27

19 4 0
                                    

Sepulang dari kediaman Nana, Atie, Adit, serta Sagi memutuskan untuk tidak langsung pulang kerumah masing-masing. Mereka sepakat untuk menyusul Yudha dan Tian untuk meminta penjelasan lebih lanjut. Terutama tentang video yang baru saja mereka tonton bersama.

Atie dan Adit menggunakan mobil menuju apartement Yudha, sementara Sagi menyusul dengan motor kesayangannya. Sesampainya mereka dilobi,  mereka bergegas menyusul Yudha dan Tian.

"Diluar dugaan gue, ternyata Yudha punya adik yang berbakat juga," timpal Adit disaat mereka menuju apartement milik Yudha.

"Gue penasaran soal video satunya, kayak cctv ga si?" Tanya Adit lagi.

"Kita tanyain langsung ke orangnya," sahut Sagi.

Sesampainya mereka disana terlihat dua orang lelaki yang tengah bercek-cok. Siapa lagi jika bukan Yudha dan Tian. Kedua adik-beradik itu sibuk dengan argumen mereka.

"Kenapa lo ga ngasih tahu gue dari awal?!" Teriak Yudha menggeram.

Tian hanya terdiam tidak menanggapi teriakan kakaknya itu. Ia akui, memang salah dirinya sejak awal menyembunyikan hal tersebut. Akan tetapi, ia tidak bermaksud buruk terhadap video tersebut.

"Lo permainin gue, hah!? Gue tau lo punya kemampuan nge-hack turunan dari papa sedangkan gue engga, tapi gue ga nyangka sanggup lo giniin abang lo sendiri?" Cerca Yudha sudah berada diambang kesabaran.

"Gue ga niat buat permainin lo, bang. Justru gue mau bantu lo," sahut Tian.

"Kalau lo mau bantu gue, harusnya lo bilang dari awal bego! Lo seharusnya ngasih tau gue soal video sialan itu! Tapi apa yang lo lakuin? Lo diam selama ini!" Cerca Yudha.

"Kenapa lo diem, hah?"

Melihat kondisi yang tidak kondusif serta Yudha yang memang sudah dikuasi amarah, mereka bertiga berinisiatif untuk turut andil akan hal ini.

"Yud, kita bicarakan baik-baik didalam," ucap Adit menengahi keduanya.

Yudha memandang ketiga temannya dengan pandangan yang sulit. Tanpa berkata apapun ia masuk kedalam apartemen miliknya. Adit yang melihat hal itu memberikan kode pada Sagi dan Atie untuk mengikuti Yudha yang tengah emosi.

Sedangkan dirinya menemani seorang remaja yang masih tertunduk dalam diam. Ia merasa enggan untuk masuk. Adit cukup paham apa yang dirasakan oleh Tian. Ia menepuk pundak Tian seolah-olah memberikan kekuatan.

"Kalau lo ga mau masuk dan jelasin semuanya, abang lo pasti makin marah. Sekarang, kita hadapi bareng-bareng," ajak Adit pada remaja tersebut, namun hanya terlihat keraguan dimata Tian.

"Abang lo sayang dan peduli sama lo," ucapnya lagi.

Dengan ragu-ragu ia mengikuti langkah Adit yang telah mendahuluinya memasuki pintu apartement. Dadanya berdegup kencang, ia sebenarnya takut menghadapi abangnya itu. Ia takut dibenci oleh abangnya karna tingkahnya yang seperti ini.

"Ga usah emosi, kita bicarain semuanya pakai kepala dingin. Ga akan nemuin solusi kalau lo pakek emosi, ngerti?" Ucap Adit menasehati Yudha ketika melihat ia ingin kembali memarahi Tian.

"Adek gue emang seorang hacker. Gue minta tolong ke dia buat nyari tahu apa yang terjadi sama Anka," Yudha mulai membuka suara.

"Gue penasaran apa yang terjadi sama Anka, bahkan kalian juga gitukan?" Mereka semua mengangguk membenarkan perkataan Yudha.

"Gue diliputi rasa penasaran yang besar dan berasa ga tenang, Nana juga kayak nyembunyiin sesuatu dari kita. Tapi gue ga tahu kalau masalah yang disembunyikan Nana itu bakalan sebesar ini," terdengar nada frustasi dari kalimatnya.

P A N A C E A (O N  G O I N G)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang