1

125 9 0
                                    

Hallo, guys!

Happy reading to all!

* * *

"Ay, kamu masih dengan nya?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja ketika mereka sedang sibuk dengan buku catatan yang ada dihadapan keduanya.

Aini menoleh menatap lekat perempuan yang berada disamping nya itu. Ia mengernyit heran tumben sekali ia  menanyakan hal itu. Aini hanya merespon dengan mengangguk lalu kembali melihat kearah papan tulis.

Perempuan yang berada disamping Aini hanya bisa menghela nafas. Seperti sangat tertekan. Aini yang peka dengan keadaan menoleh lagi, menatap perempuan yang berstatuskan sahabatnya itu dengan tanda tanya.

"Kenapa?"

"Ay, aku capek lihat kamu kaya gini, tapi kamu tidak mengerti!" Perempuan itu mengeluarkan unek-uneknya.

Ini bukan yang pertama kali nya mereka membahas hal ini, mungkin sudah ribuan kali. Topik ini merupakan hal sensitif bagi keduanya. Perempuan yang acap kali dipanggil Nana itu sangat membenci hubungan asmara sahabatnya. Benar-benar ditahap yang sudah muak.

"Aku sayang dia. Cinta pertama memang nya sengaruh ini ya, Na? " Aini kembali bertanya. Nana memutarkan bola matanya, jengah mendengar jawaban yang sama.

"Ay, kamu masih belum sadar, ya? Dia ga baik buat kamu!" kali ini Nana meninggikan suaranya.

"Siapa yang ga, baik?" suara maskulin itu tiba-tiba menyela pembicaraan mereka.

Prayoga Varensky.

Pacar Aini. Ia memang tidak setampan lelaki diluaran sana. Tetapi lelaki mempunyai karakter yang kuat. Ambis dan agak tempramental. Hubungan keduanya sudah sangat akrab di kalangan guru. Hubungan keduanya juga berjalan hampir 2 tahun.

Lelaki setinggi 173 cm itu menghampiri kedua perempuan yang tengah berbincang mengenai dirinya. Ia tak sengaja mendengar sedikit perbincangan keduanya. Wajahnya agak mengeras ketika mendengar pernyataan sahabat kekasihnya bahwa ia tidak baik untuk Aini.

"Yoga." Aini cukup terkejut dengan kedatangan tiba-tiba kekasihnya itu. Yoga hanya menatap sekilas kearah Aini, lalu mengalihkan pandangan nya kearah Nana. Aura ketidakksukaan menguar dari keduanya, memperlihatkan seberapa benci nya antar satu sama lain.

"Apa maksudmu?" tanya Yoga penuh penekanan.

"Aku rasa kau tidak tuli dan tau maksudku  seperti apa," jelas Nana dengan wajah tidak sukanya. Ia memang membenci Yoga. Sangat membencinya.

"Heh! " Yoga tersenyum meledek.

"Tidak ada urusannya dengan mu. Aku peringatkan lagi untuk yang terakhir kalinya. Jangan pernah ikut campur sebelum kau tahu akibatnya! " lanjutnya peringatan.

"Ketahuilah, aku tidak pernah takut dengan ancaman murahanmu itu! Selagi itu berhubungan dengan Ay, aku berhak ikut campur!" sahutnya dengan wajah angkuhnya.

"Kau!" Yoga menggeram dengan perempuan dihadapan nya ini, sungguh hama yang harus dibasmi.

"Sudah, cukup! Aku tidak ingin ada keributan apapun." Peringat Aini dengan nada frustasi melihat ketegangan antar keduanya.

"Ikut aku!" Yoga menarik kasar pergelangan Aini tanpa sadar, membuat gadis itu meringis .

"Bedebah sialan, tidak perlu kasar dengannya bodoh!" bentak Nana.

"Sudah kukatakan tidak perlu ikut campur, anjing!" teriak Yoga tersulut emosi.

Kursi kayu yang bewarna maron itu Yoga lemparkan kearah Nana yang tengah berdiri. Habis sudah kesabaran laki-laki itu. Beruntungnya dengan sigap Nana berhasil mengelak. Reflek yang bagus.

P A N A C E A (O N  G O I N G)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang