥Happy reading❥˙
_______________________

"Halo Jev, kamu harus segera ke rumah sakit. Jean kritis."

Suara Jeremy dari telepon seperti pukulan telak baginya. Tanpa berlama-lama, Jevian segera pergi dari apartemen itu dengan pakaian yang sama sekali belum ia ganti. Bahkan rasa sakit yang mendera pada seluruh badannya seperti tidak terasa apa-apanya. Hanya saja badannya terasa bergetar dan rasa takutnya seolah-olah mencekiknya hingga terasa begitu sesak.

Jika ada yang bilang bahwa Jevian membenci Jean, maka mereka salah. Sebab, di dunia ini Jean adalah orang yang sangat ia sayangi. Mau sebenci apapun Jean kepadanya, Jevian tidak pernah peduli. Karena menurutnya, cukup hanya dia saja yang menyayangi Jean sebesar mungkin.

Jevian sempat mendesah ketika jalan Jakarta lagi-lagi tak kunjung ada celah. Deru klakson dari kendaraan-kendaraan semakin membuat dia terasa teracam. Sial, ia tidak mungkin menunggu jalanan menjadi lenggang. Atau kalau tidak, ia tidak akan memiliki kesempatan untuk sampai di rumah sakit dengan waktu yang singkat.

"Saya turun di sini aja, Pak."

"Tapi jarak ke rumah sakitnya masih jauh, Mas."

"Gapapa, Pak. Makasih ya, hati-hati di jalannya Pak. Ini, saya ada rejeki buat bapaknya beli es kelapa."

Lalu, setelah percakapan Jevian dengan driver ojek online itu selesai. Jevian berlari sekuat yang ia bisa, tak peduli meski cidera bagian kaki kanannya terasa semakin menyiksanya. Yang ia pikirkan hanya satu, Jean. Pikirannya hanya berpusat kepada laki-laki itu saja.

Jevian takut, ia tidak mau kehilangan lagi. Jean adalah satu-satunya orang yang tumbuh bersamanya. Dulu, Jean adalah orang yang selalu menjadi garda paling depan ketika ia menjadi sasaran pembullyan. Jean juga selalu mengalah ketika waktu itu Papa membelikan mainan untuknya, tapi berakhir ia berikan kepada Jevian. Jean selalu memberikan apapun yang ia miliki kepada Jevian. Tapi, Jevian tidak pernah tahu, kenapa waktu seolah membawa jarak diantara keduanya menjadi renggang.

JevianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang