.
.
.
.
——————
Hujan mengguyur dengan deras. Langit bahkan enggan untuk memunculkan sang surya. Cuaca akhir-akhir ini memang sedang ekstrim. Yah, mungkin karna faktor menjelang akhir tahun.
Suasana sejuk dan angin yang bertiup dengan kencang mendominasi saat ini. Bahkan masih terdengar petir bergemuruh menambah kesan menyeramkan di luar sana.
Seorang pria paruh baya menatap keluar jendela, ditemani secangkir kopi buatan sang istri. Kerutan di dahi nya tercetak jelas, tampak sekali jika ia sedang berpikir dengan keras.
Sesekali dirinya menyesap kopi yang tepatri di samping nya. Tapi, netra coklat terang itu tetap tidak beranjak dari hujan yang mengguyur dengan deras diluar sana.
"Kamu melamunkan apa, hm?" suara lembut itu terdengar dengan jelas.
Atensi lelaki itu beralih menatap pemilik suara lembut itu. Ah, istrinya! Ia tersenyum lembut sambil melihat pergerakan sang istri yang membawakan beberapa cemilan.
"Tidak ada yang kupikirkan," elak nya.
"Aku bukan mengenal dirimu baru saja tuan Varensky yang terhormat," ucap wanita itu sedikit menyindir.
Lelaki itu terkekeh. Rambut nya yang memutih tampak berkilau sehat meskipun sudah berumur. Tapi tetap saja aura nya tidak bisa di pandang sebelah mata.
"Aku memikirkan tentang kita,"
"Lebih tepatnya yang kau pikirkan itu tentang anak kita, bukan?" tebak nya.
"Bianca, tanpa aku jelaskan pun kau tahu bagaimana aku," kekehnya lalu kembali menyesap kopi nya.
"Bagaimana jika kita merelakan mereka?" tanya nya tiba-tiba.
"Bianca, jangan menggila karna kasih sayangmu! Kita tahu bagaimana batasan kita, bukan? Aku tidak akan menyetujui hal itu, Bianca! Sampai kapan pun tidak akan pernah aku harap kamu mengerti," peringatnya tegas.
"Aku tahu tapi dia tidak bahagia! Anak kita tidak bahagia, Darma!" lirih nya.
"Lalu kau mau aku menukarkan bahagianya dengan Tuhan nya? Bianca, seperti kataku tadi kita harus tahu batasan," Darma menghela nafas.
"Aku bukan tidak ingin melihat Yoga berbahagia, tapi kau tau sendiri tembok mereka terlalu tinggi. Mengertilah posisi ku dan mengertilah akan keadaan nya. Aku harap kau mengerti maksud ku."
Setelah mengatakan hal itu lelaki paruh baya itu beranjak. Ia tidak akan bisa berlama-lama disana. Takut melihat tatapan terluka Bianca. Ia bukan tak ingin melihat anak nya bahagia, percayalah kebahagian anak nya adalah nomor satu. Ayah mana yang tega melihat anak nya menderita? Akan tetapi, keadaan nya lah yang tidak memungkinkan sampai kapan pun.
Bianca menatap punggung suaminya dengan sendu, dirinya juga sepemikirian dengan Darma. Ketika melihat raut anak nya, dirinya merasakan apa yang anaknya rasakan. Bianca tidak tahu harus bagaimana. Dirinya juga berada di posisi yang serba salah. Tapi benar kata Darma, ia harus tahu batasan. Semuanya memang harus begini.
Ya, Tuhan Yesus, aku berharap kau memberikan aku petunjuk. Bimbinglah anakmu, ini.
🌻
Klak!
Suara decitan jendela itu terdengar sangat keras. Seorang gadis dengan tergesa-gesa menutup jendela nya dengan kasar. Guyuran hujan yang deras cukup membuat nya kedinginan. Lihat, gorden nya saja sudah setengah basah akibat percikan hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
P A N A C E A (O N G O I N G)
Teen FictionBagaimana jika seorang protagonis mendadak berubah menjadi antagonis? Ini sebuah kisah seorang gadis dengan percintaan yang awalnya berjalan mulus. Semua itu menjadi sebuah petaka ketika hubungan mereka menerima kehadiran sosok perempuan tanpa terdu...