9. Khawatir

1.7K 198 148
                                    


˙❥ Happy reading ❥˙

S

haqueen memutuskan untuk pergi ke toilet diantar oleh Nara sahabatnya. Mereka berdua berjalan melewati lorong-lorong sekolah. Ada beberapa orang yang menatap mereka dengan lirikan yang tajam. Samar-samar juga Shaqueen mendengar bahwa dia sedang menjadi bahan pembicaraan mereka.

Wanita itu tak terlalu perduli dengan apa yang orang lain katakan. Toh, ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Berbeda dengan Nara, yang merasa geram. Hampir saja emosinya memuncak. Rasanya ingin merobek mulut manusia-manusia yang katanya berpendidikan namun hobinya malah membicarakan orang.

Nara Aghnia Gayanti, adalah sosok wanita yang susah berbaur. Dia adalah kekasihnya Mahen. Sebelumnya Shaqueen dan Nara adalah dua orang yang asing. Namun, waktu itu Mahen memperkenalkan Nara kepada Shaqueen begitu pun sebaliknya. Hingga akhirnya kedua gadis itu mulai bersahabat dekat. Meski Nara memiliki sifat dingin, dan tak perduli akan hal sekitar. Ternyata, hanya dengan Shaqueen dia berani dan mulai terbuka akan segala hal. Selain hanya kepada Shaqueen, Nara juga hanya akrab dengan beberapa orang. Seperti Jevian, Haikal, Rayhan, dan beberapa teman Mahen yang lain. Dia sudah terbiasa bergabung dengan lelaki. Karena, menurut Nara, tidak akan ada kebohongan dan keegoisan di dalamnya.

Shaqueen segara menahan lengan Nara yang hendak ingin melabrak beberapa orang yang mencibir dirinya. "Gapapa, Ra. Gak usah di ladenin. Gak bermanfaat juga," cegah Shaqueen.

Raut kesal masih terpampang jelas di wajah gadis ini. "Mereka dibiarin malah makin gila, Sha!" gerutu Nara.

Shaqueen hanya melempar kekehan sebagai jawabannya. Pasalnya dia juga bukan tipe orang yang terlalu mempedulikan omongan orang lain. Baginya melayani anjing yang sedang lapar sama hal nya seperti kita menyerahkan diri. Ingat peribahasa 'anjing menggonggong kafilah berlalu.'

"Ya, karena mereka gila dan kita waras. Jadi, kita aja yang ngalah. Gue juga gak peduli sama apa yang orang lain katakan tentang gue. Karena mereka gak selalu menggunakan otaknya buat berpikir jernih. Gue lebih tahu diri gue sendiri, dan gak harus ngebuktiin apa pun sama siapa pun, kan?" kata Shaqueen yang berhasil di setujui oleh Nara.

"Kita tunggu aja waktunya. Mereka kira gue bakal terus diam? Ya, enggak lah. Terlihat cupu lebih baik. Dengan wajah yang lugu ini kita bisa main cantik," lanjutnya lagi di sertai dengan senyum yang menyeringai.

Nara ikut tersenyum sembari mengangguk. Otak sahabatnya satu ini ternyata diam-diam licik juga. Tetapi, inilah yang Nara suka. Dia tidak suka ketika di tindas oleh orang lain hanya diam saja. Karena ketika kita diam, itu hanya akan membuat mental pembully semakin besar kepala.

"Manipulatif banget lo, Sha. Tapi, gue suka gaya lo!" sahut Nara, sebelum akhirnya mereka berdua masuk ke area toilet.

Tetapi, ketika mereka baru saja menginjak lantai toilet, tiba-tiba handphone Nara berbunyi. Gadis itu segera mengangkat telepon itu sebelum akhirnya dia memutuskan untuk pergi. Shaqueen hanya menoleh sekilas, ada yang aneh saat sahabatnya itu buru-buru pergi keluar dengan raut muka yang sedikit murung.

Ketika Nara kembali, Shaqueen benar-benar melihat ada keresahan di sana. Di mata yang berwarna kecoklatan itu, terdapat embun yang mungkin sengaja di tahan agar tidak terjatuh.

"Sha, gue pergi duluan, ya?"

"Lo kenapa?"

Nara menggeleng dan segera merubah raut mukanya dengan begitu cepat. Gadis itu segera tersenyum sembari menepuk pundak Shaqueen. "Gue gapapa, lo tenang aja. Gue duluan, Sha!" ucap terakhir Nara sebelum akhirnya gadis itu benar-benar pergi dari toilet.

JevianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang