13

50 7 1
                                    

.

.

.

Kembali nya Aini setelah sekian lama menghilang cukup menggemparkan. Kedatangan gadis itu seperti membawa hal yang lain. Gadis itu berubah seketika, tidak ada lagi tatapan ramah yang ia perlihatkan. Melainkan sorotan tegas seperti memperingati untuk tak mendekat.

Perubahan gadis itu juga dirasakan oleh teman kelas nya. Terutama hal aneh yang ditunjukkan oleh gadis itu, tatkala disapa oleh Yudha. Apalagi permintaan tiba-tiba nya yang ingin dipanggil dengan Anka.

Pagi ini, kelas mereka mendadak dikumpulkan dengan jam yang masih terlalu dini untuk pergi ke sekolah. Tentu saja itu permintaan sang bendahara mereka, Nana.

"Na, sumpah masih pagi ini, lo gilak banget jam segini disuruh ngumpul." tanya salah satu teman kelas mereka.

Beruntung sekali mereka ini terkenal dengan rasa solidaritas yang tinggi. Yah, meskipun ada beberapa yang protes mengapa harus berkumpul sepagi ini.

"Ada hal penting apa, Na?" Adit bersuara, membuat yang lain terdiam.

"Iya, emergency banget kayaknya sampai harus kumpul sepagi ini. Kenapa?" Yudha ikut menimpali, bahkan ia buru-buru dari apartement nya menuju sekolah, ketika mendapat perintah Nana selaku bendahara mereka.

"Gue mau minta tolong ke kalian," ujarnya pada akhirnya.

"Tolong? Soal apa?" pertanyaan Sagi mewakili mereka.

"Bilang aja Na, selagi kita semua bisa nolong ga masalah," Adit berkata serius.

Mereka semua membenarkan perkatan Adit, tidak mungkin mereka membiarkan salah satu keluarga mereka kesusahan. Apalagi Nana, dia slalu menjadi orang pertama yang slalu mengambil berat tentang mereka selain Adit dan Yudha.

Nana menghela nafas, ia bingung harus memulai dari mana. Ia kemudian menghadap kedepan berusaha tegar untuk menyampaikan hal ini.

"Ini tentang Aini," ucapnya terdengar pelan.

"Kenapa sama kak Ay?" suara Atie memecahkan keheningan diantara mereka.

"Sebelum gue bicara, kalian jangan ada yang motong omongan gue. Gue ga mau harus ngulang dua kali." ujarnya tegas, sorot matanya terlihat kosong. Membuat seisi kelas menatap aneh kearah Nana.

Mereka mengangguk menyetujui permintaan Nana.

"Mulai sekarang, gue pengen kalian manggil Aini dengan nama Anka dan bukan Aini lagi. Dan jangan pernah manggil dia dengan sebutan Aini lagi,"ucapnya lirih bahkan suara nya hampir tercekat menahan tangis.

"Alasan nya?" Sagi bertanya.

Yudha menghampiri Nana melihat gadis itu tak lagi menahan tangisnya. Untuk pertama kali mereka melihat gadis yang penuh kecerewetan itu menangis. Membuat mereka kembali bertanya-tanya, apa yang terjadi?

"Pelan-pelan Na, supaya kita semua ngerti masalah nya dimana," ucap Yudha lembut, pertama kalinya ia berada diposisi seperti ini dengan gadis itu.

"Anggi, tutup pintunya takut ada yang denger. Diluar udah rame, noh." suruh Raya kepada gadis itu yang memang dekat dengan pintu kelas.

"Siap bos,"

"Sekarang cerita pelan-pelan kenapa sama bocil gue?" Raya meminta penjelasan. Raya lumayan dekat dengan Aini jadi tidak heran jika ia menganggap gadis itu seperti adiknya.

"Aini mengalami insiden yang cukup mengguncang jiwanya. Dia kecelakaan, dan amnesia," perkataan Nana membuat mereka terdiam tidak percaya.

"Amnesia?" cicit mereka hampir bersamaan, masih terkejut dengan berita yang dikatakan Nana.

P A N A C E A (O N  G O I N G)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang